"Gue sayang lo, Ra. Makasih untuk semuanya, Aranya Nathan."Keduanya masih dalam menghangatkan tubuh masing-masing. Duduk di balkon kamar Nathan yang cukup luas, membuatnya nyaman ditambah suasana malam beserta angin sejuk yang menusuk di setiap kulit tubuhnya.
Ting!
Notif dari ponsel Ara membuyarkan kesunyian mereka. Waktu yang menunjukkan sudah hampir tengah malam juga mengingat waktunya pulang bagi Ara. Ara meraih ponselnya lalu mengecek pesan SMS dari seseorang. Ia sempat berpikir, kenapa jaman sekarang masih menggunakan SMS.
"Siapa, Ra?" tanya Nathan mendapati ketika wajah Ara yang terlihat menahan senyum.
"Pak Gilang nyemangatin Ara karena besok mau ujian."
Dengan bodohnya, Ara malah menjawab sejujur-jujurnya. Nathan bingung antara bersyukur atau ingin sakit hati. Dengan Ara yang menganggap Gilang hanyalah orang biasa atau yang ditakutkan malah Gilang merusak hubungan mereka.
"Ara," panggil Nathan lirih.
"Iya, Nathan. Kenapa?" sahut Ara.
"Kalau gue udah nggak ada--"
"Nathan ngomong apaan, sih?!" potong Ara cepat. Ia tidak mau mendengar kalimat Nathan selanjutnya. Hal itu membuatnya akan menjadi Ara semakin merasa bersalah.
'Gue nggak rela lo sama pak Gilang, Ra,' lanjut Nathan dalam hati.
"Gue antar pulang, ya. Udah malem," pinta Nathan.
"Nggak mau!" tolak Ara cepat.
"Nathan istirahat aja. Ara nggak apa-apa, kok, pulang sendirian."
"Bahaya perempuan pulang malam sendirian," ujar Nathan.
"Ara nggak takut sama siapa pun. Jingga mantan kamu aja aku lawan, kok," sombong Ara membuat keduanya tersenyum.
Nathan sudah tau, begitu juga dengan ketiga teman laki-lakinya. Tentu saja Ara yang memulainya. Seperti mempunyai kepribadian ganda. Saat di sekolah bak seorang pemberani, saat berhadapan dengan Nathan dan ketiga temannya adalah seorang ratu yang manja dan harus dituruti segala kemauannya. Tidak keberatan bagi mereka, karena itu adalah janji mereka. Memperlakukan Ara sebagai seorang ratu.
"Ayo, aku antar," ajak Nathan lembut membuat Ara tak mampu untuk menolaknya.
Ara lalu berdiri menyusul Nathan turun ke bawah menuju tempat di mana Ara menaruh sepeda motornya. Motor Nanik yang sudah dibawa pulang oleh Gilang dan Satria beberapa waktu lalu.
"Ara harusnya belajar karena besok ujian. Kenapa malah ke rumah Nathan?" basa-basi Nathan saat mereka sedang berjejeran menaiki motor masing-masing. Jalanan cukup sepi sehingga tidak terlalu menganggu pengendara lain.
"Bertemu Nathan adalah salah satu belajar."
"Belajar apanya?" tanya Nathan heran.
"Belajar mencintaimu. Hahaha!!!"
"Dasar, gendeng!"
Bersama Nathan adalah kebahagiaan Ara. Tak ada orang lagi yang membuat Ara bahagia seperti Nathan saat ini. Terima kasih untuk Nathan. Terima kasih sudah mengisi hari-hari Ara yang kesepian tanpa kedua orang tua. Terima kasih masih hidup untuk berjuang membahagiakan Ara.
Ara harap, tetaplah hidup untuk lebih membahagiakan Ara lagi, membahagiakan untuk kita selamanya. Berjuanglah! Orang-orang terdekatmu menunggu berita kesembuhanmu. Orang-orang yang menyayangimu menunggu tawa bahagiamu sepenuhnya tanpa menyembunyikan seutas luka yang menghalangi proses cerahnya masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Teen Fiction"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...