16. Rain

1.1K 122 0
                                    

Kondisinya yang sudah stabil, Qiran gunakan untuk bertemu dengan ayahnya. Meski tadi siang dia menangis cukup lama tapi dia berencana untuk makan malam bersama ayahnya di rumah. Tentu bersama Rizhan pula. Mengendarai mobilnya seorang diri, menghabiskan waktu cukup lama akibat macet. Qiran sampai dan langsung masuk ke dalam setelah memberikan kunci mobilnya ke penjaga rumah. Di ruang tamu, dia melihat ayahnya sedang menonton televisi.

Qiran berhenti di sana. Memperhatikan ayahnya tanpa jeda. Tangannya mengepal mencoba menahan emosinya yang bisa kembali meluap gila. Jika memang benar dia anak kandung ayahnya, seharusnya dia bahagia karena selama ini dia sudah dibesarkan bukan oleh orang lain. Dahulu ketika statusnya masih anak pelayan di rumah ini, Fadzlan sudah sangat perhatian. Apalagi ketika beliau sudah mengangkat Qiran sebagai anaknya. Meski itu terjadi karena Qiran kehilangan ibunya yang dikatakan oleh Rizhan bahwa ibunya yang sudah meninggal bukanlah ibu kandungnya.

Qiran tidak mempercayainya. Sungguh tadi dia sebelum meninggalkan kantor, terlebih dahulu pergi ke ruangan Rizhan. Dia ingin mendapatkan bukti bahwa Fadzlan memang ayahnya. Rizhan memberikan hasil tes DNA, pria itu menggunakan sikat gigi untuk mengecek DNA Qiran juga Fadzlan. Entah bagaimana caranya Rizhan bisa mendapatkan sikat gigi bekasnya. Namun pastinya pria itu melakukan banyak upaya untuk benar-benar menghasilkan keinginannya.

"Nak, mengapa kau hanya berdiri di sana? Kemarilah!"

Qiran berhenti diam. Dia menuruti Fadzlan, bahkan dia memeluk ayahnya dari samping. Jika memang benar saat ini dia sedang memeluk ayahnya sendiri. Qiran berkeinginan untuk bermanja-manja sebagai anak perempuan satu-satunya.

"Ayah masih marah padamu karena terus menerus membuat masalah hingga ayah memutuskan untuk mengeluarkanmu dari kantor. Tapi kalau saja kau begini, bagaimana ayah bisa marah padamu?"

Lantas Qiran melepaskan pelukannya, dia beralih menjadi duduk di hadapan ayahnya. Lalu menjawab, "Ayah kau begini karena menyayangiku. Aku tahu itu, kau memang selalu membuatku tertekan bahkan ketika aku mengucapkan ini, sebenarnya aku takut kau marah. Namun ayah, bisakah aku memulai hidupku sesuai keinginanku?"

"Apa selama ini ayah benar-benar mengekangmu, Qiran?"

"Tidak ayah! Kau selalu saja menyayangiku. Kau selalu melindungiku dan membuatku sembuh dari banyaknya luka juga trauma yang aku alami. Maafkan aku karena dahulu tidak becus menjaga diri."

"Ada apa ini? Kenapa kalian berbicara serius tanpa menyertaiku," sela Rizhan datang tiba-tiba.

"Adikmu ini aneh, dia bermanja dan berucap yang tidak seharusnya," jawab Fadzlan.

"Pantas saja dia begitu karena dia pasti bersedih dengan keputusan sepihak kita. Biarkan saja dia berbuat sesukanya sekarang, asalkan tidak datang lagi ke perusahaan," jelas Rizhan.

Qiran meliriknya tajam dan Fadzlan menyadari itu. Fadzlan menarik sebelah tangan Qiran dan Rizhan, ia menggenggam tangan kedua anaknya. Mengusapnya silih berganti.

"Kalian ini bersaudara, jangan lagi membuat keributan di mana pun. Rizhan kau harus tetap menjaga adikmu dan menyayanginya. Qiran kau harus mempercayai kakakmu, biarkan dia menjagamu. Ayah tak ingin kalian tidak akur."

Qiran menarik tangannya, dia berucap lirih, "Ayah aku merindukan ibuku."

Ucapan Qiran membuat Rizhan menatap tajam padanya. Dia seperti itu seakan-akan menyuruhnya untuk tidak membahas apa yang ada dipikiran Qiran.

"Besok kau pergi mengunjungi makam ibumu, pergilah bersama Rizhan." respon ayahnya hanya itu. Dia berlanjut dengan mengajak makan malam bersama.

Dalam perjalanan menuju tempat makan, Qiran berbisik pada Rizhan mempertanyakan apakah ayahnya akan tetap menganggap Qiran sebagai anak angkatnya dan tetap berlanjut menyembunyikan kebenarannya. Qiran mendapatkan anggukan dari Rizhan. Dia terpaksa berjalan cepat karena Rizhan menariknya.

Never Want To Let Go { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang