•44•

797 192 119
                                    

Semoga nge-feel:')
Kasih vote dan komen dulu, dongg!

Selamat membaca.

***

Pak Arien datang dari arah belakang tenda. Ia tergopoh-gopoh menghampiri orang-orang yang nampak panik. Ia tadi mendengar suara pak Sukman berteriak setra suara tembakan. Ia bahkan menaikkan resleting celananya sambil berlari. Ia meletakkan pisau bekas membabat ilalang yang menghalangi jalannya--agar tidak melukai kakinya bila tergores oleh ilalang yang berduri halus.

"Ada apa ini, Pak Sukman?" tanya pak Arien melihat semua orang yang menangis ketakutan--terutama yang perempuan.

"Keempat siswi kita diculik sama empat orang yang bertopeng. Bagaimana ini, Pak Arien?"

Pak Arien melotot sempurna, ia mencari-cari senter yang sudah ia bawa dan diletakkan di dalam sebuah tas kecil.

"Ayo kita cari mereka, Bapak-bapak!" seru pak Arien mengajak guru-guru lainnya. Namun, pak Sukman mencegahnya.

"Mau dicari ke mana, Pak? Mereka udah dilarikan pakai mobil."

"Kenapa nggak ada yang mau ngejar, sih?!"Pak Arien menggeram marah. Ia menendang apa yang ada di hadapannya. Apa yang dilakukan pak Arien mampu membuat mereka semua tambah ketakutan.

Pak Sukman dan salah satu guru lainnya sontak mendekati pak Arien dan menenangkannya.

"Tenang dulu, Pak. Tenang ...." Pak Sukman menepuk-nepuk pundak pak Arien pelan.

Dengan dada yang bergemuruh hebat, pak Arien bertanya, "kenapa bisa mereka diculik? Padahal kan masih di dekat-dekat sini!" Pak Arien meninggikan nada bicaranya.

Refi berdiri. Ia menunjuk Alwa dengan tatapan kebencian yang pekat. "Alwa, Pak! Alwa yang buat mereka diculik!"

Alwa menggeleng samar, ia memainkan jemarinya saat perhatian semua orang teralihkan padanya. Ia meringis saat pipinya ditampar dengan keras. Saat mendongak, ia dapat melihat mata Ais yang memerah.

Cewek itu menampar Alwa dengan sekuat tenaganya. Ia menarik rambutnya sendiri dengan kasar kemudian berjongkok di samping Alwa. Keduanya sama-sama menangis.

Ais mendongak menatap Alwa bengis. "Gue pastiin lo hidup nggak tenang!" desisnya disertai senyuman miring. Dari sini, Ais terlihat menyeramkan. Wajahnya menyerupai psikopat yang sedang haus akan mangsanya.

Revia berdiri dari duduknya. "APA?! APA YANG LO BILANG NGGAK APA-APA?! APA YANG LO BILANG TENANG AJA TU APA?! MUAK GUE LIAT MUKA SOK NGGAK BERDOSA LO ITU, WA!" Revia memberontak saat tangannya ditarik oleh Fauzan. Ia berusaha melepaskan cekalan Fauzan yang semakin mengeras.

Fauzan membawanya ke tempat yang sepi. "LEPAS!" amuknya semakin brutal.

"Lo nggak bisa marah-marah kayak gitu! Semua orang panik tau, nggak?!" Fauzan menatap Revia nyalang.

"Lo nggak tau rasanya!" bentak Revia keras. Namum, air matanya tetap mendarat melewati pipinya.

"TAU! TAU GUE RASANYA KAYAK APA! TAPI KITA JANGAN PAKAI EMOSI! ITU BAKAL MEMPERBURUK SUASANA!"

Keduanya sama-sama meninggikan nada bicaranya. Tidak ada yang mengalah. Hingga tepukan pada bahu menyadarkan keduanya.

"Kalian jangan kayak gini," nasehat Zacky tenang.

Tegar berdiri ia mendekati Dylan. Ia terlihat berbisik. Selanjutnya, kedua cowok tersebut berdiri menghampiri bapak-bapak yang masih berusaha menenangkan pak Arien yang masih mengamuk.

KELAS BOBROK [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang