Enam belas

25 5 2
                                    

Happy reading guys
.
.
.
.
.
'ketika semua dilakukan, tak ada yang bisa dikatakan.'
.
.
.
.
.

Sebuah portal hitam muncul setelah Kenzo membaca mantra, menggunakan kode matanya Kenzo meminta semuanya untuk masuk, Khanza yang sudah muak bergegas memasuki portal, namun sebelum itu Dirga menariknya dan mengecup singkat dahinya.

"Baik-baik disana," ucap Dirga yang dibalas anggukan dan senyuman singkat dari Khanza.

Setelah Khanza masuk disusul dengan Deluna dan Kenzio yang memang sudah tidak memiliki alasan untuk tinggal.

"Benar-benar ingin langsung pergi?" Tanya Flo membuat forenzo tertawa singkat.

"Bukankah tadi kita sudah menghabiskan waktu?" Tanya forenzo karna memang tadi ketika Flo menjemput mereka ke negri Aurora mereka sempat sedikit menghabiskan waktu, yah mungkin itu sedikit kesalahannya mengapa mereka sedikit lama, ingat lah kata SEDIKIT!

"Ya tapi kan-"

"Cepat atau lambat kau juga akan menghampirimu lagi," ucap forenzo memotong membuat Flo bingung.

"Maksudnya?"

"Tanyakan saja pada ibumu, dia tau semuanya," jelas forenzo mengajak rambut Flo membuat gadis itu tersipu.

"Hentikan, aku malu," ucap Flo membuat Dirga yang berdiri tak jauh darinya mendadak mual, mukanya bahkan sudah berubah menjadi hijau.

"HOI kalian, hentikan hal menjijikkan itu, sungguh membuat mual," teriak Dirga dengan tidak santainya membuat sebuah perempatan muncul di dahi Flo.

"KAU DIAM ATAU INGIN KU BUNUH? BARANG KALI GENDERUWO SEPERTIMU INGIN MATI DENGAN JALUR AKSELERASI?!" mendengar teriakan Flo Dirga entah bagaimana sudah berada di salah satu dahan pohon yang cukup tinggi, memeluk pohon itu dengan ketakutan seraya menatap Flo yang berada dibawah.

"Huweeeee, Lo emang gak bisa banget baik sama gue, kualat Lo entar!"

"Oh kayaknya Lo lebih milik mati jalur prestasi deh kayaknya!" Ucap Flo membunyikan jari-jarinya.

"Tidakkkkkkkkkk!"

Di tempat lain asya sudah hampir memasuki portal hitam itu, disampingnya istri dari Kenzo menggandengnya memberikan kekuatan.

"Asya..." Panggil Alaska pelan membuat langkah keduanya terhenti, namun asya hanya diam alih-alih menjabat panggilan Alaska.

"Maaf, seharusnya-"

"Terimakasih," ucap asya singkat membuat Alaska bingung, sedangkan jelita sudah Alaska titipkan pada keluarga nya, ia meminta izin pada istrinya itu untuk berbicara pada asya, dan jelita mengizinkan.

"Untuk?" Kali ini asya berbalik, namun ekspresi nya masih tak terbaca, untuk beberapa detik asya hanya diam mengamati wajah dari mate nya itu, ah atau mungkin setengah mate nya itu.

"Dua Minggu terakhir, aku berterimakasih untuk itu, selama itu aku selalu berfikir, mengapa kau tiba-tiba baik padaku, apa kamu benar benar sudah memaafkan ku dan melupakan semua di masa lalu, aku selalu berfikir apakah mungkin kamu mulai menyukaiku seperti aku menyukaimu, atau apakah kedepannya kita selalu bergandengan tangan, aku selalu berfikir apakah mungkin pada akhirnya kamu akan percaya padaku," ucap asya menengadah untuk memandang langit-langit, namun tak ada yang tau jika itu hanyalah alasannya untuk membendung air matanya.

"Akhirnya aku menemukan jawabannya, semua kebaikanmu, semua rasa nyaman yang kau berikan, hanyalah candaan dan serangan awalmu untuk rasa sakit di hari ini, pada akhirnya aku tau jika semua itu hanyalah bagian dari balas dendam mu atas semua yang pernah aku lakukan padamu, akhirnya aku tau..." Kali ini asya memandang Alaska dengan mata nya yang sudah berubah merah, rambut coklat bagian bawahnya perlahan berubah menjadi pirang, semakin menjalar, hingga kini setengah dari sambutnya berwarna pirang.

Light and darkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang