Misguided

527 80 7
                                    

Hidup dalam ketakutan dan kesendirian, tentu membuat Jeno merana.

Seperti saat ini. Pria bertubuh jangkung itu tengah berbaring di atas ranjang dalam posisi miring. Seluruh tubuhnya ditutupi selimut warna biru, warna kesukaannya. Namun hal menyakitkan dari itu, ia tidak bisa melihatnya. 

Dalam selimut itu, ia tidak benar-benar tidur.

Jeno sedang menangis. Satu fakta yang sering dilakukan pria bermarga Lee tersebut. Bukannya Jeno cengeng, bukannya Jeno lemah. Jeno hanya tertekan. Hinaan dari Haechan yang mengatakan hidup dirinya tidak berguna, kini terngiang dalam benaknya.

Secara perlahan, Jeno jadi beranggapan bahwa dirinya memang lah tidak berguna dan tidak sepatutnya hidup. Dengan kata lain, ia berpikir kematian mungkin hal terbaik untuknya.

"Ibu... Ayah... Hiks. Aku pengin ikut kalian." Lirih Jeno.

Tok Tok Tok

"Jeno, kamu udah tidur?"

Jeno buru-buru menghapus air matanya dan memejamkan matanya. Sementara di ambang pintu kamar, seorang Mark Lee berdiri menjulang. Ia datang dengan tangan tak kosong, ia membawa piring berisi makan malam dengan porsi sayuran lebih banyak.

Sambil terdiam dengan perasaan perih, Mark memperhatikan tubuh saudaranya yang tertutupi selimut warna biru. Rautnya sedih.

Tadi, usai pulang membeli eskrim yang ditraktir Jaemin, Taeyong menghampirinya dan berbicara to the point padanya.

"Mark, Jeno belom makan. Tadi dia mewek abis diledekin sama Haechan. Nanti lo datengin dia ya." Itu kata Taeyong yang sekarang terngiang dalam kepala Mark.

Sampai sekarang, Mark tercekat. Pria berambut legam tersebut menghela napas jengah kemudian. Ia menduga Jeno sudah tertidur dalam kondisi kelaparan. Satu kenyataan yang membuat Mark dipenjara dalam pilu.

Mark membawa langkahnya mendekati ranjang Jeno. Duduk ditepi ranjang dengan sorot mata nanar yang belum terlepas kepada Jeno.

"Jen, bangun dulu yuk. Kamu harus makan!"

Mark bersuara dengan lembut. Mengelus kepala Jeno yang tertutupi selimut, elusannya memberi kehangatan untuk saudara yang sangat ia sayangi.

"Jeno sayang, Jeno saudaraku, Jeno matahariku, bangun dulu yuk. You have to have dinner. Gimana kamu mau bersinar dihati aku kalo kamu nggak mau makan."

Sesaat, Mark menghela napas berat. Sambil menahan sesak didadanya, ia mencium kepala saudaranya yang tertutupi selimut. Mengerahkan kasih sayang yang ia miliki untuk saudaranya, Lee Jeno.

Tidak lama kemudian, Jeno membuka selimut yang menutupi kepala dan wajahnya. Posisi Jeno berbaring saat itu, posisinya membelakangi Mark. Jeno bangun dan menjadi duduk di ranjangnya.

Dari wajah Jeno yang hidungnya memerah dan kelopak matanya bengkak, membuat Mark yakin saudaranya itu habis menangis. Mark yakin penyebab tangisan Jeno adalah perkataan Haechan yang terkesan menghina.

Mengabaikan sesaknya, secara perlahan senyum Mark terbit. "Makan dulu yuk. Ini piringnya."

Mark mendaratkan piring yang ia pegang ke tangan Jeno. Jeno menerimanya tanpa berbicara.

Mark memperhatikan Jeno makan kemudian. Jeno makan dengan sangat lahap, sangat. Sepertinya Jeno memang sangat lapar dan Mark yang detik ini menahan air matanya agar tidak jatuh, diterkam rasa bersalah karena membiarkan Jeno yang tidak bisa melihat apa-apa kelaparan.

Mark menyesal, seharusnya tadi ia tidak membiarkan Haechan memakan jatah makan malam Jeno. Makanan yang saat ini Jeno makan, Mark beli dari restoran.

Open Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang