Waktu berlalu begitu cepat. Setelah Ara pulang dari rumah sakit, Merlin menyuruhnya langsung untuk istirahat. Padahal Ara bosan, apalagi di rumah sakit tiduran terus menerus.
Bosan hanya manipulasi saja. Nyatanya ia langsung molor begitu nempel dengan kasur miliknya. Merlin menggeleng heran dengan putrinya itu. Lain di hati, lain di bibir. Dasar kebo!
Hingga pagi mendatang, ternyata dia masih molor padahal hari ini adalah hari kelulusannya.
Seperti apa yang dikatakan kakaknya, kalau akan membangunkan Ara sangat mudah. Cukup matikan saja kipas anginnya, maka dia akan menggeliat kegerahan.
"Kebakaran, Budhe!!!" pekik Ara masih menyebutkan nama budhenya.
Merlin cukup tau dan menghargai akan hal itu yang membuatnya sadar diri.
"Kebakaran kebakaran apanya?! Bangun, Ara? Sekolah kamu ada acara hari perpisahan, kan?" tanya Merlin sembari menarik selimut yang menutupi tubuh Ara.
"Hehe ... iya, Bunda," kekeh Ara sembari mengucek matanya.
"Matanya jangan diucek-ucek?!" tegur Merlin perhatian.
Hati Ara berdesir aneh, hari ini cukup bahagia. Tidur semalam sekamar dengan bundanya dengan tidur sambil dipeluk. Lalu paginya dibangunkan olehnya.
Ini benar-benar hari spesial. Apalagi di hari perpisahan sekolah didampingi oleh seorang ibu. Hal yang Ara tunggu-tunggu akhirnya terkabulkan.
Mereka sampai di sekolah yang cukup ramai. Ara tidak perlu ketar-ketir lagi perihal dengan siapa ia datang.
Dengan bundanya, menunjukkan bahwa Ara mempunyai orang tua kandung. Ia terus menggandeng tangan Merlin dan tak mau lepas darinya.
"Kamu senang sekali, ya, Ra?" tanya Merlin.
Acara belum dimulai. Beberapa siswa dan walinya sudah berkumpul di depan podium kelulusan.
Mereka duduk di kursi yang sudah disediakan. Suasana begitu ramai mengingat banyaknya siswa dari berbagai jurusan.
"Ara senang banget, Bunda. Makasih, yaa ...," sahut Ara.
"Maafin Bunda yang tidak selama ini nggak di samping Ara."
"Ara tetap sayang sama Bunda. Ara senang banget. Kalau hari ini nggak ada Bunda, pasti nanti Ara sendirian," ujar Ara.
"Ara nggak sendirian. Ara punya budhe Nanik yang sayang banget sama Ara. Jadi, kalau Bunda nggak ada jangan merasa sendirian lagi, ya."
"Bunda, kok, ngomongnya begitu? Bunda mau ke mana?" tanya Ara bertubi-tubi. Ia tidak mau bundanya pergi lagi.
"Bunda di sini, nemenin Ara."
"Makasih, Bunda," ucap Ara dan langsung memeluk Merlin.
Tidak peduli ia dikatakan manja. Tidak peduli lagi dengan predikat ketua kelas tergalak. Kalau sudah dititik kebahagiannya, Ara melupakan hal itu.
"Tes! Tes! Cek!"
Suara mikrofon menggema saat salah seorang guru akan memandu jalannya acara. Acara di mulai di awali dengan berbagai pentas seni dari adik kelas.
Pementasan berakhir, kini pemandu acara membawakannya lagi untuk menuju ke acara selanjutnya.
Acara yang ditunggu-tunggu oleh siswa-siswi yang berprestasi. Penerimaan juara kejuruan perangkatan.
Satu persatu dari berbagai jurusan sudah di panggil dan langsung turun setelah menerima hadiah dan memberikan pesan dan kesannya.
Kini tinggal sisa satu jurusan yang belum diumumkan siapa pemilik juaranya. Ara dengan deg-degan memegang erat tangan bundanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Fiksi Remaja"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...