32. A Wound

504 92 0
                                    

Qiran bergabung membuat kue bersama Raysha dan Rizhan. Meski dia tak pandai memasak, dia mempunyai keahlian dalam membuat kue karena ketika dirinya bosan dan jenuh oleh pekerjaannya sudah pasti dia akan menonton tutorial membuat beragam jenis kue yang enak dan mudah dibuat. Biasanya Rizhan selalu datang mengganggu saat Qiran mempraktekkan tutorialnya, jadi sekarang dia tak heran melihat Rizhan bersama putrinya sibuk membuat kue nastar yang sudah pasti gagal.

"Apa kau tidak mempunyai kesibukan?" pertanyaan yang dilontarkan pada Rizhan.

"Kau tidak melihatnya? Hari ini aku sibuk menjadi paman yang baik untuk anak dari adikku."

Qiran menggeleng, bukan itu maksudnya, "Jangan mengabaikan pekerjaanmu di kantor, kau akan kewalahan jika tidak bekerja dengan baik. Aku mengatakannya padamu karena tak ingin membantumu sama sekali saat kau dalam kesulitan."

"Raysha kau tak bosan bermain bersama paman?" Qiran beralih bertanya pada putrinya.

"Tidak bunda! Paman menyenangkan, aku jadi tak ingin pulang ke rumah papa." Raysha begitu ceria.

"Dengarkan putrimu, kau harus berterima kasih padaku dan mentraktir makan malam nanti! Jangan khawatirkan pekerjaanku." Rizhan seakan-akan memanfaatkan apa yang Raysha ucapkan. Lagi pula dia memang sangat senang bermain dengan ponakannya.

"Baiklah aku akan membiarkan kalian terus bermain, tapi mana kue yang sudah kalian buat? Mana mungkin, 'kan tidak menghasilkan satu kue pun?" Qiran hendak membuka oven namun Rizhan menahannya.

"Jangan! Cookies yang kami buat belum matang."

Qiran menatap curiga pada Rizhan, "Sebenarnya apa yang kalian buat? Jika tidak menghasilkan, kalian hanya memboroskan bahan-bahannya."

"Tenang saja aku akan pergi berbelanja setelah ini dan membelikan eskrim untuk Raysha, iya, 'kan Ray?"

"Raysha, tolong berkatalah yang jujur pada bunda! Sudah berapa lama kalian di dapur dan membuat kekacauan ini?"

Sebelum menjawab, Raysha melirik Rizhan untuk meminta persetujuan. Tapi dirinya lebih takut pada Qiran, "Maafkan aku bunda. Paman Rizhan bercerita padaku akan pergi berkencan dan kebetulan wanita yang paman sukai berulang tahun hari ini, paman memintaku menemani membuat banyak kue."

Qiran mendengar jawaban Raysha yang sudah pasti benar membuatnya menatap mengejek pada Rizhan tapi dia menghela napas dan memasang senyum manis, pergi mencuci tangan juga mengambil wadah. Dia mendekati Raysha, "Nak, kamu bisa membantu bunda untuk memecahkan telur?"

Raysha mengangguk antusias, "Tentu bunda!"

Ketika Qiran bersama Raysha sibuk membuat adonan, Rizhan diam-diam memotret mereka berdua. Memperbesar wajah Qiran yang begitu ceria di fotonya meskipun foto itu diambil dengan asal-asalan tapi hasilnya tetap bagus. Agar bisa mendapatkan foto yang bagus, Rizhan memberitahu Qiran dan Raysha untuk bergaya.

Tentu Qiran dengan senang hati menurutinya, dia menyuruh Raysha untuk mendongak dan tertawa, kemudian dia mendekatkan wajahnya pada Raysha, menempelkan hidung mereka. Akhirnya Rizhan yang memotret mereka bisa mendapatkan foto yang begitu bagus antara ibu dan anak di hadapannya.

"Lihat kalian berdua sangat cantik." Rizhan memperlihatkan hasil fotonya.

"Ayoo paman juga ikut berfoto bersama kami!" ajak Raysha menarik tangan Rizhan.

Never Want To Let Go { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang