Kasus dimana Aizi hampir di lecehkan itu di bawa kedua orang tua Aizi ke meja hijau. Ke empat orang itu tak bisa mengelak dari hukuman lagi. Keluarga dari masing-masing dari mereka juga tak peduli. Nyatanya mereka juga tak bisa menebus uang tebusan untuk membebaskan anak mereka.
Aizi tak peduli soal itu, Ia tak mau membahas semua itu. Tiga hari berlalu dan gadis itu belum juga keluar dari apartemen milik Nathan. Tiga hari yang lalu Nathan meminta agar Aizi kembali tinggal bersamanya di apartemen miliknya.
"Shh," ringis Nathan. Aizi juga kelihatan meringis melihat luka di tangan Nathan akibat kejadian Ia membabi buta laki-laki kurang ajar itu.
Nathan tertawa kecil melihat ekspresi Aizi yang ikut-ikutan meringis kesakitan. Aizi melirik kesal. Entah kenapa sifat Aizi berubah cerewet sekarang dengan Nathan.
"Kenapa ketawa?" ketus Aizi. Nathan langsung terdiam, sedikit kaget dengan ucapan Aizi yang terdengar ketus tumben-tumbennya.
"Lo marah?" tanya Nathan sedikit menggoda.
"Aku nanya kok malah nanya balik?" Aizi semakin membuat Nathan gemas. Nathan dengan gerakan kilat mengacak rambut Aizi membuat Aizi terpaku dan diam.
"Lo Pms? Kok marah mulu," Nathan menatap Aizi lama. Nathan juga bisa melihat wajah Aizi memerah karena malu. Aizi yang tersadar langsung salah tingkah.
Nathan memperhatikan Aizi. Ia kembali mengingat kejadian itu dan tanpa sengaja mencengkram pergelangan tangan Aizi yang Ia pegang. Aizi yang tadinya tersipu langsung meringis kesakitan.
"Eh maaf, gue nggak sengaja. Maaf" Nathan mengelus tangan Aizi dan mengecupnya tiga kali, Ia sangat merasa bersalah. Aizi kembali terpaku karena perlakuan Nathan yang berbeda lagi.
"A-aku mau mandi dulu, urus sendiri lukanya" Aizi beranjak pergi dan dengan teganya meninggalkan Nathan yang punggung tangannya belum selesai Ia obati. Ia harus segera lari menetralkan kondisinya dulu.
"Ai, bantuin dulu!"
***
Aizi terdiam di balkon menatapi langit malam yang polos tanpa kehadiran bintang. Sepertinya akan turun hujan. Saat ini jam menunjukan pukul tiga pagi.
Semenjak tiga hari ini sebenarnya Aizi selalu diam-diam menangis mengingat kejadian yang baru saja Ia alami beberapa hari lalu, Ia semakin ketakutan.
Aizi juga tertekan dengan berita yang tersebar di sekolahnya mengenai dirinya yang hampir di lecehkan. Bahkan beberapa oknum malah mencibir Aizi dan mengatai Aizi terlalu mengumbar tubuhnya. Ngumbar dari mana juga? Aizi badannya kecil dan tidak pernah memakai pakaian minim bahan. Itu juga membuat Aizi down.
Di tengah kesendirian itu, seseorang duduk tepat di samping Aizi. Aizi mendongak terkejut mendapati Nathan yang mendongak ke arah langit yang mulai menurunkan butir air.
"Banyak orang yang ingin sendiri tapi nggak mau kesepian. Gue yakin lo juga gitu" Nathan membuka suara tapi masih fokus menatap langit yang kini menangis.
Aizi tertunduk melihat ke arah jalanan kota yang padat meski di jam seperti ini. Aizi tersenyum hampa.
"Ada juga orang yang punya seseorang tapi selalu kesepian karena dia terlalu mencintai orang itu, dia tidak ingin orang itu susah" ucap Aizi membuat Nathan melihat dan menatap ke arahnya perlahan. Walaupun dengan sebuah perumpamaan, Ia yakin bahwa Aizi mengatakan dia mencintai Nathan. Ini adalah pertama kalinya.
"Jika dua orang saling mencintai maka harusnya mereka percaya satu sama lain. Percaya bahwa suka dan duka mereka itu sama" celutuk Nathan. Nathan mengelus surai Aizi. "Jangan simpan sendiri, gue tau lo sedih" pinta Nathan.
Aizi tak bisa menahan. Ia langsung memeluk Nathan dengan erat seakan tak ingin Nathan berpisah darinya.
"Aku nggak mau kamu susah. Setiap kali ingat itu, Aku yakin kamu akan emosi. Aku takut lihat sifat kamu kalau marah" akunya. Aizi menangis kepada Nathan. Meluapkan kesedihan selama tiga hari belakangan ini dengan bercerita pada Nathan.
"Maaf gue nggak peka. Gue nggak ngerti harus gimana. Gue sadar gue terlalu sayang sama lo sampai-sampai gue emosi kalau ingat kejadian itu dan maaf kalo tanpa sengaja bikin lo ketakutan" sesal Nathan.
Nathan mungkin tanpa sadar marah ketika tak sengaja mengingat kejadian saat bersama Aizi. Setiap melihat Aizi, rasa kesal Nathan selalu saja datang membuat Aizi takut.
"Lo jangan pernah anggap lo sendirian, gue ada di samping lo hingga kita tua nanti"
"Janji, ya"
"Lo bisa pegang janji gue. Ini janji gue sebagai suami lo"
B E R S A M B U N G
Pendek? Sengaja. Hehe.
Aku mau ngasih beberapa part lagi aja deh, wkwk. Jadi Aku ubah yaa untuk tanggal 21 itu adalah part dimana Aku akan mentumkan pengumuman penting. Jadi sebelum itu kaliam enjoy aja baca part ini:vKalian maunya ini ada konflik lagi apa nggak?
*nanya doang kok:'Eh btw kasih saran scene romantis gitu dongg, otakku mikir dua kali lipat kalo nulis scene romantis penuh keuwuan yang disukai orang:v bantu dikit gpp dong<•
Komen dan vote kutunggu ya...
Aku bukan apa-apa tanpa kalian:)))
Seeyouu:)
Salam Cica.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHARAIZI
Teen Fiction"Arghh!" ringis Nathan. Aizi menutup mulutnya. Bolanya terlalu kencang dan terlewat ring kemudian mengenai kepala Nathan. Bayangkan saja, bola basket mengenai kepala? Sakit, Kan. Nathan masih meringis kemudian menatap Aizi yang nampak masih menutup...