"Iya, Pa. Tapi Rhea pengen pamit sama mama..." Mata Rhea berubah menjadi layu dan sendu.
Andri mengelus puncak kelapa putrinya, tatapannya berubah menjadi sayu, "Tapi Rhea, mama kamu kan sudah tidak ada,"
"Rhea mau ke makamnya Mama,"
"Tidak bisa Rhea, sebentar lagi kamu berangkat." Rhea mengangguk pasrah pada kenyataan bahwa mamanya sudah tidak ada lagi di dunia, dan sekarang ia tidak bisa menemui Ziya-Mama Rhea ke makam karena sebentar lagi pesawatnya akan segera berangkat.
****
Rhea celingukan dengan bingung karena sedari tadi ia sudah sampai di Bandara Juanda, Surabaya, akan tetapi sudah satu jam lamanya tidak ada yang menjemputnya.
Gadis beralis tebal itu menenteng dua koper besar berwarna hitam, mencoba mencari jemputannya.
Tiba-tiba, kerah baju belakangnya ditarik oleh seseorang bagaikan kucing membawa anaknya, "Heh! Lepas! Lo siapa? Lepas!" Elaknya tak terima dengan pria yang tega menarik kerah bajunya.
"Lo cowok gak sopan banget, sih! Narik-narik baju anak gadis orang. Jangan bilang kalo lo mau nyulik gue? Tapi kalo diliat-liat dari muka lo kok lo orang baik ya? Cakep pula, eh. Maksutnya jelek." Rhea terus saja mengoceh karena pria itu terus menarik bajunya agar mengikutinya.
"Woy, kalo ditanya jawab!" Rhea tetap meronta tidak ingin menyerah. Padahal, pria itu sama sekali tak menatap wajahnya.
“UDAH JELEK, SOMBONG LAGI!!”
"Diem!" Pada akhirnya pria itu berbicara meskipun dengan singkat dan nada ketusnya.
"Wah, lo salju dari kutub man, sih? Jawabnya gitu doang."
Pria itu tidak menggubris Rhea lagi. Akan tetapi, masih menarik kerah baju Rhea, tanpa membantunya membawakan koper yang sejak satu jam yang lalu ia tenteng di tangan kanan dan kirinya, dan juga sebuah tas ransel di punggungnya.
"Mobil siapa ini? Penculik, kah? Jangan culik gue dong, gue belum kawin nih sama cowok gue." Oceh Rhea yang dimasukkan ke mobil hitam dengan kasar oleh pria itu.
"Jalan, Pak!" Perintah pria itu kepada supir pribadi keluarganya agar melajukan mobilnya.
"Fix, gue udah buat kesimpulan. Lo itu pria dingin dari kutub Barat, dinginnya melebihi air panas yang sedang mendidih," Rhea terus saja bicara tanpa henti dan tanpa berpikir.
"Diem!" Bentak pria itu akan tetapi tidak terlalu keras.
****
Mobil hitam memasuki pekarangan rumah besar dan minimalis itu.
Rhea keluar dari mobil setelah pria itu keluar terlebih dahulu, "Tungguin napa?" Teriak Rhea.
Merasa kacang yang harganya sedang mahal, Rhea mengambil koper di jok belakang dan hendak masuk ke rumah sendiri, ia sudah menduga bahwa ini adalah rumah Aldi dan Lyra, hanya saja Rhea tidak tau siapa pria dingin tadi.
"Biar saya bantu, Non." ucap supir yang membawa mobil tadi.
Rhea tidak menyia-nyiakan kesempatan, ia langsung mengiyakan, karena ia merasa sangat lelah.
Rhea berjalan santai memasuki rumah sahabat papanya, hari sudah larut malam dan sekarang ia sangat mengantuk. "Halo Rhea sayang, udah sampai?" Lyra menyambut Rhea yang baru saja memasuki rumahnya.
