Hay, Argithan lovers
Eeaakkk!!!👧👩
👘👘 🍤🍣
🗻🗻🗻🗻🗻
Dua hari berlalu setelah Nathan mempunyai pacar baru. Ara hidup dengan sedikit perbedaan. Tadinya setiap pagi di jemput Nathan, sekarang terpaksa harus naik angkot. Dan apa kata Nathan? Dia bilang, sekarang prioritasnya adalah pacar barunya, Jingga. Bukan sahabat satu-satunya, Clara yang kerap di panggil Ara. Friendzone sesakit inikah?Dan malam ini, Ara akan mengunjungi rumah Nathan yang tanpa kabar berhari-hari. Setelah menutup pintu rumahnya, ia mengambil sepeda. Ponsel ia taruh di sakunya dan membiarkan begitu saja walau ada notif yang masuk. Yang ada dipikirannya sekarang adalah Nathan.
Angin menerpa wajah cantiknya. Jilbabnya berterbangan tertarik angin di ujung belakang. Ia tetap semangat mengayuhnya. Demi sampai di rumah Nathan. Tidak peduli begitu jalanan yang tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi juga. Ara harus berani. Ini demi Nathan. Ingat, Nathan dan Ara masih bersahabat.
Gerbang rumah Nathan masih terbuka. Ara bernapas lega. Namun tiba-tiba, salah satu pembantunya keluar. Mengunci pintu gerbang rumah Nathan. Bi Ami namanya.
Ara yang masih duduk di jok sepeda bertanya, "Bi, kok, gerbangnya di tutup?"
Bi Ami terlihat gugup. "Ehh, anuu--, Mb-mbak Ara, semuanya pergi ke rumah sakit. Ehh---aduh, ma-maksudnya, jenguk pacarnya mas Nathan di rumah sakit." Hampir saja ia keceplosan.
"Yang bener, dong, Bi Ami," ucap Ara greget.
"Iya, Mbak Ara. Bu Lilis, pak Bagas, sama mas Nathan pergi ke rumah sakit jenguk pacar barunya. Begitu kata mas Nathan tadi."
"Keluarga papa Bagas udah kenal banget, ya, sama pacar barunya Nathan. Kok sampai jenguk bareng-bareng segala?" tanya Ara kurang yakin dengan jawaban bi Ami.
"Ya, Bibi nggak tau, Mbak. Bibi di suruh mas Nathan kalo ada yang nyari ngomong begituan. Ya Bibi manut, lah," ucap bi Ami.
"Nathannya sendiri yang bilang, Bi?"
"Iya, Mbak. Kalo begitu, Bibi pulang dulu, ya. Udah di tunggu cucu Bibi. Hehehe, Assalamu'alaikum," pamit bi Ami.
"Wa'alaikumussalam. Buru-buru banget, Bi," jawab Ara lirih yang sudah terbawa angin oleh kepergiannya bi Ami.
Ara menuntun sepedanya. Ia belum ingin pulang. Ada niat untuk menunggu Nathan, tapi takut kemalaman. Apalagi nomor ketiga-tiganya tidak ada yang bisa dihubungi. Menyebalkan sekali.
Ara kembali menaiki sepedanya. Malam ini ia punya tujuan untuk menenangkan hatinya. Mencari angin. Meredakan amarahnya. Alun-alun kota. Jaraknya tidak terlalu jauh. Masa bodoh dengan kendaraan yang ia pakai. Ia hanya ingin menuruti kemauannya.
Ara terus berbicara sendiri.
"Bener nggak, sih, Nathan cinta sama Jingga? Bener nggak, sih, keluarga Nathan udah kenal sama Jingga? Jingga sakit apa, ya, sampai-sampai di jenguk keluarga Nathan? Hiksss---,"
Ara menangis malam ini. Rasanya sakit sekali. Nathan benar-benar berubah? Apakah ini yang sebenarnya Nathan? Apakah Nathan hanya pura-pura? Apakah Nathan hanya kasian pada Ara lantaran Ara anak broken home, lantaran dengan janji yang dibuat mereka saat kecil? Ara tetap menangis. Duduk di kursi taman alun-alun sendirian, lalu menangis. Seperti orang kentir saja.
Di sela tangisnya, Ara membuka ponselnya. Sedikit heran saat melihat ada notif dari gurunya yang menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Gilang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Novela Juvenil"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...