5. Jun

597 72 44
                                    

Pagi ini, Leta memilih naik angkot untuk berangkat sekolah. Mumpung masih pagi, tidak terlalu buru-buru. Leta turun dari angkot setelah membayar lalu berjalan dengan mengemut lollipop seperti biasa menuju gerbang sekolah. Seorang siswa memakai seragam sama dengan yang Leta kenakan, yang Leta tahu turun dari angkot yang sama dengannya berjalan mendahului Leta lalu menghadangnya membuat langkah Leta terpaksa terhenti.

Leta harus mendongak untuk dapat menatap siswa itu. Wajahnya tampan Leta akui, dengan mata sipit, hidung mancung dan senyum lebar yang sangat manis. Tapi tenang saja Leta tidak akan menyukai orang lain dengan mudah, hatinya sudah terisi penuh oleh Lintang seorang.

"Siapa?" tanya Leta dengan dahi berkerut.

Cowok itu, saat di dalam angkot tadi tertangkap basah memperhatikannya diam-diam. Oh, mungkin bukan diam-diam karena saat Leta balik menatapnya, cowok itu hanya memamerkan senyumnya sama sekali tidak berniat mengelak atau berpura-pura melihat objek lain.

Cowok itu menyodorkan sesuatu, "Punya kamu kan? Tadi nyangkut terus jatoh." Sepertinya cowok itu benar-benar murah senyum, sedari tadi senyumnya masih belum juga luntur.

Leta beralih menatap benda di tangan cowok itu, melihat keyring minion miliknya ada di tangan siswa itu. Dengan segera Leta mengambilnya. Memang sebelum turun dari angkot Leta merasa ranselnya sedikit tersangkut dan dia menariknya dengan paksa.

"Thanks."

"Boleh minta imbalan nggak? Nggak mahal kok." Kenapa cowok ini sangat aneh. Leta merasa sedikit tidak nyaman. Tapi bagaimanapun cowok itu sudah berbaik hati mengambil keyring kesayangannya yang tidak sengaja tersangkut.

"Apa?" Leta kembali mengaitkan keyring kesayangannya di tasnya.

"Minta kenalan sama nomor HPnya Kak."

"Lo manggil Kakak emang tau gue lebih tua dari lo?" Leta menyadari cara cowok itu memanggilnya. Bagaimana dia tahu Leta lebih tua darinya? Leta sedikit curiga cowok itu adalah penguntit, tapi wajahnya terlalu polos.

"Tau dong, kakak cantik masa nggak tau." Leta semakin mengerutkan dahinya, Leta percaya diri memang cantik tapi sepertinya Leta rasa tidak secantik murid-murid populer di sekolahnya. Leta sama sekali tidak merasa dirinya bisa disebut murid populer.

Cowok itu tersenyum semakin lebar memperlihatkan gigi putih rapinya.
"Nggak nolak berarti setuju ya? Mau kenalan sama aku ya?" Leta mengangguk ragu.

"Kalo gitu ayok sambil jalan ke kelas." cowok itu menggiring Leta berjalan ke arah kelasnya.

"Manggilnya pake lo-gue aja kali, biar lebih enak. Gue nggak terbiasa pake aku-kamu, rasanya aneh," ujar Leta.

Cowok itu menggeleng. "Aku pengen manggil kayak gini, Kakak pake lo-gue aja nggak papa kan lebih tua. Eh, aku kan lebih muda.... Em, sama aja sih." Cowok itu menggaruk tengkuknya tampak berpikir.

"Tapi biar Kakak nyaman ngobrolnya pake lo-gue aja deh," ucap cowok itu setelah berpikir beberapa saat.

Leta hanya mengangguk pelan, masih merasa aneh dengan siswa di sampingnya. Tapi dia sudah mengiyakan permintaannya tadi, tidak bisa tiba-tiba kabur.

"Pertama, minta nomor HP dulu," cowok itu mengulurkan ponselnya. Dengan ragu Leta menerimanya kemudian mengetikkan nomornya.

Apa nggak papa ya gue kasih nomor gue? Orangnya kayak aneh gitu, tapi mukanya sama sekali nggak kayak orang aneh sih. Batin Leta.

Setelah Leta mengembalikan ponselnya, siswa itu tersenyum lebar matanya semakin menyipit hampir menutup mungkin. Haruskah Leta lari sekarang?

Sepertinya nanti saja, wajah tersenyumnya terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Lumayan kan cuci mata pagi-pagi. Lagipula Leta yakin siswa itu tidak menutup mata sepenuhnya walau terlihat begitu.

Kita Putus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang