Secret

380 44 13
                                    

Neon cham moksoriga johasseo
(Suaramu sangat bagus)
Gati georeul ttae deo johasseo
(Bahkan lebih baik ketika kita jalan bersama)
Geurae geureol ttaega isseosseo
(Ya, aku ingat saat-saat itu)
Gadeum sirige saranghaesseossdeon nal isseosseo
(Itu adalah hari-hari aku mencintaimu sampai hatiku sakit)
Neon naege maeil cheossarang
(Kamu adalah cinta pertamaku setiap hari)
Bomnuni odeut geureohge naneun gidaryeo
(Sama seperti salju dimusim semi, aku menunggumu)
-First Love, Sondia-








"Saran gue, lebih baik lo lupain Karina."

Sore itu, di kafe, mendengar perkataan bernada tegas yang keluar dari mulut seorang wanita berambut coklat panjang di seberangnya duduk, menyebabkan Lee Jeno mendengus kesal.

Sejujurnya, dibalik diamnya Jeno, pria berkemeja hitam tersebut tertohok. Terjebak di antara kenangan dan harapan, juga kenyataan pahit yang belum usai dicerna otak cerdasnya dan enggan diterima hatinya.

"Lo pasti punya alasan ngomong kaya begini. Jelasin ke kita, Sell, apa alasannya!"

Itu bukan Jeno yang menyahut, melainkan Lucas yang duduk di sebelah Jeno.

Wanita cantik berdarah Jepang itu mengulas senyum misterius. Kedua manik matanya menatap intens dua pria yang duduk di seberangnya. Lucas dan Jeno.

"Dia nggak sebaik dan sepolos yang kalian pikirin."

Mendengar kalimat itu, Jeno mendengus. Raut wajahnya sudah tidak bersahabat sedari tadi.

"Kalo ngomong bisa gausah berbelit? To the point! Sebenernya Karina kenapa? Lo bilang, lo tau alasan Karina pergi gitu aja tanpa pamit semalem. Please, kasih tau!" Tekan Jeno, nada suaranya tegas dan berat. Akibat kesal yang menguasai hatinya, tangan kanannya di atas meja mengepal.

"Gue heran. Semalem kan dia ujug-ujug datang. Terus ngebela Jeno dari bully-an si Haechan sama temen-temennya yang akhlaknya pada ketinggalan dirahim maknya. Tapi kok belom ada lima menit, dia langsung pergi nggak ngomong apa-apa. Why?" Lucas mengernyit, menatap wanita Jepang itu menuntut. "Nggak mungkin dia nyeri huntu terus nggak bisa ngomong. Dan nggak mungkin juga dia kebelet beol." Setelahnya, tertawa hambar.

Wanita bergaun selutut warna abu itu, terlihat tenang saat mendengar penuturan Lucas. Akan tetapi, sejujurnya ia gelisah. Dalam benaknya memang ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan. Dan dirinya tidak sampai hati untuk mengungkapkan 'sesuatu' tersebut kepada mereka. Lantas kalimat yang sering keluar dari mulutnya, tidak utuh.

Tidak heran Jeno dan Lucas gemas setengah mati pada wanita tersebut.

"Karina bukan cewek baik-baik."

"Giselle!" Jeno tersulut emosi.

"Jeno!" Giselle berseru, tidak ingin takluk. "Gue ngomong fakta." Tegasnya.

"Untung lo cewek, kalo lo cowok udah gue bikin babak belur. Yang gue tau, Karina itu gadis baik. Gue kenal sifat dia, dia dewasa, kalem, lemb-"

"Itu dulu, Jen." Sela Giselle, "Itu dulu. Sekarang dia udah jadi orang yang berbeda." Tekannya.

"Orang yang berbeda? Maksudnya? Perasaan malem, nggak ada yang berbeda dari Karina yang dulu sama sekarang. Sama-sama kurus dan cantik." Lucas kebingungan sendiri.

Open Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang