Hari berganti hari tak terasa dua bulan telah berlalu. Hari kelulusan tiba. Para siswa jenjang akhir mulai bersuka cita bersama karena mereka akan segera ke jenjang lebih tinggi setelah masa SMA yang penuh suka duka.
Nathan dan Aizi merasa senang karena mereka segera lulus. Kenangan tak akan pernah dilupa di sekolah ini. Terutama saat Nathan, Kei dan Aizi memenangkan olimpiade Sains Kimia Nasional, itu adalah hal paling membahagiakan.
Kini malam ini adalah acara puncak pelepasan anak kelas 12 di sekolah terkenal ini. Acara di gelar besar-besaran.
"Nih,"
Aizi mendongak mendapati Gavin menyodorkan segelas minuman dingin pada Aizi. Aizi menerimanya dan tersenyum simpul.
"Makasih.... Nathan dimana?" Gavin terkekeh geli kemudian menatap Aizi.
"Nggak mau jauh-jauh dari suami, ya?" ledek Gavin sengaja. Lagipun Gavin juga sudah mengetahui semuanya begitupun dengan Efram dan Kenzo.
"Bukan gitu... Aku cuma nanya" Aizi mengelak. Ia jadi malu dan kini wajah putihnya sedikit memerah karena malu. Gavin makin puas menggoda Istri sahabatnya ini.
"Oh, iya. Adik kamu gimana kabarnya?" tanya Aizi. Sudah lama Aizi tidak bertemu dengan gadis cilik bernama Ara itu.
"Dia baik, Zi. Dia ada di Surabaya bareng Kakek, lagi liburan" jawab Gavin. Aizi mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Ia kemudian diam begitupun dengan Gavin yang juga diam karena habis topik pembicaraan.
"Aizi!!" teriakan itu berasal dari mulut mungil milik Yachi yang kini di belakangnya ada Kenzo yang menjadi korban tarikan paksa. Aizi dan Gavin refleks menoleh ke arahnya.
"Eh, Chi. Kasian temen gue," Efram juga mengikuti Yachi yang mengarah ke Aizi. Efram menjadi iba melihat Kenzo yang kini masih di tarik kerah bajunya oleh Yachi.
Gavin yang melihatnya tertawa terbahak-bahak tak punya rasa kasihan. Kenzo berdecak sebal melihatnya.
"Dosa lo, Vin! Ngetawain orang sholeh kayak gue!" kesal Kenzo. Kenzo kemudian melirik ke arah Yachi "Baby lepasin dong, please"
Yachi berlagak muntah "Yachi! Nama gue, Yachi. Bukan babi!"
"Baby bukan babi, ah kesel gue sama lo, nggak bisa romantis!" cibir Kenzo.
Yachi dan Kenzo seminggu lalu resmi bertunangan dan mereka akan menikah setelah lulus kuliah. Tapi entah bagaimana mengomentari hubungan dua sejoli itu yang satu keras yang satu otaknya geser. Aizi, Efram dan Gavin geleng-geleng kepala melihat pasangan absurd itu.
"Udah-udah. Kenapa, Chi?" tanya Aizi menghentikan pertengkaran keduanya.
"Oh, iya. Lo udah mikirin soal rencana kuliah kita nggak?" tanya Yachi.Yachi dan Aizi berencana akan kuliah di Jepang, tempat kelahiran Aizi. Yachi juga bercita-cita kuliah disana dan mengajak Aizi untuk ikut bersamanya dan Aizi mengatakan akan memikirkannya dulu.
"Aku minta maaf, Chi. Aku nggak bisa, Aku rencananya kuliah di Amerika bareng Nathan. Padahal Aku juga pengen banget kuliah disana, Nathan juga maunya Aku ikut jurusan bisnis" Aizi nampak tak enak mengatakannya. Tapi mau bagaimana lagi, Nathan memaksanya ikut dengannya ke Amerika.
Fyi Yachi juga sudah tahu soal pernikahan Nathan dan Aizi, itu sebabnya Ia tidak terkejut.
"Yahh padahal gue pengen banget bareng lo," Yachi nampak sedih.
"Udah tenang aja. Gue ada bareng lo, kok" Kenzo merangkul bahu Yachi menenangkan.
