[33]

101K 11.3K 242
                                    

Folooow, vote dan komen yang buanyaak!

Happy reading!

Kerajaan Artanta tengah diliputi kesenduan. Langit di sore hari yang tengah mendung, seakan tahu diri untuk tidak menyengat sekumpulan orang-orang di bawah sana yang kini tengah terisak-isak.

Tepat pukul depalan pagi, sang matahari negeri menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergiannya yang sangat tiba-tiba membuat istana kalang kabut. Tidak menduga bahwa hari ini akan datang secepat ini.

Area pemakaman ramai dihadiri oleh keluarga kerajaan, sanak saudaranya serta para pejabat pemerintah. Mereka berbaris rapi sebagai bentuk penghormatan terakhir.

Di depan sana, Putri Odelia dan sang Ratu, Patricia, tengah menangis tersedu-sedu di pelukan Putra Mahkota. Sedangkan di seberang mereka, Pangeran Albern hanya berdiri kaku. Ekspresi wajahnya tidak terbaca. Namun siapapun tahu bahwa laki-laki itu sama sekali tidak meneteskan air matanya. Ia hanya menunduk dan memperhatikan tempat peristirahatan terakhir ayahandanya.

Di barisan para pejabat pemerintahan, Kenard hanya menatap datar pemandangan di depannya. Meyakini sepenuhnya bahwa pertunjukan ini akan segera usai. Meski begitu, pikirannya diam-diam menerawang masa depan kerajaan ini. Sekali lihat saja, huru-hara sudah pasti akan terjadi, cepat atau lambat.

Kenard mendesah lelah. Telinganya yang tajam jelas mendengar bisikan-bisikan dari para pejabat lainnya. Belum apa-apa dan bahkan masih di hari yang sama Raja meninggal dunia, kubu-kubu sudah terbentuk. Meski kerajaan sudah memiliki seorang Putra Mahkota, bukan berarti semua orang menginginkannya naik tahta.

Laki-laki itu menolehkan kepalanya. Di samping kanannya, berdiri sang mertua, Berwyn, yang tengah memasang raut sendu.

"Ayah," sapa Kenard sedikit kaku.

Berwyn menatap Kenard dengan tersenyum tipis. Tangannya terangkat menepuk pundak menantunya. "Jika sesuatu terjadi padaku, tolong jaga putri kecilku, Ken."

Meski tidak tahu arah pembicaraan itu akan bermuara ke mana, Kenard tetap mengangguk dengan mantap. Baginya, Catrionna sudah menjadi bagian dari hidupnya. Wanita itu berhasil menyusup ke relung paling dalam hatinya.

Sesaat setelah upacara pemakaman selesai, Kenard langsung menghampiri Catrionna yang berada di barisan para putri bangsawan.

"Cat.." panggilnya saat matanya menangkap sang istri tengah berbincang dengan Putri Celine Heroes. Saat sampai di sisi sang istri, ternyata Catrionna tengah meyakinkan Putri Celine untuk mendekati Pangeran Albern. Keluarga kerajaan tengah berduka, tetapi hanya ia yang tidak memiliki seseorang untuk didekapnya. Ibunya mati mengenaskan, ayahnya baru saja menyatu dengan tanah dan ia tidak memiliki saudara seperibunya. Laki-laki itu tidak mungkin menguatkan diri dengan mengemis pelukan hangat dari Ratu dan kedua saudara tirinya jika mengingat hubungan mereka yang carut-marut. Ia.. sendirian.

"Pergilah," ujar Catrionna lagi.

Setelah kepergian Putri Celine dari hadapan mereka, Kenard segera menautkan tangan mereka berdua. Ada banyak orang dan ia tidak ingin istrinya menghilang seperti kejadian pada pesta penobatan Putra Mahkota.

"Ingin bertemu dengan Ayah?" tanya Kenard saat Catrionna masih saja sibuk memantau pergerakan Putri Celine di depan sana.

"Ayah?" ulang Catrionna. "Ayah tampanku ada di sini?"

Kenard mendengus samar, "Ya," jawabnya dengan datar.

"Kalau begitu, ayo!" seru Catrionna semangat.

Mereka berdua kemudian menghampiri Berwyn yang tengah mengobrol dengan putranya, Kendrick.

"Ayah!"