"Sudah, Tante." Jawab Rhea yang sudah mulai paham dengan penculikan yang dilakukan oleh si pria dingin dari kutub Barat tadi.
"Ayo masuk, kamu tidur dikamar sebelahnya Kenzo, ya." Lyra merangkul pundak Rhea yang sedikit lebih pendek darinya.
Rhea menautkan alisnya menjadi satu, "Kenzo? Siapa itu?"
"Kamu nggak tau? Kenzo 'kan anaknya Tante, yang jemput kamu tadi."
"Oh, jadi cowok salju itu anaknya Tante Lyra sama Om Aldi?"
Lyra mengangguk dan membuka pintu kamar yang berwarna coklat keemasan itu.
"Om Aldi kemana?"
"Udah tidur dari tadi. Yaudah kamu ganti baju terus tidur, ya."
"Siap, tante." Kata Rhea yang bersemangat mendengar kata tidur.
****
Kring...kring...kring...
Suara alarm jam weker begitu nyaring menyelusup masuk ke telinga gadis yang masih terbaring di ranjang king size berwarna biru tua itu.
Kring....kring...
Alarm terus berbunyi, dan pada akhirnya gadis itu terbangun dari alam mimpinya. Ia perlahan membuka matanya untuk mengumpulkan separuh nyawanya yang bertebaran kemana-mana. "Duhh...kayaknya gue gak nyalain alarm." Katanya sambil menguap kecil.
Padahal, sejak tadi bunyi alarm sudah bergetar. Namun, gadis itu tidak menyadarinya.
"Tuhkan, masih jam setengah 6, ini kan hari Minggu. Dan biasanya gue bangun jam 9."bGerutunya lagi.
"Aishh..sekali bangun pasti ga bisa tidur lagi."
Rhea bangkit dari tidurnya hendak berjalan-jalan pagi keliling sekitar rumah. Ia ganti baju yang semula menggunakan piyama, kini berubah menjadi kaos putih oblong dan celana jeans pendek diatas paha.
"Pagi, Tante," Rhea menyapa Lyra yang sedang menyapu rumah padahal sudah ada asisten rumah tangga.
"Pagi Rhea, mau kemana?" Sapa Lyra balik.
"Mau jalan-jalan tante, boleh kan?"
Lyra mengangguk, "Boleh, tapi jangan jauh-jauh."
"Oke, Tante."
****
Rhea berjalan sendiri di pinggir jalan yang juga banyak orang untuk olahraga pagi.
Gadis itu melewati rumah yang sepi, memiliki gerbang tinggi, dan di halamannya ditumbuhi oleh beberapa macam tumbuhan dan rumput liar, dan gerbang yang tinggi itu ditumbuhi oleh lumut.
Rhea mengintip rumah itu, kenapa misterius sekali, pikirnya. Di sebelah rumah itu terdapat selembar kertas yang yang di print dan di laminating tertempel di sebelah gerbang.
Kertas itu bertuliskan 'AWAS, ANJING GILA!'
Rhea begitu tak menghiraukan peringatan yang tertera disana. Rasa penasaran akan rumah itu memenuhi benaknya dari pada takut oleh Anjing Gila.Matanya membelalak kaget melihat hewan berwarna hitam sedikit kecoklatan yang sedang menatapnya dengan galak.
Nyalinya menciut, rasa ingin tahu yang ia tahan sedari tadi hilang begitu saja."ANJENG!!!"
Bersambung...
Terima kasih yang sudah membaca!❤✨
Bisa mampir di profilku dan jangan lupa follow!
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
RHEA [Completed]
Teen Fiction[Belum direvisi] Rhea harus sabar menghadapi sikap Kenzo yang datar, dingin dan kaku. Sementara Kenzo dalam diamnya, ia merutuki tingkah gadis yang dipercayakan serta dititipkan di rumahnya itu. Gadis yang awalnya pemalas mendadak rajin karena harus...