4. Basa-basi

432 71 44
                                    

"Mau saya antar pulang?" Penawaran pak Gila menggemaskan.

Ara mendongak, kaget dengan pertanyaan gurunya, "Haaa!?"

Gilang seolah tau semuanya, Ara hanya punya teman yang bernama Athan. Tak sengaja mendengar perdebatan kecil antara Arya dengan Ara di sekolah. Dan setelah mendengar Ara berteriak 'Athan cayang', Gilang yakin bahwa laki-laki itu satu-satunya teman yang Ara punya. Apakah mereka ada hubungan layaknya berpacaran?

"Mata kamu, Arang!" Gilang menasehati. Tapi ada benarnya, bola mata Arang tampak akan njebol dari tempatnya.

"Pak Gila, kan lagi jaga toko." Ara mengeles, padahal ia tak bawa uang cukup untuk numpang bang ojol.

"Tidak usah basa-basi, saya tau kamu tidak bawa uang banyak." Kenapa semuanya harus basa-basi?

"Saya ambil kunci mobil, tunggu di depan!"

Ara menutup mulutnya rapat-rapat dengan telapak tangannya sembari berjalan menuju kasir. Naik mobil? Bahkan sejak lahir, Ara hanya pulang dari mana saja hanya dengan motor beat-nya Nathan. Sekarang pulang bersama gurunya dengan mobil, lalu argumen apa yang akan Ara lontarkan untuk menjawab budhe nya.

"Sudah bayar bukunya?" Ara terpelonjak, tiba-tiba Gilang muncul dari belakangnya.

Novel horor pilihan Ara. Daripada bingung mau cari apa, asal pilih jadinya. Ara mengangguk, kemudian menolak, "Pak, lebih baik Ara pulang sendiri aja, deh."

Mata Gilang memicing, tangan kirinya ia angkat untuk melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya. "Pukul setengah sembilan malam. Rawan terjadinya begal, apalagi di jalanan kota yang cukup sepi. Tidak mungkin motor kamu yang di begal karena kamu tidak membawa motor, tapi bisa jadi keperawanan kamu yang akan di begal, Arang."

Ara bergidik ngeri, saat ini gurunya menakut-nakuti muridnya. Mungkin lusa di sekolah, muridnya itu yang akan menggoda gurunya. Impas, bukan?

"Kalau tidak mau tidak apa-apa, penawaran saya hanya basa-basi seperti biasanya."

"Ehhh, Pak! Ara mau pulang sama Bapak aja. Ara takut beneran, Pak. Untuk saat ini, tarik kata basa-basi itu. Bapak benar, uang Ara nggak cukup buat bayar ojol." Gilang hendak masuk lagi ke tokonya, namun Ara mencegah dan merengeknya.

Gilang terkekeh melihat kelakuan muridnya yang satu ini. Lengan kekarnya ditarik-tarik oleh Ara. Bagaimana bisa remaja usia delapan belas tahun berperilaku seperti ini?

Tanpa sekata apapun, Gilang mengangguk dan Ara berjalan mengikuti di belakangnya. Ara membuka pintu penumpang yang akan di dudukinya.

"Arang, kamu pikir saya sopir kamu?" tanya Gilang saat melihat Ara akan membuka pintu penumpang.

Ara bingung, "Maksudnya, Pak?"

"Cepat, masuk!"

Ara semakin gemeteran. Gilang membukakan pintu samping kemudi, untuk Ara? Benar, Ara kan mau pulang sama pak Gilang. Ini bukan hukuman, Ara. Kenapa jantung kamu seolah-olah sedang di geroyok hukuman?

Ara berjalan pelan, mendekati pintu yang di bukakan oleh Gilang setelah mendapati kode menyuruh masuk dengan gelengan kepala Gilang.

Greb!

Gilang menutup pintunya, kemudian ia beralih ke jok kemudi. Menyalakan mesin mobilnya.

Diam, sunyi. Tak ada suara diantara mereka. Ara tak membawa ponsel, basa-basi apa yang ia lakukan selain dengan ponselnya agar tidak canggung bersampingan dengan pak Gilang.

"Soal tadi di sekolah, saya minta maaf." Gilang memulai percakapan. Ara diam, namun mengangguk merespon pertanyaannya.

"Mulai besok, kamu duduk di bangku pertama kali saya mengajar."

Argithan √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang