Niatnya mau mengerjakan tugas tapi malah memilih jalan yang lain. Setelah kepulangan Gilang, Ara merebahkan dirinya di kasur kesayangannya. Ia ingat betul bahwa besok ada jadwal pelajaran guru resek yang tidak bosen-bosennya mengirim tugas. Sesuatu yang selalu Ara bawa, mengalihkan semua niat yang Ara kumpulkan beberapa menit yang lalu. Kini, Ara tenggelam di ambang pikirannya untuk membuka ponselnya sekedar melihat notif. Tujuan utama terlupakan. Mengerjakan tugas dari guru kejuruannya.
Beberapa hari kosong tanpa adanya chat dari grup teman-teman Ara yang bersama Nathan. Dan baru malam ini, Satria mengawalinya. Mengajak besoknya untuk berkumpul. Mereka sudah lama tidak nongkrong.
Selanjutnya, Ara terlelap dalam tidurnya. Melupakan tugas sekolah yang harus di kumpulkan besok paginya. Dan apa jadinya besok saat bertemu Gilang.
"Salah kamu sendiri, Ara! Kenapa tidak mau saya temani mengerjakan tugas?" tanya Gilang sedikit emosi. Saat ini, mereka sedang di ruangan Gilang. Seperti biasa, pelajaran tambahan sekaligus evaluasi tugas Ara yang tidak selesai. Sekaligus menambah waktu untuk berduaan. Hahaha.
"Semalam Pak Gilang, kan, tau sendiri ada mas Danu," sahut Ara ada benarnya.
"Sampai di rumah, sepupu kamu, kan, pulang. Kenapa tidak jadi mengerjakan bersama? Kamu sudah tidak butuh jasa saya lagi? Merasa sudah pintar?" tanya Gilang menggebu-gebu. Emosi jiwa dan raga mungkin.
"Niatnya Ara mau ngerjain sendiri, Pak, tapi kelupaan." Ara masih berani untuk menyela.
"Saya tidak terima alasan lupa. Itu sudah kesekian kalinya kamu gunakan untuk alasan. Yang saya tanyakan, kenapa kamu tidak mau mengerjakan tugas sama saya?!"
"Kenapa Pak Gilang jadi mojokin Ara ke pertanyaan itu, sih. Ara, kan, nggak mau."
"Ya kamu harus mau, Arang!"
"Pak Gila, kok, maksa, sih!"
"Saya bukan memaksa, saya hanya bertanggung jawab sebagai pengajar kamu, Arang." Kali ini suara Gilang mulai terdengar rendah. Tidak seperti tadi yang selalu ngegas alias nyolot. Bikin Ara ikut nyolot saja, huh!
"Terima kasih atas tanggung jawab Pak Gilang Andhika terhormat, saya sangat tertegun mendengar Anda mengatakan seperti itu," ucap Ara di buat se normal mungkin.
"Saya serius, Ara," ucap Gilang.
"Ara belum mau di seriusin, Pak," sahut Ara.
"Saya tunggu keseriusan kamu." Ucapan Gilang membuat Ara mematung di tempat.
"Nungguin Ara bakalan capek, Pak. Ara orangnya susah," ucap Ara berusaha searah dengan ucapan Gilang yang penuh keambigiuan.
"Sampai kapan pun saya akan menunggu kamu siap." Saat ini, Ara mencoba untuk biasa saja. Bisa jadi ini sejenis tipuan oleh Gilang. Menyebalkan.
"Memangnya siap mau ngapain, Pak?" tanya Ara polos.
"Kamu maunya siap untuk apa?" Gilang balik tanya.
"Untuk saat ini, Ara siap menerima hukuman dari Pak Gilang karena tidak mengerjakan tugas ke sekian kalinya. Ara siap, Pak," ucap Ara penuh penyesalan. Ya, dia merasa bersalah karena sering tidak mengerjakan tugas sekolah.
"Bukan itu yang saya maksud, Ara."
"Ehhh???" Ara cengo. Membuat ekspresi di wajahnya se kaget mungkin dengan bibir di mencongkan dengan alis yang mengerut ke atas membuat Gilang ingin melemparnya ke museum spesies makhluk langka di hadapannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Novela Juvenil"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...