Vote dan komen dulu, yuk!
Selamat membaca 🦉———
Benar. Isi dari pesan yang didapat Manda kemarin memang benar adanya. Korbannya kali ini seorang gadis lagi. Yang diketahui namanya Fani.
Fani ditemukan jasadnya sudah membiru, karena ia sudah meninggal sejak sore kemarin, dan baru diketahui pagi ini. Fani sudah dipulangkan ke rumah duka, melihat anaknya pulang dalam keadaan tanpa nyawa, setelah hilang sedari sore kemarin membuat orang tuanya menjerit histeris. Dzul juga ada di sana sesuai dengan ucapannya kemarin, ia akan membantu Manda dan kawan-kawan.
Saat baru sampai di sekolah, Manda langsung meluncur ke UKS, tempat yang selalu menjadi saksi bisu atas pembunuhan tiga orang siswi SMA Geumdo. Ia menghampiri Dzul yang sedang memasangkan garis polisi di depan pintu UKS. Sudah kesekian kalinya pintu itu di beri garis polisi.
"Gimana, Yah?" Manda memanggil sesuai permintaan Dzul kemarin. Dzul menoleh, kemudian menyerahkan pekerjaannya pada rekannya.
Ia mengajak Manda ke tempat yang sedikit sepi, menjauh dari orang-orang yang melongok kepo ke dalam UKS.
"Jejaknya hilang, cuma ninggalin satu petunjuk sesuai dengan isi pesan kamu kemarin. Sebelumnya juga selalu ada benang merah di setiap korban yang sudah dia habisi, 'kan?" Manda mengangguk. Ia mendengar pembicaraan dari beberapa guru, selalu ada benang merah yang pembunuhan itu ikatkan pada kaki atau tangan korbannya. Bahkan, Rani yang diduga bunuh diri 'pun juga mendapat ikatan benang merah pada pergelangan kakinya. Itu berarti pelaku yang sama, bukan?
"Jadi gimana, Yah? Kepala sekolah katanya lagi di luar kota." Manda menatap mata Dzul sedikit mendongak.
"Ya, gimana lagi, kita perlu selidiki terus menerus, Nak. Kamu jaga diri, yaa. Jangan sendiri-sendiri, ayah takut kamu kenapa-napa." Dzul berucap seraya mengelus rambut Manda. Manda mengangguk mantap.
Ia meninggalkan Manda setelah di panggil oleh rekannya. Manda menatap punggung Dzul yang kian menjauh pergi dari sekolahnya.
Sebenarnya kenapa? Apa yang salah sehingga nyawa satu persatu murid yang menjadi tumbalnya.
***
"Lo ngerasa nggak? Kalau yang dibunuh satu persatu itu orang yang sempat bully Jira sewaktu dia dituduh nyuri uang kepala sekolah?" tanya gadis berambut hitam legam.
Temannya yang berkaca mata melotot, ia membenarkan ucapan gadis berambut hitam legam itu. "Iya! Gue baru ngeh! Kok bisa, ya?"
Gadis berambut hitam legam itu menggeleng tidak tahu. Ia menyeruput bobanya sambil memutar pandangan ke sekeliling kantin. Pandangannya terhenti kala melihat Ghifa yang sedang membawa beberapa bungkus jajanan ringan di tangan kanannya menggunakan kresek bening, lalu tangan kirinya memegang dua gelas boba yang juga dibungkus juga dengan kresek bening disusun secara vertikal.
Ia sesekali menyapa balik orang yang menyapanya.
Gadis berambut hitam legam itu memanggil Ghifa, Ghifa mendekat padanya seraya menaikkan alisnya bertanya.
"Buat siapa?" tanya gadis berambut hitam legam itu.
Ghifa mengangkat kresek di kedua tangannya lalu menaikkan kedua alisnya. "Ini?" tanya Ghifa balik. Kedua gadis itu mengangguk.
Ghifa ber-oh ria seraya membulatkan bibirnya kemudian ia mengangguk. "Buat gue sama Jira, kenapa emang?"
Kedua gadis itu melotot, ia saling bertukar pandang. Gadis berkaca mata itu menyuruh Ghifa lebih mendekatkan, tepatnya telinga Ghifa. Sepertinya gadis itu akan mengatakan sesuatu dengan cara berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAS BOBROK [Tamat]
Fiksi RemajaSejauh apapun menyimpan bangkai, pada akhirnya akan tercium juga. "Dia" membuat keadaan sekolah menjadi kacau. Seharusnya sekolah menjadi tempat menuntut ilmu, bukan untuk membuat para muridnya menjadi mayat. . . . RANK: #1 - Teka-teki (16 Mei 202...