Di saat lagi asyik-asyiknya berduaan, Ara malah membawa nama seseorang. Walaupun hanya nama, rasanya benar-benar ingin membuang jauh-jauh nama itu darinya. Apa ia egois? Apa salah berusaha mencintai? Apa salah orang baru menyingkirkan orang lama? Apa salah ia berusaha menerima penawaran dari seseorang?
Gilang terobsesi oleh keinginannya sampai tidak sadar kalau nama Nathan masih ada di hati Ara. Setelah hilangnya Nathan, apa Ara siap menerima Gilang? Apa salah Gilang berharap?
Nyatanya ia sadar diri. Ia bukan apa-apanya di banding Nathan yang selalu ada untuk Ara. Ingat, Gilang, kamu hanyalah orang baru yang tiba-tiba di beri penawaran untuk menjaga Ara setelah perginya Nathan. Dengan segala kebaikan hatinya, Gilang pun berdoa semampunya untuk kesembuhan penyakit Nathan. Ia tidak mau melihat Ara terpuruk kehilangan Nathan, sahabat kesayangannya.
"Saya memang kesurupan, Arang."
Gilang bangkit dari duduknya. Tangannya masih mencekal lengan Ara. Langkah kakinya menghimpit ke tubuh Ara menepis jarak di antara mereka. Tinggi badan yang tidak sejajar, membuat Ara mendongak untuk melihat wajah gurunya. Dominasi aura mistis membuat nyali Ara menciut seketika untuk melawan seorang setan kesurupan setan.
Dengan menggigit bibir bawahnya, perlahan ia menurunkan pandangannya ketakutan. Menunduk dengan keadaan absurd. Ia tak mampu lagi untuk melihat wajah setannya Gilang.
"Kamu takut?" tanya Gilang lembut namun mematikan.
Ara mengangguk. Masih tak mau melihat wajah Gilang. Perlahan Ara membuka matanya sembari merapalkan doa-doa untuk mengusir setan. Ia takut kesurupannya nular sesuai dari artikel yang pernah ia baca tentang kesurupan.
"Takut sama orang kesurupan?" tanya Gilang lagi.
"TAKUT SAMA SEMPAKNYA BAPAAAKKKK!!!" teriak Ara lalu ia berhasil menjauh dari Gilang.
Gilang mengerutkan dahinya bingung setengah mati. "Maksud kamu?" tanyanya seperti laki-laki polos.
Tangan kiri Ara ia gunakan untuk menutup matanya, jari telunjuk kanan Ara menunjuk-nunjuk ke arah yang ia tuju. Gilang spontan menutup miliknya. Benar-benar hari yang sangat memalukan! Resleting celananya belum ia tarik ke atas. Dan tadi Ara bilang apa? Sempak? Ini celana boxer, bukan sempak!
Gilang berusaha sesantai mungkin. Namun dalam hatinya mengutuk dirinya. Sekutuk-kutuknya. Ia tidak mau harga diri sebagai guru hancur lebur hanya karena murid bar-bar yang akan ia usahakan untuk dicintai.
"Ini bukan celana dalam, Ara. Ini boxer. Kamu harus tau itu!" tuding Gilang tak terima.
"Sama aja, Pak. Warna pink," sahut Ara tanpa malu-malu. Ia sudah membuka matanya melihat Gilang sudah menutupi miliknya. Benar-benar memalukan!
"Lupakan, saya tidak mau membahas itu!" perintah Gilang lalu ia duduk kembali.
Ide tengil Ara merasa terpanggil. "Pak Gilang malu, kan?"
Tidak ada jawaban, Ara bersuara lagi sampai kapanpun lelahnya. "Pasti malu, lah. Laki-laki suka warna pink. Hahaha!!!" lanjutnya dengan ejekan mematikan, lalu duduk di kursi yang biasa ia duduki.
Gilang masih diam. Pura-pura sibuk dengan hasil kerjaan yang baru saja Ara berikan. "Hallaahhh, Pak Gilang sok sibuk. Padahal dalam hatinya malu. Pake banget. Hahaha!!!"
"Kamu bisa diam?" Ara menggeleng cepat dengan tersenyum mengejek.
"Kalau kamu tidak bisa diam, saya bakal ngasih tugas buat kamu sebanyak-banyaknya!"
Takut? Tentu tidak! Ara gitu, loh ... .
"Masih pengen ketawa, Pak. Apalagi kalau ngebayangin Bapak lagi ngajar terus cuma pake boxer pink aja. Pasti lucu, ya, Pak." Ara cekikikan betapa senangnya ia ngerjain gurunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Tienerfictie"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...