Catrionna segera menghamburkan dirinya ke dalam pelukan hangat ayahnya. Wanita itu begitu rindu karena kini sudah jarang bertemu.

Berwyn membalas pelukan putrinya. Rona wajahnya begitu bahagia saat mendapati sang putri kecilnya berada dalam dekapannya, setelah sekian lama. "Kenapa kau jarang berkunjung ke rumah, Cat?"

"Kenard mengurungku, Yah," adunya dengan nada merengek. "Laki-laki pilihan Ayah itu tidak ingin aku meninggalkannya sedetik pun," jawabnya lebih dramatis. Wanita itu diam-diam menyeringai di balik badan ayahnya.

Kenard hampir tersedak saat mendengar ucapan Catrionna. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum menghela nafas panjang. Sisi Catrionna ini, pernah ia lihat saat hari pernikahan mereka. Saat ia meninggalkan Catrionna untuk mengambil minuman. Pekikan Catrionna saat itu, ia mendengarnya dengan jelas.

"Benar, Ken?" tanya Berwyn dengan terseyum geli.

"Benar, Ayah. Kau harus percaya pada putrimu," sahut Catrionna yang masih ingin menjahili suaminya. Ia bahkan sampai melayangkan telunjuknya ke dada Kenard dan sedikit menekannya. "Dia sering mengurungku di dalam kamar. Sepertinya Ayah akan segera memiliki cucu."

Kendrick tertawa melihat tingkah adiknya. Laki-laki itu mengusap pucuk kepala adiknya dengan gemas, "Kau pandai membual!"

Catrionna melotot tak terima, "Jangan kaget kalau suatu hari ada seorang bayi memanggil dirimu dengan sebutan paman."

"P-paman?" tanya Kendrick sedikit ngeri. "Apakah aku sudah setua itu?"

"Wajahmu bahkan sudah dipenuhi keriput," balas Catrionna dengan sudut bibir terangkat.

Pandangan Kendrick beralih kepada Kenard yang sedari tadi hanya diam saja. "Kau jangan meniduri adikku lagi, Ken. Aku tidak ingin menjadi paman."

Bola mata Kenard melebar. Ia baru saja ingin mengeluarkan pendapatnya saat mendengar Catrionna tergelak senang.

"Ayah harus menghukum, Kenard," tukas Catrionna memulai dramanya kembali.

Berwyn terkekeh. Sebenarnya ia tahu kalau Catrionna masih ingin bermain-main. Tetapi melihat wajah Kenard yang sedikit mengeruh membuatnya mengurungkan niat untuk menanggapi kemauan sang putri. "Kau harus memperlakukan suamimu dengan baik," ujarnya dengan usapan lembut di pucuk kepala Catrionna.

"Maksud Ayah seperti ini?" tanyanya dengan memeluk Kenard, tetapi pandangannya terarah pada Kendrick dengan ekspresi mengejek. "Atau seperti ini?" Catrionna berjinjit demi bisa mengecup pipi Kenard sekilas.

Wajah Kenard sukses memerah sampai ke telinga. Aksi Catrionna tidak hanya dilihat oleh mertua dan adik iparnya. Tetapi orang-orang masih berada di sekelilingnya. "Cat.." tegurnya pelan.

"Iya, sayang?" sahut Catrionna sambil mendongak menatapnya.

Kenard berdehem saat tidak bisa lagi mengatasi dentuman di dadanya. Terasa menggelora hingga rona merah di pipinya tidak kunjung surut. "Tolong hentikan," ujarnya pelan dengan nada suara yang terdengar memohon.

Catrionna tersenyum geli. Baiklah.. sudah cukup menggoda laki-laki kesayangannya.

Setelah percakapan ringan itu, Kenard kembali terlibat pembicaraan yang lebih serius dengan Berwyn dan Kenderick. Kala ketiga laki-laki itu sibuk berbicara, saat itulah seseorang menabrak pundak Catrionna. Tidak terlalu keras, kekuatannya hanya membuat Catrionna bergeser sedikit. Tetapi sesuatu yang sengaja diselipkan di telapak tangannya, membuatnya menegang.

Sebuah surat. Dengan logo kerajaan.

Tbc.

Ngakak baca part ini..

Kira-kira siapa ya pengirim suratnya???

Ken & Cat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang