"Apa maksud Mas Danu penyakitan?" tanya Ara seru yang masih menggendong Nadia.
"Jangan mau dibodohin bocah penyakitan itu, Ara!" Jari Danu menunjuk ke arah Nathan. "Dasar bocah nggak tau di untung. Bisanya nyusahin orang!" Kali ini, Danu memandang sinis Ara.
"Salah Ara apa sama Mas Danu?" Pertahanan Ara kuat, air matanya belum membasahi pipinya.
"Udah tua, masih aja kayak bocah. Salah lo banyak tau nggak!" Danu menyulut, terbakar oleh emosinya sendiri.
"Apa yang harus Ara lakuin biar Mas Danu bisa maafin Ara? Ara udah sering minta maaf, tapi Mas Danu nggak pernah peduliin Ara."
"Lo mati aja, baru gue maafin. Dasar anak pungut!"
Tangis Ara pecah, benteng yang ia pertahankan tak mampu membendung air matanya. Mencelos begitu saja. Begitu ikhlasnya air mata, digunakan oleh siapapun dengan suasana hati yang berbeda rasa. Dan sekarang, Ara menggunakan air mata tersebut dengan suasana mencekam.
Danu melenggang pergi, ia menyenggol tubuh Ara. Padahal di tangannya masih ada anaknya sendiri, Nadia.
"Astagfirullahalazim, Mas Danu!!" Sarah berteriak, tak digubris oleh suaminya.
Ia beranjak menuju Ara. Mengambil alih posisi Nadia. Setelah meminta maaf, Sarah menyusul suaminya dengan menggendong Nadia. Sarah pun berpamitan dengan Nathan, menganggukkan kepalanya. Rumah kembali sepi lagi. Menyisakan Ara dan Nathan.
"Nathan..., hiks..." Ara menghambur ke tubuh Nathan. Memeluknya.
"Ara sukanya nyusahin orang, ya? Atau Ara juga nyusahin Nathan?" Nathan menggeleng cepat. Tangannya masih setia mengusap lembut kepala Ara.
"Lo nggak pernah nyusahin gue, Ra. Ingat itu, gue udah bilang beberapa kali."
Kerap kali Ara menanyakan hal itu saat dirinya minta pertolongan pada Nathan. Jawaban Nathan pun sama seperti itu.
"Tapi mas Danu bilangnya gitu. Kenapa mas Danu benci banget sama Ara, ya? Ara salah apa sama mas Danu, Nath?"
"Mungkin mas Danu lagi emosi, makanya marah-marah."
Ara tidak tau tentang Danu yang masuk penjara gara-gara tuduhan ayahnya. Nathan yang penasaran, secara pribadi menanyakan ke budhenya Ara. Setelah tau, mereka sepakat untuk tidak memberitahu Ara. Tentang kebencian yang menyulut dari Danu untuk Ara oleh Hendrik.
"Terus kenapa tadi mas Danu bilang Nathan penyakitan?" Nathan menggeleng heran mendapati pertanyaan Ara.
"Mata mas Danu kali yang gesrek, gue kan sehat-sehat aja. Sini, liat Athan!" Ara menggelengkan kepalanya, Nathan merasakan dari pelukan Ara.
"Nathan jangan pergi, nanti Ara kesepian. Temen Ara berkurang dong kalau Nathan pergi. Nanti Ara digodain Satria terus gimana? Juna dan Wawan nggak bakalan ngurusin Ara. Mereka sibuk sama game-nya. Pas Ara mau main bareng aja malah di usir. Katanya beda rank!" kesal Ara saat mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, saat uang Ara tandas untuk mentraktir mereka karena bohong pada Nathan.
"Gue nggak akan pergi. Gue sehat, nggak penyakitan. Tapi emang gue punya penyakit, sih..." lirih Nathan diakhir kalimatnya.
"Nathan punya penyakit? Kenapa nggak bilang sama Ara? Ara marah kalau ada apa-apa Nathan nggak cerita!" Ara menyalakan sikap manjanya.
"Gue punya penyakit, Ra. Penyakit gue setiap bulan, flu dan pilek. Padahal gue jarang minum es. Haduh!" Nathan menjawabnya dengan cengengesan. Sama kayak Author, Nath:(
Bola mata Ara seolah menyemburkan api, Nathan mengajaknya perang. Ara kira penyakit yang cukup serius. Ternyata penyakit ringan yang sembuh dalam tempo waktu cepat. Nathan ngerjain Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Teen Fiction"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...