Kecaman,
Membuang vas bunga di dekatnya. Bunyi pecahan, menubruk dinding kamar berwarna kelabu itu. Kelambu tempat tidur tak ayal juga menjadi korban amukan wanita yang sudah melepaskan pakaiannya secara sembarangan. Lipstik merah menghiasi bibir yang telah murka akibat seseorang padanya.
"Dasar tidak punya sopan santun!"
Bicara pada diri sendiri, melupakan semua emosi pada banyaknya boneka arwah yang sudah berjejer rapi.
Kedua mata iblis, itupun tampak mengerikan. Tak sengaja melihat bayangannya sendiri di cermin. Dia pukul sangat keras. Kepalan tangan berdarah dan menempel pada setiap retakan yang ada.
"Aku bisa keriput karena bocah sialan itu," ucapnya menarik nafas pelan. Pikirannya agak kacau, dia mendengar suara ketukan dari luar. Seorang pelayan baru saja memberitahukan soal makan siang padanya.
"Pergilah! Jika aku lapar aku akan turun. Jangan menggangguku!"
Terdengar suara ketakutan dari pelayan wanita di luar sana. Seokjin memintanya untuk menjemput tamu yang tengah kerasukan ternyata.
Madam melihat jejak riasan hancur akibat kedua tangannya. Diantara kaca retak dia menatap ngeri wajah keriputnya. Bisikan di kedua telinga, dimana suara itu adalah tawa ledek juga jahat untuknya.
'kau semakin menua.'
"DIAM!"
Madam Noe membentak sosok yang tak ada di dekatnya. Tak ada bentuk, tak jelas dalam pandangannya. Tetapi, hawa dingin bisa dirasakan oleh orang naif.
"Min Yoongi, siapa kau ini. Kenapa kau begitu kuat, bahkan auraku saja tidak mampu mengalahkannya," perasaan mual juga dia rasa ketika memaksa untuk masuk ke dalam jiwa indigo itu. Dia ingin mencuri sedikit vibes dalam dirinya. Tak mampu, akhirnya dia sedikit oleng dan demi menahan diri dia berusaha sombong.
'dia dilindungi oleh bulan'
Madam Noe mengepal tangan di sisi meja saat mendengar itu, mana mungkin manusia biasa punya akses perlindungan seperti itu.
"Pria itu dia dipilih oleh sang bulan ternyata, sialan kau Yoongi. Pantas kau berani melawanku. Pantas saja!"
Pembahasan tadi memang serius. Wanita cantik yang muda kini sedikit berkeriput. Dia menahan diri agar tetap berdiri, makin lama dirinya emosi maka semua tenaga akan terkuras tentunya, setelah tenaga maka wajah cantik juga akan jadi makanan dari perjanjian dia buat.
,
Jimin melihat punggung pemuda yang duduk anteng diatas kayu besar di sana. Sebuah jalan setapak sepi, dimana tak ada seorang pun melewatinya apalagi menjelang malam hari. Yoongi menghisap rokoknya, tak terbiasa dengan asapnya membuat dia terbatuk lalu membuangnya.
Hal itu menyebabkan pemuda di belakangnya terkekeh. Dengan langkah kaki semangat dia mencoba mendekati si pemilik mata sipit itu. Tatapan judes sudah menjadi makanan setiap hari bagi Jimin. Ketika Yoongi tak suka diganggu maka ekspresi wajah itu masih sama saja untuk beberapa bulan ini.
"Hei, kalau kau sudah biasa hidup sehat. Untuk apa kau merusak nya? Kalau ayahmu lihat dirimu tadi dia bisa saja jantungan." Menaruh pantatnya dengan nyaman di samping Yoongi. Tak ada kata keberatan sama sekali jika Yoongi harus membagi tempat untuk pemuda cerewet menurutnya.
"Apa peduliku, aku hanya ingin meniru apa yang ayah lakukan. Setiap kali aku melihatnya duduk dan merokok, aku merasa lidahku juga akan mencobanya. Walau itu terdengar jelek." Entah sejak kapan diakhir kalimat saja dia sulit mengatakannya.
"Kau tidak baik saja,"
Yoongi mendengar ucapan Jimin hanya bisa tersenyum. Apa yang dikatakan nya memang benar. Hatinya tidak baik, dirinya juga tak mampu mengatakan semua kebenaran ini. Termasuk pada dirinya sendiri. Barangkali jika dia mampu, dia bisa mengusulkan untuk akhir dari takdir yang sudah membelenggu dirinya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
36 Days (SEASON II) (YoonMin)
FanfictionSatu tahun setelah Jungkook mendapatkan haknya. Setelah tiga puluh enam hari yang panjang dan penuh rintangan. Lantaran tekad kuat, Tuhan memutuskan untuk menghilangkan kemampuan indigo nya, Min Yoongi. Yoongi mengira hidupnya sudah berubah baik-ba...