Happy reading!
Kepulan asap dari secangkir teh hijau yang baru saja dihidangkan refleks membuat Catrionna tersenyum. Wanita itu mengambil nafas dalam saat aroma teh merasuki rongga hidungnya. Mengeluarkannya secara perlahan hingga perasaan tenang menghinggapi hatinya. Meski begitu, ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk mencicipinya.
Kewaspadaan adalah hal yang perlu ia prioritaskan saat ini. Bagaimana tidak? Keberadaannya di istana pusat, tempat Ratu bersemayam membuatnya harus pintar-pintar mengambil keputusan agar tidak merugikannya. Tentu saja itu merujuk pada perkataan Kenard mengenai penghuni istana yang rata-rata memiliki sifat menyebalkan yang kini telah terpatri di kepalanya. Segala tingkah laku atau apapun mengenai mereka perlu dicurigai, termasuk secangkir teh di depannya.
Catrionna mendengus samar. Tidak ia sangka bahwa sang suami memiliki bakat menghasut. Wanita itu tidak tahu saja, menghasut adalah salah satu keahlian Kenard setelah menjadi jenderal militer kerajaan.
"Nyonya Gilson," panggil sebuah suara yang terdengar begitu pas di telinganya. "Maaf membuatmu menunggu."
Catrionna memasang senyum sapa sekadarnya saat matanya menangkap sang Ratu memasuki ruang di mana ia dibiarkan menunggu. Meski tengah tersenyum, namun hatinya diam-diam merutuki istri Raja itu. Kalau bisa, bola matanya sudah memutar sedari tadi. Ia benar-benar merasa menjadi tawanan karena sampai dijemput paksa ke kediamannya saat Kenard tidak ada, meski dengan cara halus sekalipun. Belum lagi, ia dibiarkan duduk termangu sendirian hingga setengah jam lebih hanya untuk menunggu sang Ratu bersiap. Sebenarnya siapa yang membutuhkan siapa?
Ya, Catrionna sangat paham bahwa kehadirannya di sini memang hanya sekedar tengah dibutuhkan. Kenard benar, keluarga istana memang mempunyai bakat menjadi orang yang menyebalkan.
"Hormat saya, Yang Mulia Ratu.." salam Catrionna setelah berdiri dari duduknya.
Ratu Patricia tersenyum tipis, "Terima kasih, duduklah kembali."
Sesaat keheningan menyelimuti mereka. Ratu Patricia tengah menatap Catrionna dengan lamat, tetapi tetap terdiam. Sedangkan Catrionna, ia sama sekali tidak tertarik membuka pembicaraan di antara mereka. Memangnya apa yang ingin ia bicarakan? Memberitahu bahwa mahkota sang Ratu sedikit miring ke arah kiri? Atau cincin di jari manisnya yang sepertinya kekecilan hingga membuat sisi-sisi kulit jarinya sedikit mengembang? Konyol sekali.
"Terima kasih karena kau telah bersedia menemuiku, Nyonya Gilson," ujar Ratu Patricia dengan senyum menawannya. "Sampai harus menempuh jarak sejauh ini."
Sudut-sudut bibir Catrionna berkedut karena tengah berusaha menahan tawanya. Apanya yang bersedia? Ia bahkan sempat terkejut akan kedatangan orang-orang istana di kediamannya saat ia sedang berada di dapur untuk membuat kue yang lagi-lagi keasinan.
"Suatu kehormatan bagi saya karena Yang Mulia harus repot-repot mengundang saya untuk bisa bertemu dengan anda, Yang Mulia," tukas Catrionna apa adanya. Ia hanya ingin memperjelas keadannya saja. Bukan ia yang bersedia datang jauh-jauh ke istana untuk menemui sang Ratu, tetapi ia datang memang karena undangan yang terkesan memaksa itu.
Ratu Patricia tersenyum tipis saat mendengar jawaban Catrionna yang menekankan bahwa ia memang memaksa kehadirannya di istana. Untuk menetralisir ego dalam dirinya yang sempat terusik, ia memilih meminum teh yang berada di depannya. "Karena kau sudah berada di sini, kau harus mencicipi teh hijau ini. Kami mendapatkannya dari kerajaan tetangga," tutur Ratu Patricia setelah ia meletakkan cangkir teh miliknya. Ada raut kebanggaan yang terlukis di wajahnya.
"Benarkah?" tanya Catrionna memasang wajah antusias yang sedikit dipaksakan. Perkataan Ratu Patricia seolah-olah ia tidak pernah meminum teh sejenis ini di kediamannya saja. "Saya pikir teh ini berasal dari kerajaan kita memingat wilayahnya yang sangat luas," ujarnya dengan memasang ekspresi bingung di wajahnya. Secara tidak langsung, Catrionna hanya ingin mengatakan bahwa hanya untuk sebuah teh kenapa harus mendapatkannya dari kerajaan tetangga? Apalagi ini permintaan dari istana langsung. Jangan sampai kerajaan lain beranggapan bahwa Kerajaan Artanta mengalami krisis kelangkaan teh. Konyol sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken & Cat (END)
Historical FictionCatrionna Arches dipaksa menikah dengan jenderal militer kerajaan, Kenard Gilson. Perjodohan yang telah dirancang sejak lama oleh kedua ayah mereka membuat Catrionna tak bisa menolaknya. Tetapi, rumor yang beredar luas di seluruh negeri bahwa sang...