27. About Time

616 104 0
                                    

Qiran tak lepas memandangi Kailash. Pria itu masih menggenggam tangannya erat. Namun kali ini Qiran merasakan sesuatu yang berbeda, tangan Kailash yang begitu dingin dan mampu merasakan sedikit geteran karena kaki Kailash gemetar akibat gugup menantikan kedatangan ibu tirinya. Ini adalah yang pertama bagi Qiran. Biasanya Kailash selalu tenang dalam kondisi apa pun. Juga pandangan mata Kailash yang tak fokus, Kailash terus berganti-ganti objek untuk dipandanginya.

"Kau bisa menatapku! Jangan melihat kesana kemari apalagi kau melihat wanita lain!" kesal Qiran menarik bahu Kailash agar hanya fokus ke satu titik, yaitu dirinya.

Kailash melepaskan genggaman tangan mereka dia menangkup kedua pipi Qiran dan mengecup bibirnya, "Aku malu jika memperlihatkan kegugupanku padamu. Lagi pula di sini hanya ada satu wanita yang menurutku sangat cantik, tentu itu dirimu."

"Kau pun dilarang berbuat manis seperti ini! Karena yang melihatnya bukan hanya aku saja." Qiran menyingkirkan tangan Kailash di pipinya, lalu sedikit menciptakan jarak.

"Ingat ini tempat umum! Ini caffe bukan hotel," lanjutnya.

"Baiklah nanti malam kita akan pergi ke hotel!" antusias Kailash tiba-tiba.

Mulut Qiran menganga, dia tak percaya dengan kesalahpahaman Kailash yang menurutnya sungguh akan menjadi masalah untuknya. Dia ingin sekali protes dan marah namun kedatangan Akbar dan seorang wanita yang begitu elegant nan cantik mengalihkan perhatiannya. Begitu juga Kailash.

"Nyonya Iriss," bisik Akbar pada Kailash.

Akbar memilih duduk di belakang Kailash dan wanita yang tak lain adalah Iriss Revanya—ibu tiri Kailash dan Abhi, duduk di depan Kailash dengan sangat anggun.

"Panggil aku ibu, Abhi membenciku jadi dia selalu memanggilku nyonya. Anak itu tak sopan!" suara pertama dari ibu tirinya yang sudah lama tak Kailash dengar.

"I-ibuu... an-daa, ibu bagaimana kabarmu??" Kailash bertanya begitu gugup.

"Kau tampan tapi tak mirip dengan ayahmu. Aku melupakan wajah ibumu jadi aku bingung harus memujimu apa tapi kau hebat dalam menyembunyikan diri," jawab Iriss.

Iriss memperhatikan Qiran, dia tersenyum tipis dan kembali berucap, "Kekasihmu manis. Tapi sayangnya kakakmu menyukainya. Kau sungguh banyak masalah."

"Bantu aku." Kailash mengucapkannya dengan jelas tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Iriss.

"Abhi pasti sibuk mengurusi perusahaannya karena tak ingin terebut olehmu. Lalu apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin mendapatkan hak milikku! Ibu pasti banyak mendengar tentangku dari Akbar, jadi aku mohon... bantulah aku! Aku, aku membencimu dahulu karena ibuku jadi dikhianati oleh ayah tapi ibu.. tak mungkin membenciku, 'kan? Ibu telah membesarkan Abhi dengan baik mana mungkin aku terabaikan!" akhirnya Kailash mampu melenyapkan kegugupannya.

"Aku membesarkannya karena dia berguna. Bukan ayahmu yang mengkhianati ibumu tapi kau tak perlu tahu. Persiapkan diri untuk konferensi pers. Aku akan memberikan saham sebesar 15%. Namun perlu kau ingat! Jangan mengganggu Abhi, berikan apa pun yang dia inginkan, maka aku akan tulus membantumu!" Iriss begitu tegas mengatakannya.

"Akbar akan membantu persiapannya, dia memang bisa kau percayai namun meskipun begitu dia milikku dan Abhi jadi cukup ungkapkan siapa dirimu dan ambil bagianmu!" Iriss bangkit dan beranjak pergi tanpa menunggu respon Kailash.

"Mengapa aku harus mengalah dari Abhi?!!" Kailash protes.

"Cukup, tenangkan dirimu. Hanya ini yang bisa kau dapatkan jangan sampai kau membuatnya murka dan tak jadi membantumu." Akbar berusaha menenangkan Kailash sebelum dia pergi menyusul Iriss, "Nyonya Iriss lebih mementingkan perusahaannya bukan kau maupun Abhi. Beliau membela Abhi karena Abhi mampu menjalankan perusahaan dengan baik. Jadi cukup rawat nenekmu dengan baik dan kuharap kau bisa melepaskan Qiran."

Never Want To Let Go { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang