Chapter 42.

2.5K 190 12
                                    

⚠️Peringatan : Part ini mengandung beberapa umpatan kasar.

Baca catatan di akhir juga, ya!

•••

Plak!

"Bangsat, lo ngapa mukul gue, babi?!" kesal Rhea. Gadis itu memegang pipinya yang baru saja memerah karena tamparan temannya. "Temen minus akhlak lo,"

Mitha menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Serba salah, tingkahnya di mata Rhea saat ini. Sejak tadi, Rhea uring-uringan yang dilampiaskan kepada Mitha. Sungguh, tidak habis pikir dengan kelakuan Rhea. Sebenarnya tadi, Mitha hanya refleks sekaligus kesal karena Rhea membuatnya kaget dengan suaranya yang cempreng.

“Gue nggak sengaja,” Gadis itu duduk di samping Rhea, masih berusaha mengatur deru napasnya. “Ya, tapi, syukurlah kena tamparan dari gue.” sambung Mitha santai tanpa beban.

Tidak ada sahutan lagi dari Rhea, ia segera menuju tengah lapangan. “Ye, sialan! Ditungguin malah ninggalin. Definisi gak tau diri!”

Rhea berlari kencang, ia sudah siap mendaratkan tubuhnya di atas matras yang empuk.

Brukk!

Lantai datar dan keras lapangan ditubruk oleh badan kecil Rhea. Padahal awalnya, tujuan Rhea adalah menidurkan badannya di atas matras untuk Olahraga. Salah satu temannya, sedang menjahilihi Rhea dengan cara memindahkan matras. Gelak tawa terdengar dari seluruh teman-teman satu kelasnya. Termasuk Mitha. Benar kata orang, jika seseorang jatuh dengan posisi konyol, maka sahabtnya yang akan tertawa paling depan.

“Ngakak gue babi!” Mitha memegang perutnya yang mulai terasa sakit karena tertawa tanpa henti.

Berbanding terbalik dengan orang lain ketika jatuh di tempat umum, Rhea justru kesakitan dan tidak malu sama sekali. Dirinya sibuk memjat bagian tubuhnya yang remuk.

“Anjing! Nggak ada otak lo, Ja!” ketus Rhea kepada temannya yang jahil, Jalu.

Jalu tidak merasa bersalah, ia terlarut dalam tawanya. Rhea menatap Jalu kesal, untung saja Pak Ridwan sedang ke kamar mandi, jadi ia bebas untuk mencaci maki dengan perkataan kasar kepada Jalu. “Lo pasti lahirnya dalam keadaan kayang, atau malah salto?” sewot Rhea.

Rhea mencoba berdiri, akan tetapi badannya ambruk lagi. Sungguh, rasanya sangat sakit. “Bantuin gue, Sat! Sakit beneran.”

Jalu panik setelah melihat Rhea benar-benar kesakitan. Pria itu mendekati Rhea, tangannya terulur untuk menolong dan menggendongnya.

“Minggir.”

Di tengah kesunyian para siswa, suara seorang laki-laki membuat semua mengalihkan pandangan. Jalu, langsung menjatuhkan kaki Rhea yang sebelumnya ingin ia angkat dan antar ke UKS. Jalu mengernyitkan dahi, sepertinya pria itu tengah memberinya peringatan agar menyingkir dari Rhea. Dengan senang hati, Jalu menjauhkan diri dari Rhea.

Kenzo, berjalan dengan tatapan menusuk ke arah Jalu. “Lo kalo bercanda jangan keterlaluan. Bahaya, ngerti nggak lo?!” ketusnya.

Tanpa diduga, Kenzo mengangkat tubuh Rhea dan membawa gadis itu ke UKS. Aksi itu tentu saja tidak luput dari tatapan murid lain. Mereka berdecak kagum karena sikap Kenzo. Selain ganteng, ia juga peduli dengan seorang gadis.

“Astaga! Baper dedek, Bang!”

“Eh Jalu, dorong gue, dah. Dorong! Sampai jatuh ke lantai biar digendong sama Abang Kenzo.”

“Ya Allah, nggak salah gue jatuh cinta sama Kenzo.”

“Ganteng bangettt!!”

Sekiranya, itulah beberapa penggal teriakan kaum hawa yang melihat Kenzo memboyong tubuh Rhea. Jangankan orang lain, Rhea sendiri saja tertegun dengan kelakuan Kenzo. Jarak wajah Rhea dengan Kenzo terkikis, mereka sangat dekat. Rhea menatap lekat Kenzo, jantungnya berdebar. Sementara Kenzo, hanya memperhatikan jalan agar tidak salah belokan atau tikungan. Salah sedikit, bisa kena tikung.

RHEA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang