Empat tahun yang lalu...
"Jeno, kamu mau ya donorin mata buat saudaramu?"
Seketika, Jeno tertegun. Remaja berusia tujuh belas tahun itu menutup buku tulis fisikanya. Selama beberapa detik Jeno tidak berkutik. Otak pintarnya masih mencerna perkataan Lee Taeyong, kakaknya.
Tanpa diketahui Taeyong. Dalam diam, Jeno menangis dalam hati. Perkataan yang dengan mudah meluncur dari mulut kakaknya, seolah meremas kuat hati Lee Jeno.
"Jeno?"
"Eh, iya kak?" Jeno akhirnya mendongak, memandang sang kakak yang berdiri di samping kursinya.
"Kamu mau kan?"
Taeyong bukan memintanya, tapi menuntutnya. Dari ucapan yang ditekankan kakaknya, Jeno mengerti kakaknya itu memaksa.
Aku tahu, aku tahu selama ini kakak benci aku. Tapi, kenapa kakak pengin aku kehilangan mataku? Kenapa kakak harus minta aku? Batin Jeno merintih.
Taeyong bahkan tidak dapat membaca sendu yang terpancar dari manik mata adiknya yang menatapnya. Pria dewasa berkaus putih itu menghela napas berat. Rambutnya acak-acakan dan raut wajahnya menyimpan derita yang begitu kentara. Pria itu frustasi memikirkan kondisi Haechan pasca anak itu kecelakaan karena balapan motor liar.
Haechan divonis tidak bisa melihat. Haechan yang berbuat salah, tapi mengapa Jeno yang harus membayar akibatnya. Mengapa harus Jeno yang menanggung akibat dari kesalahan yang diciptakan Haechan.
Jeno sama sekali tidak mengerti.
"Jeno?"
Taeyong menatapnya menuntut. Seolah melalui matanya, pria itu menegaskan bahwa Jeno harus mengikuti keinginannya.
Mengingat Jeno belum pernah membuat kakaknya bahagia selama ini, dengan sesak yang menggerogoti dada Jeno mengangguk lemah.
Taeyong mengulas senyum bahagia.
"Aku akan kasih tahu kabar baik ini ke Haechan. Aku akan kasih tahu kalo dia ada harapan bisa melihat lagi."
Taeyong sangat girang. Meski sadar, ia mengabaikan air mata Jeno yang baru saja tumpah. Pria itu menepuk bahu Jeno dua kali. Masih tersenyum lebar, sosok jangkung Taeyong berjalan keluar kamar Jeno. Sosok Taeyong hilang setelah pintu kamar ditutup.
Jeno menunduk seraya terisak. Hidupnya sebentar lagi akan gelap. Namun, ia senang bisa membuat kakaknya bahagia seperti beberapa menit lalu. Jeno tidak tahu bagaimana ia menghadapi hidupnya yang sebentar lagi tidak berwarna.
Mungkin, setelah ini kalut akan merenggut senyum Jeno. Kalut menenggelamkannya ke dasar laut kesedihan paling dalam. Matanya akan segera diambil, entah kapan, yang pasti dalam waktu dekat.
Hanya demi kakaknya, Lee Taeyong. Demi memberikan kebahagiaan pada kakaknya yang selama ini belum pernah Jeno beri. Dengan berat hati Jeno mengikuti keinginan kakaknya.
Kini dikeheningan, Jeno bersedih seorang diri. Hembusan angin dari jendela kamarnya yang malam ini belum ditutup, tidak cukup menghibur Jeno yang terisak pilu. Hati Jeno sangat sakit, bercerita kepada angin tak membuat kesedihannya pudar.
"Mama, papa..." Lirih Jeno memandang foto kedua orangtuanya yang terletak di dekat tumpukan buku di atas meja belajar.
Tangan Jeno yang gemetar, meraih foto itu. Genangan air mata tumpah begitu saja ketika Jeno menatap sendu ketiga orangtuanya dalam foto.
Papanya berdiri ditengah, di sebelah kanannya seorang wanita bergaun biru selutut dan berambut panjang adalah ibu kandungnya. Di sebelah kiri papanya, seorang wanita bersweater merah dengan rambut lurus sepundak adalah ibu tirinya, ibu kandung Lee Taeyong dan Lee Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Open Your Eyes
FanfictionDia buta, pemarah, dan kasar. Namanya Lee Jeno. Seorang pemuda yang tidak sempurna. Hidupnya jauh dari kata bahagia setelah Lee Taeyong memintanya mendonorkan mata untuk Lee Haechan. Lalu bagaimana seorang Lee Jeno menjalani hidupnya yang kelam? Bi...