LANJUT PART BERIKUTNYA, YA, GUYS!!!
TEKAN VOTE DULU, YUKK!!! ⭐
LOPE SEKEBONNN!!!***
"Murid kamu yang namanya Ara?" tanya wanita sampingnya Gilang. Gilang menyahuti dengan anggukan kepalanya.
"Katanya mau bareng dia? Kasian nanti nunggu temannya yang nggak bakalan datang. Adik kamu, kan, udah serahin dia ke kamu."
Gilang mengikuti tuturan wanita itu. Ia turun dari mobil menuju tempat duduknya Ara yang di sana. Ya, Nathan menyampaikan amanah untuk mengabari Ara bahwa dirinya tidak bisa menjemput Ara karena ban motornya tiba-tiba bocor dan kebetulan juga ponselnya mati. Nathan menyuruh Satria untuk itu, tapi Satria malah mengirim pesan ke kakaknya untuk pulang bersama Ara. Gilang tidak habis pikir, adiknya yang satu ini benar-benar mengerjai kakaknya dengan cara yang aneh. Masalahnya, ia sedang tidak bawa mobil karena akan ada janji dengan Renata. Wanita itu. Benarkah wanita itu yang bersama Gilang di malam hari sesuai apa yang Chika katakan? Ara bingung memikirkannya. Padahal ia tau, sesuatu itu tidak seharusnya ia pikirkan.
Ara mendongakkan kepalanya melihat siapa pria yang datang menghampirinya.
"Ayo, pulang bareng ...," ajaknya lembut dengan mata yang teduh membuat Ara semakin kagum dengan ketampanannya. Dengan sikap dewasanya Gilang, ia nyaman.
"Nggak mau, nanti Ara ganggu Pak Gilang," tolaknya halus.
"Saya orangnya memang tidak suka di ganggu. Tapi untuk kamu, jangan sampai berpikiran itu lagi. Karena saya tidak pernah merasa terganggu oleh kehadiran kamu, Arang."
Deg ... deg ...
Rasanya jantung Ara akan terbang dari sangkarnya. Kenapa Gilang begitu lembut pada Ara walaupun ia selalu bilang bahwa Ara menyebalkan?
"Nathan nggak akan jemput kamu. Percaya sama saya," lanjutnya lagi karena tidak ada sahutan dari Ara.
"Ara tetep nungguin Nathan, Pak. Nathan, kan, nggak pernah ingkar janji." Ara memang menyebalkan. Tapi ia harus sabar menghadapi siswi ke-sa-ya-ngan-nya yang satu ini.
"Udah mau sore. Langit juga mendung. Kalau hujan gimana?"
"Ara tetep nungguin Nathan, Pak. Nathan nggak pernah ingkar janji sama Ara hiks---" kata Ara lagi di akhiri tangisnya. Entahlah, sesuatu apa yang Ara tangisi. Antara kesal Nathan yang tidak kunjung hadir, atau menangis karena ia cemburu melihat Gilang bersama wanita lain. Ara benar-benar bingung. Ia merasa gagal karena menangis di hadapan guru idamannya. Ia diam-diam mengagumi Gilang. Tapi apa benar? Mengagumi atau menyukai?
"Hey, kenapa nangis?" tanya Gilang.
"Nathan orangnya baik, kan, Pak? Nathan nggak pernah ingkar janji, kan, Pak? Nathan sahabat paling baik bagi Ara. Nathan segalanya bagi Ara. Nathan nggak mungkin tinggalin Ara, Pak! Hiks---"
Padahal dalam hati Ara, Pak Gilang orangnya baik. Ara yakin. Pak Gilang nggak pernah ingkar janji sama Ara, kan? Pak Gilang guru yang paling Ara kagumi. Pak Gilang nggak mungkin tinggalin Ara, kan?
"Iya, Nathan orangnya baik. Bahkan sangat. Saya percaya itu. Tapi lihatlah langit itu. Sebentar lagi mungkin hujan, Ara. Langit itu seperti kamu, sama-sama meneduhkan. Kalau kamu nangis, nanti langit akan nangis juga. Jadi, jangan nangis, ya," ucap Gilang menenangkan.
"Ara udah nggak nangis. Tapi Ara tetep nungguin Nathan," ucapnya dengan sesenggukan mengais sisa-sisa tangisnya.
Gilang geram. Perempuan seperti Ara sangat keras kepala. Ia memijit pelipisnya. Dengan ide yang melintas di otaknya. Ia segera mengambil ponsel di sakunya. Ia mengetikkan sesuatu di aplikasi WhatsAppnya. Menyuruh Satria untuk mengirim pesan bahwa Nathan tidak bisa menjemputnya. Dengan cara itu, semoga Ara mau pulang bersamanya. Benar apakah Gilang khawatir?
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Teen Fiction"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...