Mirisnya Jeno

2.2K 216 31
                                    

PRANG

Seketika Jeno panik.

Tanpa sengaja ia baru saja menjatuhkan piring dari meja makan hingga pecah dan berantakan di lantai. Lebih tepatnya, tersenggol sikunya sendiri. Bukan salah Jeno, namun piring kaca putih itu terletak terlalu menepi. Jadi bukan tidak mungkin jika orang berpenglihatan normal saja bisa tak sengaja menjatuhkannya.

Dalam sekejap, tubuh pria jangkung itu gemetaran. Ia yakin dalam waktu beberapa detik, Haechan atau Taeyong akan mendatanginya bertujuan untuk marah.

Jika mereka memang ada di rumah.

"Jen, kamu nggak papa?"

Kening Jeno berkerut setelah pertanyaan itu terlontar dari orang yang baru saja tiba di ruang makan. Ia bisa merasakan orang itu kini berada di hadapannya.

"Mark?"

"Yes, I am Lee Minhyung alias Mark. Haha."

Jeno menghela napas lega. Meski ingin ikut tertawa garing seperti saudara sepupunya itu, namun ia urung.

Jeno tentu tahu saat Mark berjongkok untuk mengambil pecahan piring yang berserakan di lantai. Agak merasa bersalah, Jeno ikut berjongkok. Akan tetapi, suara Mark yang melengking membuatnya tersentak kaget.

"Kalem!" Bentak Jeno sudah berjongkok.

Mark tergelak.

"Aku aja yang beresin. Kamu diam di tempat! Jangan gerak! Takut kena beling." Peringat Mark sambil memasukan pecahan piring ke dalam kantong kresek putih yang kebetulan dapat dari dalam saku celananya.

Jeno diam saja. Ia masih berjongkok dengan pandangan yang mengedar kemana-mana. Pria itu tidak dapat melihat apapun, miris sekali. Ia jadi sedih sudah merepotkan saudara sepupunya.

"My parents lagi go kencan. Kak Taeyong sama Haechan ngider nyari cemilan ke supermarket." Ujar Mark tiba-tiba, sesekali melirik Jeno yang murung.

Menyadari raut sedih Jeno yang menurutnya merasa bersalah, Mark mengusak rambut legam pria itu. Sama sekali tanpa sepengetahuan Jeno, Mark tersenyum. Senyum tulus yang menandakan bahwa Mark sangat menyayangi Jeno.

"Jangan galau gegara mecahin piring doang! Aku yang nyeburin hape Kak Taeyong ke WC aja nggak galau. Ingat selalu! Harga piring lebih cheap daripada harga hape." Mark tergelak, kemudian lanjut memasukan pecahan piring ke dalam plastik.

Andai Jeno tahu bahwa jari Mark berdarah karena tak sengaja tertusuk tepian beling, maka pria berkaus hitam itu akan semakin diterkam rasa bersalah. Alhasil dengan sikap cerianya, Mark bertingkah seolah ia tak merasa kesakitan. Padahal darah yang keluar dari jarinya tak kunjung berhenti.

Jeno tidak mempermasalahkan harga piring yang jauh lebih murah dari ponsel. Namun, melalui indra penciumannya yang tajam, Jeno jadi tahu bahwa anggota tubuh Mark ada yang berdarah. Alih-alih bertanya tentang kondisi Mark, ia memilih bungkam.

Semenjak tidak dapat melihat, indra penciuman dan pendengaran Jeno jadi lebih tajam. Tentu, itu didapatkan dengan usaha keras selama berbulan-bulan untuk mengasahnya, tidak manasuka langsung menguasai kemampuan tersebut.

"Kamu udah makan belum?" Mark berdiri.

Jeno yang merasakan gerakan berdiri Mark, ikut berdiri.

"Belum ya? Di rumah cuma ada nasi, aku masakin telor mau ya?"

"Iya." Jeno tersenyum sangat tipis. Saking tipisnya, Mark tidak menyadari bahwa Jeno sedang tersenyum.

"Aku buang sampah beling dulu. Kamu duduk aja dulu!" Mark membawa Jeno berjalan ke kursi di dekatnya.

Open Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang