Memperbaiki Hubungan

586 61 19
                                    

Siang itu, motor skuter hitam milik Taeyong diparkirkan di parkiran pemakaman yang senyap. Pria yang menawan nan tampan dengan turtleneck hitamnya itu tidak seorang diri.

Taeyong membonceng seorang wanita.

Selepas melepas helm masing-masing, Taeyong dan wanita cantik itu turun dari motor kemudian. Kedua insan itu membawa langkah hendak memasuki makam.

Taeyong menghela napas pendek, "Bibi sering nyuruh aku, kalo aku udah punya kekasih, harus segera dikenalin." Ujarnya, terpancar sedih dari wajah dan nada suaranya. "Baru kali ini aku memantapkan hati buat aku ngenalin kamu ke wanita spesial yang udah aku anggap ibu kandungku sendiri."

Wanita yang berjalan di samping Taeyong mengulum senyum sedih, menggenggam sebelah tangan pria bermarga Lee itu yang menganggur. Menyalurkan kehangatan, seolah melalui tindakannya wanita itu bertekad tidak akan pernah meninggalkan sang kekasih.

Menelusuri makam-makam yang berjejer apik dan teratur, akhirnya sepasang kekasih itu menemukan makam bibi dari kejauhan. Akan tetapi, kaki keduanya mendadak direm.

Taeyong dan kekasihnya sama-sama hanya bisa membeku dengan mata melebar efek terkejut. Tatkala mendapati sesosok pria berhoodie abu-abu di samping makam bibi, sedang mengungkapkan isi hati sambil berderai air mata.

"Mungkin setelah aku di Kanada, aku bakal ngerasa lebih kesepian dari ini. Aku takut. Aku nggak mau berpisah dari orang-orang yang aku sayangi. Kalo aku di Kanada, aku sedih, aku nggak bisa datang ketemu bibi."

Ungkapan yang terlontar dengan suara gemetar itu terdengar memilukan. Isakannya bagai ribuan jarum yang menusuk hati Taeyong dan kekasihnya.

Diselimuti atmosfir sendu, sejenak sepasang kekasih itu saling mempertemukan pandangan. Sorot tatapan mereka nanar.

Kekasih Taeyong melepas napas berat, "Bagaimanapun, dia adikmu." Ujarnya, tersenyum lembut. Dirinya sudah tahu mengenai permasalahan yang menimpa keluarga Lee, Mark yang memberitahunya.

Muak, Taeyong membuang muka.

"Iya, Jeno cuma adik tiri."

"Kamu sayang?"

"Sama siapa?"

"Adikmu."

Taeyong sebenarnya bimbang. "Nggak, Jennie. Eh, iya. Eh, nggak deh. Eh, iya. Eh, nggak nggak. Eh, tapi... iya deh."

Jennie tertawa teduh.

"Kamu liat betapa tulusnya orang di samping makam bibi kamu, Jeno, yang kalian tolak sebagai keluarga. Ngeliat sekali aja aku tau, Tae, Jeno itu orang baik. Jangan sakiti dia. Sebaiknya lunakan hati kamu, terima Jeno, sayangi dia seperti kamu menyayangi Haechan."

Dengan wajah tak bersahabat, Taeyong menoleh. Begitu mendapati wajah cantik Jennie terukir senyum tipis yang tulus dan arah pandang yang bersorot nanar ke Jeno. Entah mengapa Taeyong jadi urung sarkas.

Padahal sebelumnya pria itu sempat emosi karena kekasihnya mengungkit tentang Jeno.

"Jeno rindu kasih sayang keluarganya. Anak itu kesepian, dia merana, Tae. Sebagai pria dewasa yang dapat berpikir jernih sekaligus seorang kakak, bisakah kamu buka hati kamu? Temani Jeno, kamu nggak ngerti seberapa sakit dia mendapat penolakan." Jennie menoleh, membalas tatapan tajam pria jangkung di sebelahnya.

Tatapan tajam Taeyong berubah, semakin nanar. Pria itu menghela napas berat.

"Sepertinya perkataan kamu nggak salah." Balas Taeyong lirih.







"Dad, please don't bring Jeno to Kanada!"

"Urusannya sama kamu apa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Open Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang