"Mengubah takdir sama saja kau mengubah keputusan masa depan yang salah. Biarkan Tuhan mengatur dan kau menjalaninya, selain tak ada yang bisa kau lakukan."
(Author **** POV)
Kalian pikir saat manusia tak sadarkan diri dia hanya tidur santai dengan mata terpejam seperti tak terganggu. Berbaring di atas tempat tidur selama satu Minggu bukan hal menyenangkan, selain kaki kalian akan merasa pegal dengan bokong mati rasa. Tubuh terbaring di atas ranjang bukan sesuatu yang harus di syukuri.
"Jungkook." Pelan tapi pasti. Suara itu sudah terlanjur keluar dari bibirnya, hingga seseorang sedikit terbangun.
Bukan sekali dua kali, justru sudah beberapa kali Jimin mendapati hal ini. Kemungkinan besar si pangeran tidur menganggap orang yang bernama Jungkook adalah seseorang paling penting. Bisa juga dia pokok masalah dari segala masalah dan membuat pemuda dengan mata sipitnya sempat berdebat dengan Tuhan.
Jimin merasa masalah namja di depannya sangatlah rumit. Tak sampai hati kalau dia harus bertanya perkara apa dia bisa marah pada Tuhan kalau jatuhnya pada kesan ikut campur.
"Jungkook, jangan lakukan itu." Suara Yoongi terdengar lagi. Kali ini mimik wajahnya bagaikan seseorang yang mengalami kesedihan begitu dalam. Jimin tidak bisa paham jika sekedar melihat saja, entah kenapa dia punya pemikiran sendiri untuk nekat melakukannya.
"Haruskah aku mencobanya? Bagaimana kalau dia marah, bagaimana kalau dia tahu apa yang aku lakukan padanya?" Hati seseorang memang bimbang. Jimin tidak bisa ikut sembarangan begitu saja. Kalau dia memang mengerti adat dan peraturan, maka dengan akal dia akan membiarkan hal ini terjadi saja. Dibandingkan dia yang kena masalah karena sudah jauh pada urusan manusia lain.
Ditariknya lagi tangan dengan jemari kecil itu. Menggeleng dengan sigap seolah dia tidak kuasa serta menolak keinginan seorang pemimpin.
"Tidak, kalau aku melakukannya. Maka sesuatu yang buruk pasti terjadi, bagaimanapun.... Aku tidak berhak memberikan bantuan lagi. Setiap orang punya rahasia sendiri dan kau jangan lakukan ini," Jimin seolah menasihati dirinya sendiri. Walau matanya melihat Yoongi yang terlelap. "Aku juga ingin menjadi manusia biasa. Saat kau mendapat kesempatan kenapa kau marah pada Tuhan, dasar aneh." Tak salah dia mengatakannya.
Itu hak Jimin sendiri untuk memberikan komentarnya. Tak ada yang bagus dalam setiap nasib manusia, sedikit keberuntungan untuk mengubah semua.
"Jungkook, jangan lakukan itu. Kau-" Yoongi tampak gelisah dalam kelopak matanya. Keringat sebiji jagung saja keluar dari kening dan tubuhnya. "Kau akan baik saja setelah mendapatkan perawatan yang baik dan cukup. Semoga semua masalahmu selesai tanpa kau harus menyalahkan Tuhan lagi." Harap Jimin cemas dengan perbuatan manusia jaman sekarang.
Yoongi tampak sedikit tenang. Mungkin saja mimpi buruknya telah berakhir, saat ini di dalam dapur rumah ini sesuatu seperti mata-mata sedang mengintip.
Punggung seseorang yang tengah duduk dengan pandangan mata melirik ke belakang. Seolah Jimin tahu akan siapa dia tengah diintip.
Bukan hanya itu saja. Ada juga suara panci yang bersuara membentur dinding lantai seolah memberikan aksen mengganggu di dalamnya. Ini bukan perbuatan angin, melainkan sosok lain yang melakukan kejahatan dan mengganggu beberapa rumah penduduk sekitar ini.
Menurutnya juga rumah Jimin cukup terpelosok walau masih satu desa dengan warga lainnya.
"Aku harap kau tidak melakukan hal usil atau apa. Tapi, ada orang sakit dan tolong hargai itu." Setelah Jimin melenggang pergi wajan yang bergerak sendiri tanpa angin itu berhenti. Sejenak seperti mendengar apa yang dikatakan olehnya dengan patuh. Jimin masih sibuk dengan acara memotong sayurnya untuk nanti malam, mengabaikan rasa merinding di lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
36 Days (SEASON II) (YoonMin)
FanfictionSatu tahun setelah Jungkook mendapatkan haknya. Setelah tiga puluh enam hari yang panjang dan penuh rintangan. Lantaran tekad kuat, Tuhan memutuskan untuk menghilangkan kemampuan indigo nya, Min Yoongi. Yoongi mengira hidupnya sudah berubah baik-ba...