"Terima kasih karena sudah bertahan, kau boleh menangis setelah ini Qiran. Aku tahu kau tertekan."
Satu kalimat. Hanya satu namun bisa menghasilkan puluhan air mata. Tapi sebisanya Qiran menahan diri untuk tidak menangis. Dia akan mengabaikan Kailash untuk kali ini saja. Rasanya memalukan ketika tadi dia bersikeras menolak saran darinya dan berakhir tertekan oleh keputusan sendiri.
"Tidurlah dengan baik. Besok ayahku akan kembali dan itu mungkin akan memberatkan aku yang tentu saja aku pasti lebih merepotkanmu," ucap Qiran.
Tak perlu membutuhkan waktu lama mereka berdua sudah sampai di depan rumah Kailash.
Kailash mendengar ucapan Qiran, dia membuka seatbeltnya. Namun dia tidak langsung keluar dari mobil, melainkan menyempatkan waktu untuk memberikan usapan lembut di pucuk kepala Qiran. Respon yang didapatkan olehnya berupa senyuman manis yang bertanda semuanya baik-baik saja. Lantas Kailash pun keluar dan langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa mengucapkan satu kata pun.
Qiran cukup lama memandangi pintu rumah yang sudah tertutup, dia menghela napasnya kemudian bergumam, "Dia selalu saja berhasil membuat jantungku berdebar. Apa mungkin dia akan membuatku jatuh cinta jika saja dia yang terlebih dahulu lahir ke dunia ini?"
Lalu dia tertawa. Menyalakan mesin mobilnya lagi, dia berencana pergi ke tempat yang di mana jiwanya merasakan arti rumah sesungguhnya.
"Sudahlah Qiran, saat ini kau kesepian. Kasihan sekali jika kau terus berhalusinasi hingga melupakan kenyataan pahit ini."
Qiran berlarian bersama satu kantong plastik yang berisikan makanan dan juga minuman beralkohol. Di tempatnya sekarang berada, dia menghembuskan napas yang menimbulkan sedikit asap akibat kedinginan. Meskipun sudah memakai mantel dan sarung tangan, tetap saja dia akan tetap merasa dingin karena berada di pantai ketika malam hari.
Dia menghamparkan syal merah untuknya duduk. Menggunakan kupluk rajut berwarna coklat dengan harapan agar kepalanya tidak ikut kedinginan. Berkali-kali menghembuskan napas, seharusnya dia sadar diri bahwa sekarang bukan saatnya berdiam diri di pantai yang begitu sepi. Namun pantai sudah menjadi tempat pelariannya sejak dulu. Qiran sudah sangat terbiasa.
Qiran membuka satu kaleng bir, meminumnya perlahan yang sesekali diselingi dengan memakan keripik. Namun prinsipnya adalah tidak membuang waktu sia-sia, jadi sekarang dia mengambil iPad di tasnya untuk menyelesaikan sesuatu karena esok hari harus digunakan. Ada banyak kesibukan yang dia miliki dan itu sudah cukup membuatnya mudah melupakan berbagai momen. Entah itu momen baik maupun buruk. Kelakuannya yang nekat tadi tak akan berpengaruh besar dan tidak bisa menjadikan sosok Qiran memikirkan hal itu selain pekerjaan.
Pelarian hebatnya adalah pekerjaan. Dia yakin bisa melupakan kejadian hari ini. Namun entah mengapa Qiran merasa sesak, matanya memanas dan berkaca-kaca, selain itu tangan yang memegang iPad tiba-tiba lemas dan melepaskan iPad itu dari tangannya. Satu tangannya lagi bergerak cepat untuk meneguk bir.
"Wah! Seharusnya kau merasa lebih baik karena sudah berani melawan ketakutanmu Qiran. Astaga! Ini belum waktunya kau menangis," ucapannya jeda karena dia tidak bisa menahan air mata, "Apa salahnya menemui dia? Oh! Ayolah Qiran kau berhasil bertemu Refan bahkan Rayyan. Itu artinya aku mampu untuk kembali masuk ke dalam kehidupan mereka. Ahhh! Sungguh kau harus baik-baik saja!!"
Menenangkan dirinya sendiri yang bisa dia lakukan. Qiran kembali meminum satu kaleng bir lagi setelah menghabiskan dua kaleng. Mabuk adalah pilihannya agar tidak terpengaruh oleh sesuatu yang akan menjadikan lemah.
![](https://img.wattpad.com/cover/267479692-288-k397744.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Want To Let Go { END }
Romance#dont_plagiarisme . Menceritakan tentang seorang wanita bernama Qirani Tanisha yang mempunyai kehidupan tak mudah untuk dijalani. Dia terkenal sebagai sosok yang pekerja keras. Kesehariannya hanya bekerja untuk memajukan perusahaan keluarganya mesk...