민윤기의 의무 (4)

168 25 2
                                    

"Seseorang mengatakan bahwa kasih sayang manusia itu penuh kepalsuan. Mudah datang, mudah pergi. Tabiat itulah yang kadang menjadi bagian dimana kebencian itu lahir."

.

Kalau saja aku menyadari hal ini. Aku tidak akan mungkin membuat keputusan bodoh untuk melepaskan kemampuan ini. Aku terlahir dengan kesempatan dan semboyan untuk bisa melihat manusia telah mati, penampakan juga setan. Lalu aku menyesal, karena pada akhirnya hal sama terjadi.

Aku baru menyadari bahwa di dalam diriku ada sosok lain yang mencoba mempengaruhi separuh kehidupan ku. Itulah kenapa, aku berusaha menekan lebih dalam jauh di lubuk hatiku. Aku masih waras.

Tidak ingin dikendalikan oleh para iblis yang menjelma di dalam diriku.
Aku tahu ini terlambat, tapi tidak ada kata pergi saat aku tahu kalau nasib adikku akan seperti ini. Dia masih membutuhkan manusia indigo dan itu adalah aku.

Aku bungkam dengan tangan menyentuh dada, disinilah egois dan juga kemarahan ada sampai otak di dalam kepalaku bisa dikendalikan dengan mudah.

"Tuhan, maafkan atas kesalahan yang aku buat ini." Ucapku pelan, dimana kelima jemariku menekan secara sengaja untuk mengurangi rasa sakit juga sesaknya. Ini bukan pertama kali aku merasa kecewa pada diri sendiri. Melainkan beginilah aku menjadi orang lebih bodoh dari sebelumnya. Dalam diam kedua mataku menatap sisa ampas teh di dalam cangkir, bentuknya seperti bulan sabit berantakan dan kacau.

Apakah yang aku lihat adalah ramalan takdir ku? Saat itulah aku menyadari bagaimana nasib berubah. Membuat rasa frustasi dalam diriku bangkit, aku menutup mata kananku saat rasa sakit dengan kedutan itu muncul lagi. Lantas... Aku masih berhadapan dengan madam Syu.

,

"Kurasa kau sudah memahami apa yang ku jelaskan anak muda. Ketika aku meminta kau minum, kau menurut seperti anak sapi pada ibunya." Penjelasan ini tak lagi penuh terka, yang ada hanya jawaban gamblang. Daeng Hwa juga mendengar di sana dengan ludah yang sulit dia telan, meski beberapa kali dia mencobanya. Melihat bagaimana ekspresi anaknya campur aduk, dengan tangan kanan yang masih menutup sebelah matanya itu mengeluarkan keringat dingin. Tanpa Yoongi bicara satu kata pun pria di belakang sana bisa menebaknya.

"Apakah ini sangat buruk? Aku melihat sosok wanita dalam ruang hampa." Yoongi kini bisa berkata dengan datar. Tidak seperti tadi yang penuh dengan tuntutan harus. Wanita itu tersenyum kecil sebagai tanggapan, dimana kedua tangannya mengeluarkan seluruh isi sesaji yang hampir menjadi sampah sekarang. Dia sengaja menunjukkan pada Yoongi, bagaimana cara orang bermain disini.

"Mungkin kau sudah biasa. Tapi dia menempel dalam dirimu, dia adalah musuh sekaligus makhluk yang ingin kau berada dengannya sampai kau mati." Dalam satu tangan cekatan, dia menaburkan bunga bekas sesaji itu di dalam baskom yang terdapat air hangat di dalamnya. Yoongi ingat, kalau dia memang punya makhluk itu ketika dia bersekolah. "Tunggu, aku pernah mengalahkan sosok itu dengan caraku. Dulu aku menggunakan doa dan kalung peninggalan kakek, sebelum aku pingsan aku sempat melihat dia terbakar dan menghilang." Kini dia sangat serius, mana mungkin dia lupa bagian menyeramkan seperti itu?

Rasanya dia tidak mampu bernafas walau beberapa menit saja kalau dia kembali ke masa lalu itu. Dalam waktu sebentar Yoongi menjatuhkan tatapan matanya ke arah sang ayah. Daeng Hwa memberikan anggukan berarti sebagai tanda bahwa putra kesayangan nya harus tetap tenang.

"Itulah kenapa aku ingin mengatakan kau naif. Menghilang bukan berarti mati. Bisa saja balas dendam dan menunggu waktu yang tepat. Kau masih aman karena sebenarnya indigo, tapi saat kau menutup kemampuan di mata kananmu itu. Hal mustahil terjadi dan aku yakin kau sudah merasakannya, bukan?" Madam membuat satu tambahan, dia memberikan bubuk suci akan taburan air dan bunga tertentu.

36 Days (SEASON II) (YoonMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang