[34]

107K 10.9K 129
                                    

Happy reading!

Bangunan itu masih sama seperti terakhir kali ia mendatanginya. Setelah memandanginya beberapa saat, Kenard kembali melanjutkan langkahnya ke dalam bangunan itu.

Seperti biasanya, penjaga pintu dengan sigap membukakan pintu untuknya. Memasang wajah datar, Kenard dengan acuh mengambil duduk yang telah disediakan untuknya.

Orang-orang yang berada di ruangan yang sama belum ada yang membuka suara. Suasana mencekam ini sanggup membuat setiap mulut siapa saja bungkam. Bukan karena kehadiran Kenard sang jenderal militer kerajaan, melainkan putra sulung mendiang Raja, Pangeran Albern.

Pangeran Albern, meski terkenal menyebalkan tetapi laki-laki itu tidak pernah memasang wajah dingin. Raut wajah tanpa ekspresinya benar-benar membuat nyali siapa saja yang menatapnya menciut. Kecuali Kenard, tentu saja. Sang jenderal begitu mengenal pangeran satu itu hingga tidak ada sedikit ketakutan dalam dirinya.

"Aku tidak tahu kalau kau bisa tidak sedisiplin ini, Ken," tutur Pangeran Albern dingin. Kedatangan Kenard yang sedikit terlambat dari jam yang ditentukan membuatnya sedikit jengah. Anak itu.. benar-benar. Pangeran Albern sangat ingin memiting kepala Kenard sialan itu di ketiaknya, seperti dulu.

"Hanya jika aku tidak ingin menghadiri sesuatu yang sebenarnya tidak ingin aku datangi, Yang Mulia,” balas Kenard ringan.

Pangeran Albern mendengus samar. Akan sia-sia saja membuat Kenard tidak berdaya dihadapannya. "Setidaknya kau bisa melakukannya demi saudaramu sendiri."

"Akan saya ingat, Yang Mulia." Kenard memandang Pangeran Albern dengan tersenyum tipis. Benar, mereka berdua memang bersaudara. Lebih tepatnya, Pangeran Albern adalah sepupunya. Ratu pertama, Lioda Gilson, Ibu Pangeran Albern adalah kakak perempuan ayah Kenard, Edward Gilson.

Kenyataan itulah yang membuat Pangeran Albern sesekali menolong Kenard ketika sedang disudutkan oleh Putra Mahkota. Atau seperti kejadian tidak lama ini, saat istri Kenard, Catrionna, tengah mengalami kesulitan menghadapi Putri Odelia.

Pangeran Albern mengalihkan pandangannya ke arah para petinggi perbatasan utara. "Apa yang ingin kalian sampaikan hingga membuatku datang jauh-jauh kemari?" tanyanya dengan alis terangkat sebelah.

"Kami ingin memberitahu sesuatu yang sangat penting, Yang Mulia," tutur Tuan Bernard. Laki-laki paruh baya itu memasang wajah serius. "Kami.. perwakilan wilayah perbatasan utara, menyatakan dengan sepenuh hati mendukung langkah anda sebagai Raja berikutnya."

Pangeran Albern terdiam sejenak sebelum tergelak kencang, "Omong kosong macam apa ini!?"

"Kami bersungguh-sungguh, Yang Mulia," tukas Tuan Baron menambahkan.

Senyum geli tersungging di bibir Pangeran Albern, " Apakah kau mendengar itu, Kenard?"

Kenard masih terdiam dengan wajah datarnya. Tunggu sebentar lagi, ia masih mengamati keadaan.

"Apa alasan kalian?" tanya Pangeran Albern. Sudut bibirnya terangkat membentuk seringaian, "Bukankah kalian terpecah belah menjadi beberapa fraksi?"

"Itu hanya cara kami melindungi diri. Dengan cara itu, istana tidak akan terlalu ikut campur dengan urusan perbatasan utara," jawab Tuan Gate.

Pangeran Albern makin terbahak. Tangannya bahkan sempat menggebrak meja yang berada di depannya, "Kalian pandai melawak hahaha.." Wajahnya sudah memerah karena kebanyakan tertawa. "Apakah kalian lupa aku juga bagian dari istana?"

"Tetapi Yang Mulia juga bagian dari kami," jawab Tuan Bernard tenang. "Sejak dulu, keluarga Gilson selalu menjadi panutan kami karena jasa-jasanya pada penduduk di perbatasan utara."

Ken & Cat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang