Hari-hari berikutnya setelah kejadian itu, terasa berat bagi Kenzo. Rhea sama sekali tidak mau berbicara dengannya, melihat Kenzo lewat saja tidak peduli. Biasanya, jika laki-laki itu lewat, Rhea akan terus menganggu dengan segala celotehannya. Kali ini tidak, gadis itu hanya diam.
Rhea lebih banyak menghabiskan waktu bersama Rehan yang jelas-jelas setiap bertemu Kenzo tersenyum dengan picik dan penuh kemenangan.
Ia tidak menyangka, hanya karena masalah perempuan bisa membuatnya hampir kehilangan akal. Kenapa cewek kaya Rhea bisa masuk ke dalam hidupnya?
“Sialan, dia terlalu jauh masuk ke pikiran gue.” Kenzo mengacak rambutnya gusar.
Saat ini jam pelajaran sedang berlangsung. Tidak ada freeclass. Kenzo yang terbiasa paling antusias dan fokus memperhatikan Guru saat memberikan materi, kini terlihat melamun.
Teman sebangkunya, Zidan, beberapa kali mengajaknya berbicara dan menyenggol sikunya pelan, tetap saja pria itu melamun, “Kenzo, lo kenapa, sih? Ngeri gue ngeliat lo kaya gitu.” Zidan masih berusaha membuat Kenzo kembali tersadar.
“Lo sakit?”
“Ken, lo sinting?”
“Lo depresi?”
“Lo kesurupan?”
Zidan menghela nafas kasar. Sepertinya ia lupa meskipun Kenzo tidak aneh karena kehilangan fokus, pria itu juga tak banyak bicara. Hanya Zidan satu-satunya teman yang bisa sabar dan mengerti sifat menjengkelkan dari Kenzo. “Gue tanya sekali lagi! Lo kenapa, sih? Pusing? Pengen muntah? Hamil, ya?”
Sangat bersemangat untuk menanyai Kenzo ini itu, Zidan hingga tidak sadar bahwa Gurunya sudah berada tepat di samping bangku mereka, “Zidan, kenapa kamu dari tadi ngoceh sambil ganggu Kenzo sih?”
“Liat tuh, Bu. Murid kesayangan Ibu dari tadi ngelamun gak merhatiin materi yang Ibu sampaikan,” adu Zidan pada Bu Ana.
Wanita paruh baya itu mengerutkan kening hingga membentuk beberapa lipatan. Apa yang dikatakan Zidan memang benar, Kenzo terlihat aneh. Beliau menepuk pundak Kenzo dengan pelan, “Kenzo, kamu sakit?”
“Ya elah Bu, kalo modelan kaya Kenzo aja salah dikit dikira sakit, kalo kaya kita-kita dikira kerasukan.” Ardan, teman satu kelas Kenzo juga ikut menyuarakan pendapat tak pentingnya.
Dengan kompak, satu kelas mengacungkan jempol kanannya. Bu Ana tidak mau ambil pusing dan hanya mengedikkan bahu, “KENZO!” teriak Bu Ana memperbesar volume suaranya.
Laki-laki itu tersentak kaget, bolpoin yang semula dibawanya jatuh ke lantai hingga menggelinding, “I-iya, Bu. Ada apa?”
“Lah kok balik nanya saya? Kamu yang ada apa! Kenapa tiba-tiba ngelamun terus? Sakit?”
Kenzo menggarung tengkuknya yang tak gatal. Seluruh teman satu kelasnya cekikikan melihat ekspresi Kenzo yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya. Kenzo yang biasanya selalu tampak tenang, kini bingung. “Saya cuma pusing, Bu,” jawab Kenzo pada akhirnya.
“Mau ke UKS?”
Pria yang duduk di samping Kenzo tanpak berbinar dan tersenyum cerah, “Iya Ken, ke UKS aja biar gue yang anter.” Zidan hendak berdiri dengan sangat semangat.
“Alesan aja lo Zidan!” sahut Ardan.
Ardan dan Zidan itu kembar yang berada dalam satu kelas. Wali kelas sudah menyuruhnya untuk pisah bangku agar tidak terjadi keributan. Karena mereka berdua tidak bisa diam, cerewet, jahil dan jika sudah berbicara akan lebih pedas dari admin akun gosip. Mereka tukar bangku dengan teman sebangkunya Kenzo yang dulu juga. Si Kembar identik, mereka sangat sama, wajahnya sama serta sifatnya juga sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHEA [Completed]
Jugendliteratur[Belum direvisi] Rhea harus sabar menghadapi sikap Kenzo yang datar, dingin dan kaku. Sementara Kenzo dalam diamnya, ia merutuki tingkah gadis yang dipercayakan serta dititipkan di rumahnya itu. Gadis yang awalnya pemalas mendadak rajin karena harus...