[31]

111K 12K 160
                                    

Happy reading!

Setelah kepergian Putri Odelia, Catrionna masih berada di sana. Keberadaan Pangeran Albern memaksanya untuk tetap diam di tempat. Meski waktu terus bergulir, tetapi Pangeran Albern masih bergeming di tempatnya berdiri. Catrionna ingin kembali ke meja jamuan, namun ia tidak mau bersikap kurang ajar dengan meninggalkan Pangeran Albern begitu saja. Apalagi laki-laki itu secara tidak langsung telah menolongnya.

"Nyonya Gilson," panggil Pangeran Albern. Nada suara laki-laki itu terdengar ragu-ragu dan sedikit berbisik, membuatnya berdebar tanpa tahu alasannya.

"Ya?"

"Sebenarnya.. alasan aku menghampiri kalian di sini karena ingin bertanya sesuatu."

Kening Catrionna sedikit mengerut, "Bertanya perihal apa, Pangeran Albern?"

Wajah Pangeran Albern tampak bersemu. Hal itu membuat pikiran Catrionna sudah ke mana-mana. Tidak mungkin kan kalau sang pangeran menyukainya? Pikir Catrionna skeptis.

"Itu.. temanmu yang duduk di sebelah sana---"

"Oh.." seru Catrionna spontan. Wanita itu diam-diam menghela nafas lega. Saat menyadari ekspresi Pangeran Albern yang sedikit berubah karena ia menyela ucapannya, Catrionna langsung menyengir hambar, "Maafkan saya, Pangeran Albern. Silahkan dilanjutkan. Saya akan mendengarkannya."

Pangeran Albern kembali melirik sekilas ke arah meja jamuan di mana para putri bangsawan lainnya berada sebelum mematri tatapannya pada Catrionna. "Mengenai teman dekatmu, Putri Celine Heroes, hmm.. apakah ia sudah memiliki pasangan?"

Catrionna tersenyum geli saat lagi-lagi melihat pipi Pangeran Albern yang memerah, "Ah.. temanku yang itu," Catrionna sengaja menjeda ucapannya hanya untuk mengamati perubahan di wajah Pangeran Albern. Ada seberkas harapan yang memancar di binar matanya membuat Catrionna menahan diri untuk tidak tersenyum. "Putri Celine masih sendiri, Pangeran Albern.."

Kala menangkap raut kelegaan dari wajah Pangeran Albern, Catrionna kembali melanjutkan ucapannya, "Setahu saya begitu. Kalau akhir-akhir ini dia sedang dekat dengan seseorang, saya tidak tahu."

Pangeran Albern menghela nafas panjang, "Kau pandai mempermainkan perasaan orang lain, Nyonya Gilson."

Catrionna terkekeh ringan dengan tangan menutupi mulutnya, "Terima Kasih untuk pujiannya, Yang Mulia."

"Kembalilah ke sana, aku sudah malas melihat wajahmu."

"Dengan senang hati, Yang Mulia," jawab Catrionna dengan tenang. Wanita itu segera melarikan diri dari hadapan sang putra sulung Raja itu. Ia langsung menghampiri Putri Celine dan membisikan sesuatu padanya.

Pupil mata Putri Celine melebar. Mulutnya bahkan sampai menganga karena tidak percaya dengan apa yang baru saja Catrionna ucapkan di telinganya. "Benarkah?"

Catrionna hanya mengangguk dengan menampilkan senyum menggoda.

"Aku harus bagaimana, Cat?" tanya Putri Celine gugup.

"Berlaku seperti biasanya. Memangnya kau ingin bagaimana?"

"Tiba-tiba saja hatiku berdebar," cicit Putri Celine dengan wajah memerah.

Catrionna tersenyum tipis dan menepuk pundak Putri Celine sebelum kembali duduk di kursinya. Ia tidak terlalu kaget jika Pangeran Albern menaruh hati kepada temannya itu. Putri Celine gadis yang cantik, baik dan ramah. Ia juga berasal dari keluarga bangsawan terpandang. Setidaknya status sosial di antara mereka tidak akan menjadi halangan untuk hubungan mereka berdua. Pangeran Albern juga terlihat baik, meski sedikit menyebalkan. Dan harus Catrionna akui bahwa putra sulung sang raja itu memang tampan. Apalagi darah kerajaan yang mengalir di tubuhnya itu tidak bisa ditampik. Meski menyebalkan, aura wibawa dan kebijaksaan lebih mendominasi di beberapa waktu tertentu.

Ken & Cat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang