Kembali ke cerita Argithan🧡
☀️ ☁️ ☁️ ☁️
🐄🐄🐄🐄🐄
🌾🌾🌾🌾🌾🌾Jalanan kota dilintasi oleh mobil milik Gilang. Suasana dingin menusuk akibat serbuan angin dari ufuk utara dan meluas ke segala arah. Kaca mobil ia tutup supaya titik-titik air hujan tidak menciprat masuk ke dalamnya. Di samping Gilang terdapat seorang siswinya yang tengah tertidur lelah. Jas yang menyibak di punggungnya terlihat kebesaran karena itu milik Gilang.
Hujan sedikit-sedikit mulai reda. Gilang membangunkan Ara karena hampir sampai tujuan. Mobil tiba-tiba berhenti di halaman rumah. Rumah milik keluarga Gilang. Di dalamnya hanya ada kedua saudaranya. Satria dan Gisyel. Mereka heran saat kedatangannya bersama dengan Ara. Perempuan yang juga dikenal mereka.
"Mas, kok, sama Ara?" tanya Gisyel tiba-tiba melihat Ara berjalan di belakang Gilang, kakaknya.
"Loh, kok ada Mbak Gisyel?" tanya Ara yang baru saja sadar. Nyawanya telah berkumpul.
"Ini rumah ayah saya, Ara," tutur Gilang berjalan masuk duluan.
"Ehh??" Ara berwajah cengo.
"Hahaha! Santai aja kali, Ra. Kamu, kan, biasa ke sini main sama Satria. Masuk, yuk!" ajak Gisyel menarik tangan Ara.
"Ehh, Ra, lo di sini?" tanya Satria tiba-tiba yang masih duduk santai di sofa empuknya dengan ponselnya.
"Nggak, gue di Korea! Ya di sini, lah!" balas Ara kesal.
"Kirain lo di WC," sahut Satria lebih ngaco.
"Rumah lo brarti WC?" Ara melanjutkan perdebatannya dengan Satria.
"Loh, loh! Lo ngatain rumah gue WC? Brarti lo tainya, dong!" gurau Satria.
"Lo juga tainya, Sat!"
"Wahh, not have akhlak lo, ya. Temen sendiri dikatain tai. Kalau gue tai, brarti yang di samping lo apa tuh?" tanya Satria melirik-lirik Gisyel.
"Muka lo mau di olesin pake jurus apa, Dek?" tanya Gisyel lembut namun mematikan. Tangannya mengepal ke udara.
"Ampun, Mbak Jago!" ucap Satria dengan cengiran tengilnya dengan mengangkat kedua tangannya pertanda damai.
"Lo katain gue Jago, hah?" Gisyel menggulung lengannya seolah siap menerjang adik satu-satunya.
"Gue di suruh Ara, Mbak Jago. Katanya lo kayak Jago Penerjang. Sukanya marah-marah," ucap Satria ngawur dan bersiap kabur. Namun masih di tempat. Ia berdiri di sofanya. Dan secara bersamaan melirik ke Ara yang tidak tau apa-apa tentang Jago.
"Bener, Ra?" tanya Gisyel menuju Ara.
Ara menggaruk-nggaruk pipinya bingung. "Maksudnya mbak Jago apa, ya? Satria jangan ngada-ngada, ya! Emang Ara pernah ngomong gituan? Mbak Gisyel, kita terjang beneran aja si Bangsat itu! Serbuuuuu!!!"
Terjadilah kejar-kejaran di antara mereka bertiga. Satria. Biang kerok. Salahnya siapa? Siapa yang disalahkan? Untungnya rumah Gilang sedikit luas. Jadi aman juga, ya, untuk lari-lari."MBAK GISYEL, TANGKAP INI!" teriak Ara melemparkan bantal sofa untuk menimpuk wajah menyebalkannya Satria.
"ARA, LO MINGGIRAN DIKIT!" teriak Gisyel menimpali.
"HAHAHA! NGGAK KENA, NGGAK KENA!" ledek Satria lebih menyebalkan.
"Awas lo, Satria!"
"Kalian nggak ingat umur?!" tukas Gilang yang tiba-tiba muncul seperti setan. Ia berdiri bersandar di tembok sembari tangannya bersedekap. Ia sudah mengganti pakaiannya. Semuanya terdiam. Dalam keadaan di mana ia berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argithan √
Novela Juvenil"Please, Pak. Ara beneran nggak mau di cincang sama kaprog gila, Paaak!!!" Pasang senyum sejuta byte, akhirnya pak ojol menyerah. Ia menepikan motornya. Kemudi motor beralih ke tangan. Ara tersenyum puas harapannya terpenuhi. Saatnya beraksi. "Aduh...