Sepanjang hidup, bagiku hanya ribuan anak tangga yang perlu kudaki bersama banyaknya duri yang menusuk kaki. Berjalan di tempat tanpa tahu arah harus pergi ke mana untuk mulai melangkah. Rasanya mengeluh saja sudah tak lagi terasa dalam diri yang telah mati berkali-kali.
Raga ini masih ada, tapi entah ke mana jiwa ini berlabuh. Aku kesulitan untuk mendapatkan tempat peristirahatan jiwaku yang sudah lama dipaksakan berdiri meski sudah ratusan kali menjerit-jerit, tak ada yang peduli.
Menatap diri dari pantulan cermin, menyaksikan kehancuran di depan mata. Harapan akan kematian semakin membara layaknya api yang dahulu pernah menyiksa. Aku, aku lelah, aku tak lagi sanggup, aku sudah tidak tahan lagi. Bahkan dengan segala semangat yang sudah aku dapatkan.
"Bagaimana apa aku terlihat cantik?"
Tersentak kembali pada kenyataan, dia menoleh ke belakang dan segera berbalik, menyembunyikan buku yang dipegang olehnya dan sebagian sudah ia baca. Pandangannya yang sudah berkaca-kaca semakin terlihat sendu dengan mulutnya yang bergetar.
"A-aku—kau! Kau terlihat sangat cantik, sungguh. Ayo kita pergi!" jawabnya kemudian.
"Kenapa? Ada apa denganmu?" tanya Qiran berputar di hadapan Kailash, "Gaunku indah bukan, aku sudah berdandan selama setengah jam dan harusnya kau tersenyum lebih baik. Jujurlah! Apa yang kau sembunyikan? Dan aku tak suka ekspresimu sekarang!" kelakarnya dengan mata menyelidik.
"Hem! Indah, sangat indah untukmu aku menyukainya. Indah sampai ingin memelukmu ... saat ini juga," balas Kailash tersenyum yang juga bergumam setengah berbisik.
"Lebih baik kau pergi kembali bercermin, lihatlah lipstikmu kurang merata!" sambungnya satu tangannya mendorong bahu Qiran.
"Wah? Sungguh?? Aku tak percaya bahwa lipstiknya kurang sempurna, tapi karena kau yang mengatakannya, aku akan percaya dan menurutinya!" Qiran melihat terlebih dahulu tampilan wajahnya dari kamera ponsel. Tapi setelah selesai mengucapkan kalimatnya, dia kembali pergi ke kamar.
Sementara itu, Kailash menghembuskan napas lega. Dia menyimpan kembali buku diary milik Qiran pada tempatnya. Sungguh membaca buku itu adalah kesalahan terbesarnya karena dia semakin banyak mengetahui tentang Qiran dan lukanya.
Bahkan sekarang, ketika Qiran akan pergi sendirian ke tempat yang sebelumnya tak pernah Qiran kunjungi—Kailash merasa cemas. Dia tak ingin jika sesuatu yang buruk terjadi padanya. Saat Qiran akan keluar dari mobil dengan reflek Kailash mengunci pintu mobilnya. Dia melepaskan sabuk pengaman yang melindungi tubuhnya, begitu juga Qiran. Kailash menarik kedua bahu wanita itu agar bisa menatap matanya dan berharap Qiran bisa mengerti dengan perkataan yang akan dia ucapkan.
"Dengar, kau tahu bahwa saat ini aku mencemaskanmu, jadi, jadi! Jangan pergi ke acara itu, lebih baik kita kembali ke apartemen dan kau bisa beristirahat lebih lama dari biasanya. Hm? Kau mengerti, 'kan dengan kecemasanku padamu?"
Qiran menurunkan tangan Kailash, dia menjawab dengan pandangan mata yang meyakinkan, "Sudahlah. Aku akan baik-baik saja, seharusnya kau bangga padaku karena akhirnya aku berani datang ke acara ini dan akan bertemu mereka. Jadi jangan lagi mencemaskan aku."
"Baiklah aku percaya padamu. Pergilah dan telepon aku jika ada yang membuatmu tak nyaman," balas Kailash melepaskan Qiran.
Dia membalas lambaian tangan Qiran, memperhatikan punggung wanita itu yang semakin lenyap dari pandangannya. Saat itulah, Kailash merasakan kegelisahan yang berlebihan. Namun dia harus tenang agar tidak mengacaukan keinginan sahabatnya itu.
Sementara itu, Qiran mulai melangkah dengan percaya diri pergi untuk bergabung pada suasana yang ramai dan hangat. Tapi untuknya, suasana itu sangat menegangkan. Apalagi ketika langkahnya terpaksa berhenti saat ada seorang anak kecil yang menghampirinya disusul oleh orang tuanya. Anak itu mendongak, tercetak jelas senyum manis di wajahnya yang hilang sekejap karena ayahnya membawa dia ke gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Want To Let Go { END }
Romance#dont_plagiarisme . Menceritakan tentang seorang wanita bernama Qirani Tanisha yang mempunyai kehidupan tak mudah untuk dijalani. Dia terkenal sebagai sosok yang pekerja keras. Kesehariannya hanya bekerja untuk memajukan perusahaan keluarganya mesk...