"Lo juga kuliah di jepang, Zo?" tanya Efram dan juga di ikuti dengan Gavin yang sama penasarannya.
Kenzo mengangguk sebagai jawaban. "Nyokap gue yang minta. Lagian ini juga sebagai bentuk penjagaan gue ke calon istri"
Yachi menendang kasar betis Kenzo tanpa alasan. Membuat Kenzo meringis kesakitan memegangan betisnya. Untung belum nikah, kalau sudah nikah pasti Kenzo lari dari rumah karena di KDRT.
"Kalau lo berdua dimana, Fram? Vin?" tanya Kenzo.
"Prancis" jawab keduanya kompak.
***
Nathan dan Aizi sudah masuk ke mobil setelah acara selesai. Nathan tak banyak bicara sejak di pesta itu membuat Aizi agak bingung. Ia melirik Nathan yang akan menyalakan mesin mobil.
Aizi dengan berani memegang tangan Nathan membuat Nathan mendongak heran.
"Kamu kenapa?" tanya Aizi. Merasa ada yang janggal dengan sikap Nathan.
"Nggak, kok" elak Nathan sangt jelas Ia menyembunyikan sesuatu. Ia tak menatap Aizi dan menghindari kontak mata dengan gadis itu.
"Jujur aja, Nathan" mohon Aizi. Nathan menghela nafas pasrah dan melihat ke arah Aizi. Ia harus terbuka.
"Lo punya cita-cita?" tanya Nathan tiba-tiba. Aizi tanpa ragu mengangguk sebagai jawabannya.
"Apa?" tanya Nathan ingin tau.
"Jadi Psikiater. Itu impian Aku sejak SMP" jujur Aizi. Ia menginginkan hal itu karena sebuah kejadian dimana Aizi jadi terkesan untuk menjadi seorang Psikiater.
Nathan menghela nafas. Sekejap merasa bersalah.
"Kejar mimpi lo di Jepang!" titah Nathan.
Aizi menegakkan badannya tak mengerti. "maksudnya?"
"Jangan ikut gue ke Amerika. Lo bisa ke jepang dan ambil jurusan yang lo suka" jelas Nathan. Aizi tak bergeming dan tak merespon.
"Kenapa? Bukannya kamu bilang kita akan sama-sama terus?" Aizi nampak berkaca-kaca. Entah kenapa Ia merasa Nathan tak ingin bersamanya.
"Hei jangan nangis" Nathan menghapus air mata Aizi dengan tangannya. Nathan memeluk Aizi.
"Gue denger percakapan lo sama anak-anak tadi. Gue rasa gue terlalu ngekang lo" jujur Nathan. Ia mendengar semuanya tadi dan merasa bahwa Aizi terkekang dengan keingingan Nathan.
"Aku nggak masalah, kok. Aku rela"
"Gue yang nggak rela, Ai. Gue nggak rela impian lo musnah gara-gara gue egois" Nathan mengelus surai Aizi.
"Tapi nanti kita kepisah. Aku nggak mau"
"Gue juga nggak. Tapi kita harus gini"
Aizi melepas pelukan Nathan dengan wajah sayu.
"Aku ambil jurusan lain aja, tapi kita tetap sa-"
"Nggak, Ai" Nathan menangkup wajah Aizi. Ia tersenyum hangat.
"Kita harus saling percaya. Kita memang terpisah tapi kita akan tetap sama-sama di hati. Aku dan Kamu itu satu, suka duka harus kita lewati anggap aja ini ujian buat kita. Oke?"
Nathan menyakinkan Aizi. Aizi belum menerima semuanya tapi Ia mengangguk sebagai jawabannya, Ia masih menunduk.
"Aku akan ada di samping kamu...." lirih Nathan.
"Sampai kita tua nanti" lanjut Aizi.
B E R S A M B U N G

KAMU SEDANG MEMBACA
NATHARAIZI
Teen Fiction"Arghh!" ringis Nathan. Aizi menutup mulutnya. Bolanya terlalu kencang dan terlewat ring kemudian mengenai kepala Nathan. Bayangkan saja, bola basket mengenai kepala? Sakit, Kan. Nathan masih meringis kemudian menatap Aizi yang nampak masih menutup...