Happy reading!
Catrionna sedang memperhatikan tanaman bunga mawar di taman belakang kediaman Gilson. Bunga mawar merah di tanah seluas sepuluh hektar itu adalah peninggalan ibu Kenard. Menurut ucapan Lina yang sudah mengabdi selama tujuh tahun di kediaman ini, mertuanya sendiri yang menanamnya. Lina memang tidak secara langsung menyaksikannya, tetapi kisah tentang tanaman bunga mawar itu diceritakan secara turun-temurun.
Mertuanya alias nyonya Gilson itu sangat menyukai bunga mawar. Itu sebabnya, tanaman itu masih terawat hingga saat ini. Tentu saja atas perintah Edward Gilson dan diteruskan oleh Kenard Gilson sebagai tanda kenang-kenangan.
Setelah merasa bosan, Catrionna memanggil dan menyuruh Lina untuk membawakannya beberapa kudapan. Ia sedang ingin menyemil sekarang.
"Lina.. Apa yang akan terjadi jika aku mematahkan salah satu bunga mawar itu?"
Pertanyaan Catrionna yang tiba-tiba membuat mata bulat Lina semakin membulat. Rasa kagetnya belum surut sampai ia terkesiap melihat Catrionna berjalan mendekati tanaman bunga mawar yang melimpah itu.
"Putri.. Jangan!" seru Lina spontan berteriak.
Catrionna mendengus keras mendengar Lina begitu heboh ketika ia mendekati tanaman bunga mawar milik mertuanya itu. Apa yang sebenarnya ada dipikiran Lina? Apakah Lina berpikir bahwa ia akan benar-benar mematahkan salah satu bunga mawar itu? OHO.. Catrionna masih sangat waras untuk tidak membuat amarah Kenard mencuat dengan begitu mengerikan.
"Kenapa kau berteriak padaku!?" seru Catrionna tak terima.
Tubuh Lina gemetar merasa takut mendengar nyonya baru Gilson itu balik berteriak padanya. Ia sungguh lupa bahwa statusnya tidak mengharuskan ia bersikap seperti itu. Dengan segenap kekuatan dan keberanian yang tersisa, Lina menekuk lutut dan memohon ampun kepada Catrionna yang kini memasang wajah datar.
"Putri.. Maafkan saya.. Maafkan saya. Saya bersalah, hukum saya.. hukum saya putri." pinta Lina putus asa.
"Pfftt.."
Terdengar suara tawa yang ditahan di depannya, membuat Lina meneguhkan diri untuk mengangkat kepalanya. Seketika helaan nafas lega keluar begitu saja dari mulutnya ketika mendapati Catrionna tengah tersenyum padanya. Sebuah uluran tangan kini kembali membuat matanya kembali melebar. Dengan ragu-ragu, Lina menerima uluran tangan Catrionna yang membantunya berdiri.
"Apa yang kau pikirkan Lina? Ayolah.. Aku tidak sekejam itu." ujarnya santai setelah sebelumnya sukses membuat Lina menahan nafas akibat tekanan yang tiba-tiba datang.
"Aku hanya bercanda."
Lina mendengus dengan sangat pelan agar Catrionna yang berdiri di depannya tidak mendengarnya. Tadi itu, umurnya seperti berkurang lima tahun saja rasanya.
Catrionna terkekeh ketika melihat wajah Lina yang tidak seperti biasanya, sedikit menekuk. "Maafkan aku Lina. Tapi tadi itu.. sungguh menghibur." katanya tanpa merasa berdosa.
Lina memaksakan senyum seraya menganggukkan kepala.
"Aku hanya merasa.. bosan dan kesepian saja."
Lina yang mendengar itu tentu merasa iba. Secara perlahan, rasa kesal yang sejak tadi ia tahan menguap begitu saja. Sejak kepergian Tuan Jenderal lima hari yang lalu, sang nyonya baru itu memang lebih terlihat murung. Mungkin karena ia tidak memiliki seseorang untuk diajaknya berbicara secara mendalam.
"Jika aku meminta kepada Kenard untuk mengurus tanaman bunga mawar itu, apakah dia akan mengizinkannya?"
Lina mengangguk ragu-ragu. Sedikit tidak yakin karena kehidupan bangsawan yang melekat sejak Catrionna lahir. Hidupnya benar-benar di atas awan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken & Cat (END)
Historical FictionCatrionna Arches dipaksa menikah dengan jenderal militer kerajaan, Kenard Gilson. Perjodohan yang telah dirancang sejak lama oleh kedua ayah mereka membuat Catrionna tak bisa menolaknya. Tetapi, rumor yang beredar luas di seluruh negeri bahwa sang...