Apa kabar pembaca Argithan???
🚜💦 🐄🐂🐄🐄
🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾
🌿🏡🍅🌽🍆🍏🌿🌿Pusing dengan pikirannya, seorang pria menyandarkan tubuhnya di kursi tempat yang selalu ia duduki saat malam. Saat ia mulai berkalut dengan dunia pendidikannya. Mengoreksi beberapa lembaran setiap kertas yang ia pegang.
Pandangannya menatap di sebuah tas ransel yang selalu ia bawa saat mengajar. Getaran ponsel di dalamnya mengalihkan pandangan serta pendengaran pria yang bersandar itu. Ia lelah. Sejenak memejamkan matanya. Lalu ia mengangkat tubuhnya untuk merogoh isi tas dan segera mengambil sesuatu yang bergetar itu.
Pria itu bingung. Pasalnya, ponsel miliknya ada di meja di hadapannya. Lantas, ponsel siapa yang bergetar di dalam tas miliknya? Belum sempat ia mengangkatnya, panggilan tersebut berhenti. Ia ingat siapa pemilik ponsel itu dari siapa nama penelpon. Nathan. Iya, Nathan yang menelponnya. Selang beberapa detik, SMS masuk ke ponsel milik Ara yang tertinggal di tas pria itu karena lupa mengembalikannya siang tadi saat di sita.
"Hmm ... menyusahkan!" ucapnya.
Namun pandangannya teralihkan lagi saat tidak sengaja membaca SMS tersebut. Awalnya ia acuh, lalu menggeletakkan di sembarang arah ponsel miliknya tanpa memperhatikan isi pesan itu. Namun beberapa menit kemudian, hatinya terusik mengenai pesan itu. Ia benci dengan jalan pikirannya yang menyuruhnya untuk menyusul mereka. Mereka pasti sudah ada di kafe yang tertulis di SMS dari Nathan yang akan menjemput Ara di situ. Tunggu, bukankah mereka sedang ada masalah? Apa mereka sudah baikan?
Pria itu frustasi. Dengan tampang seperti orang bodoh, ia mengambil kunci mobil yang berada di dekat tas itu lalu pergi menyusul mereka. Sebenarnya, pria itu tidak suka dengan kebersamaan mereka berdua. Namun dirinya sadar, ia orang baru di antara mereka yang sudah dari kecil selalu bersama. Apalagi sangat susah untuk dipisahkan. Pria itu hanya menunggu waktunya saja.
Ia menyusuri jalanan kota lalu berhenti ketika sampai di tempat tujuan. Pandangannya menyapu seluruh kepala pengunjung kafe. Saat seseorang yang di carinya tertangkap oleh pandangannya, pria itu duduk di kursi kosong di belakangnya yang tidak terlalu jauh. Ia tidak datang tidak langsung untuk mengembalikannya. Pikirannya melipir penasaran apa yang akan mereka bicarakan di saat hubungannya sedang ada masalah.
Gilang dengan memainkan ponselnya mendengarkan pembicaraan mereka.
"Maafin gue, Ra," ucap Nathan.
"Nathan minta maaf kenapa? Nathan nggak ada salah, kok," ucap Ara teguh. Padahal dalam hatinya menyimpan banyak luka akibat ulah Nathan saat menyakitinya.
"Lo boleh maki gue di sini, Ra. Gue udah jahat banget sama lo. Gue tau itu salah. Gue cuma nggak mau lo tau perasaan gue, Ra."
"Maksud Nathan gimana, sih? Ara nggak paham, deh. Nathan minta maaf kenapa? Emangnya Nathan ada salah sama Ara? Kita ada masalah? Ara pikir, kita biasa-biasa aja, deh," semprot Ara bertubi-tubi dengan tampang polosnya membuat Nathan semakin bersalah.
"Gue tau lo ngerti apa maksud gue, Ra. Maafin gue, ya ..."Ara mengalihkan pembicaraan. "Oh, ya! Jingga ke mana? Kok nggak barengan? Biasanya, sih tiap hari nempel terus."
Tubuh Nathan mengendur saat itu juga. "Gue sama Jingga udah nggak ada apa-apa lagi, Ra."
Ara hatinya mencelos serasa dipermainkan. Sejenak ia menyeruput es cappucino di hadapannya sengaja membuat Nathan menunggu apa yang akan dikatakan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Teen Fiction"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...