ARGITHAN UPDATE, NIH!!
Siap baca?
Hayuuuukk!|||
Perempuan dengan jilbab putih yang berseragam itu berdiri di jembatan yang membentang ke tengah di atas lautan sembari melempar pandangannya lurus ke depan sana. Anginnya berombang-ombang menyibakkan jilbabnya. Matanya ia pejamkan menikmati lantunan suara ombak yang beradu dengan angin sore. Ia menunggu senja yang nantinya akan pergi.
Di sampingnya ada tiga laki-laki yang setia menemaninya. Seharusnya ada empat, namun yang satu pergi karena permintaan dari sang perempuan itu. Tentu karena sebuah masalah. Dan laki-laki itu adalah sahabat kesayangannya. Sahabat dari kecilnya. Sahabat yang tau segalanya tentang dirinya. Tapi, apa dirinya tau segalanya tentang dia?
"Lo udah nggak sedih lagi, kan, Ra?" Ara mengangguk mendapati pertanyaan Juna.
"Lagian lo nggak sabaran nunggu Nathan, sih. Untung lo nggak kenapa-kenapa," sambung Satria sedikit kesal.
"Ini semua berkat pak Gilang karena nolongin Ara. Tapi apa? Nathan malah ngantemin pak Gilang. Gimana nggak marah coba?"
"Pak Gilang?" tanya Satria kaget. "Kok bisa?" lanjutnya.
"Mana Ara tau, tiba-tiba dia muncul mirip setan," ujar Ara asal ceplos. "Lagian dia emang setan juga, sih...," lanjutnya dengan gumaman.
Satria yang mendengarnya lalu berseru, "Apa lo bilang!?"
"Kok, lo ngegas, sih, Sat." Wawan yang sedari tadi diam kali ini mengambil suara.
"Ehh, sorry," balasnya cengar-cengir dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Yah jelas ngegas, lah. Mana ada yang mau kakaknya dibilang setan oleh temannya. Kalau kakaknya setan, lah nanti adiknya apa? Jelmaan? Halah, tobat,tobat!
"Menurut lo, Nathan ke mana?" tanya Juna.
"Ke rumah pak Gilang," celetuk Satria asal.
Wawan melirik ke wajah Satria. "Ngertinan koyo bakul tlembungan!"
[Sok tau kayak penjual balon!]"Ya ..., siapa tau. Ya nggak, Ra?" Satria menyenggol bahu Ara yang dibalas nyinyiran lambe Ara.
"Pulang aja, yuk!" ujar Juna yang sudah tidak betah.
"Pulang aja sana!" usir Ara kesal.
"Nanti kali, Jun. Ara masih betah di sini. Mbak-mbak galau, euy!" Ara tak menggubris omongan Satria.
Seharusnya Ara banyak-banyak bersyukur. Walaupun orang tuanya tidak peduli, tapi ada sahabat yang selalu mengerti keadaannya. Apalagi Nathan. Ara tidak benar-benar marah dengannya. Ia hanya kesal padanya karena Nathan selalu salah paham ketika Ara dengan Gilang. Begitu juga sebaliknya, Gilang selalu menjelek-jelekkan Nathan saat ia akan bersamanya. Keduanya memang benar-benar sangat menyebalkan.
"Ra, lo nyadar nggak, sih?" lanjut Satria dengan pertanyaan.
Ara menaikkan dagunya dan bertanya, "Nyadar apaan?"
"Nathan," balasnya lirih.
"Nathan kenapa?"
"Suka sama lo," kata Wawan.
"Ya jelas, lah! Ara kan sahabat Nathan. Kalo nggak suka, nggak mungkin lah kita sahabatan. Apa lagi dari kecil," jawab Ara tenang.
"Lo tau maksud gue, kan?" tanya Satria lagi.
Ara diam, tak ada jawaban. Dan Satria pun tau, kalau Ara tau apa maksud ucapan dirinya.
"Kalau pak Gilang, Ra? Menurut lo, gimana?" tanya Satria lagi. Dasar, cerewet!
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Fiksi Remaja"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...