Qiran meringis dingin, pandangan matanya yang masih buram menelisik seluruh penjuru ruangan yang didominasi warna putih. Dia mengangkat satu tangannya yang terdapat infusan. Menghela napas dan berdecak kesal. Hampir saja beringsut bangun secara tiba-tiba yang bisa berakibat sakit kepala, pergerakan Qiran tertahan oleh Kailash. Kailash membantunya untuk menyandarkan punggung pada bantal yang ditumpuk. Kailash juga membantu Qiran untuk minum.
Qiran merasa canggung. Bahkan dia hanya menatap kedua tangannya yang tertaut. Namun genggaman tangan yang didapatkan lebih membuatnya merasa nyaman dan jauh lebih baik. Kailash memang selalu memberikan apa pun yang berhasil menciptakan kebahagiaan meskipun sederhana.
"Apa ada yang sakit?"
Qiran menggeleng. Melepaskan genggaman tangannya, berlanjut merentangkan tangan. Lantas, Kailash memeluknya dengan senang hati. Qiran menyandarkan kepalanya pada dada bidang Kailash. Dia mendongak satu tangannya mengelus pelan rahang tegas milik Kailash.
"Lalu bagaimana denganmu, kau yakin tidak apa-apa?"
"Mengapa kau tanyakan itu?"
Qiran melepaskan diri dari dekapan Kailash. Dia tak suka jika pria yang dicintainya ini selalu mengabaikan dirinya sendiri.
"Aku berhak menanyakannya. Kau pasti gelisah. Tapi kau harus tahu, aku tak akan pernah berpaling darimu. Aku memang bahagia karena anakku masih hidup dan sudah tumbuh besar. Namun aku tetap membenci Rayyan sampai kapan pun karena dia membohongiku selama ini." Qiran menceritakannya dengan tatapan yang tak lepas dari Kailash.
"Sebenarnya aku tak habis pikir dengan ini semua. Kau tahu aku tak pernah mau pingsan tapi aku tidak bisa menahan diriku dari keterkejutan, kecewa dan semuanya menjadi satu, bahkan aku sulit bernapas," lanjut Qiran meraih tangan Kailash dan menggenggamnya erat.
Dia memeluk Kailash dan kembali berucap, "Tapi aku lebih takut karena kau mengetahui ini semua. Aku takut kau akan meninggalkanku."
"Aku mengetahuinya, aku mengetahui banyak tentangmu. Semuanya. Bahkan aku lebih mengenalimu daripada orang-orang yang pernah hadir lebih dulu sebelum aku ada dalam hidupmu. Jadi kau tak seharusnya berpikir seperti ini karena aku akan selalu ada di sampingmu, sampai kapan pun, kau pasti tahu ini, 'kan? Aku sangat mencintaimu."
Qiran mendengarnya begitu bahagia dan penuh syukur namun sayangnya aliran air dari matanya tak bisa ditahan. Dia menangis.
Tentu Kailash tidak ingin Qiran semakin menangis meskipun sesekali Kailash selalu—bahkan setiap saat menyuruh Qiran untuk meluapkan perasaannya dengan menangis karena bagi Kailash menahan air mata lebih menyakitkan dari berbagai sakit apa pun. Kali ini, Kailash tak ingin Qiran menangis. Dia hanya ingin melihat wanitanya tersenyum.
"Sudahlah, aku tidak mengizinkanmu menangis. Sungguh! Berhentilah, sungguh aku tak menyukai tangisanmu kali ini. Jangan khawatir karena... aku selalu ada untukmu, mengerti? Jadi berhentilah menangis!"
Kailash sungguh kesal ketika Qiran sengaja membuat tangisannya menjadi-jadi seakan dirinya seorang anak kecil yang sedang tantrum. Lantas Kailash berbuat usil. Dia menggelitiki perut Qiran yang berhasil menjadikan tangisan yang dibuat-buat oleh Qiran beralih ke sebuah tawa yang cukup keras. Melihat itu, Kailash tersenyum dan ikut tertawa pula.
Entah berapa lama mereka tertawa tapi yang pasti Qiran merasa energinya habis dan berakhir bersandar pada Kailash. Melingkarkan tangannya di pinggang Kailash saat Kailash telah memberikan pelukan yang menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Want To Let Go { END }
Romansa#dont_plagiarisme . Menceritakan tentang seorang wanita bernama Qirani Tanisha yang mempunyai kehidupan tak mudah untuk dijalani. Dia terkenal sebagai sosok yang pekerja keras. Kesehariannya hanya bekerja untuk memajukan perusahaan keluarganya mesk...