Anggara Putra Bhakti, siswa baru di SMA DERLANGGA. Duduk sebangku dengan gadis bernama Salsa Andara, si gadis pecinta novel. Pertemuan keduanya diawali saat mereka sama-sama dihukum karena terlambat. Pada pertemuan pertama itu Salsa memang tidak ped...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tentang dia yang menjadi penyebab senyum dan juga luka." -Salsa Andara
***
Jakarta, 2016
Di atas rumput yang terasa lembut saat diduduki seorang gadis mengambil posisi ternyamannya dengan memilih menghadap ke arah barat, dinaungi oleh pohon mangga yang cukup rindang, disapa oleh angin yang sore ini terasa sejuk, langit senja yang indah selalu ia nantikan disini. Ia memejamkan mata merasakan angin yang berhembus, sangat sejuk tanpa sedikitpun polusi. Ia tersenyum dengan mata yang masih terpejam, lalu ia memilih membuka mata. Menatap sebuah buku dengan sampul biru tua dan terdapat gambar disana yang mengilustrasikan karakter buku itu, sebuah buku fiksi yang pagi tadi gadis ini dapatkan dari ayahnya. Gadis ini hari ini genap berusia 15 tahun dan ia mendapatkan buku novel itu sebagai kado ulang tahunnya. Ini pertama kalinya ia memiliki koleksi novel sendiri, dan ia akan menjaga buku ini dengan sebaik mungkin.
"Senja, Caca sekarang udah 15 tahun. Senja gak mau ngucapin selamat ulang tahun buat Caca?" Gadis itu berbicara pada senja yang bungkam. Perlahan senja mulai pergi, gadis itu tersenyum saat melihatnya. Keindahan yang senja tampakkan ia anggap sebagai ucapan selamat ulang tahun. Sahabat terbaiknya adalah senja. Saat ia menangis disinilah tempatnya, dia akan datang dan menunggu senja datang kemudian ia akan mengadukan pada senja setiap keluh kesahnya.
"Cacaaa...." Gadis itu menoleh kebelakang saat merasa namanya dipanggil. "Ka Leon." Gumamnya pelan, seorang remaja pria setahun lebih tua dari si gadis berlari kecil mendekati gadis itu. "Bener kan tebakan kaka kamu disini." Pria dengan sebuah kotak kecil ditangannya berdiri di depan gadis itu sekarang. "Sini duduk ka." Gadis itu memberikan senyum manis, kini di atas rumput lembut itu mereka duduk menyaksikan keindahan senja yang mulai menyingsing.
"Caca suka nemenin senja?" Terlihat pria itu menoleh dan menatap gadis itu dari samping. "Suka ka." Sedangkan si gadis masih menatap lurus ke depan. "Iya pemandangan yang indah sih emang." Ungkap pria itu yang kini ikut menatap ke depan. "Kaka ngapain kesini?" Seakan bergantian kini si gadis lah yang menoleh dan menatap penuh tanya pada pria itu. "Oh iya," Pria itu mengambil kotak kecil yang ia simpan disamping kanannya. "Ini happy birthday maaf yah telat, harusnya udah tadi pagi." Diberikannya kotak itu pada si gadis yang sedetik berikutnya sudah pindah ke tangan si gadis remaja berusia 16 tahun ini.
"Ya ampun ka gak papa kali, kenapa gak kaka titip ke bunda aja gak usah repot-repot kesini." Gadis itu terlihat bahagia sekali, hari ini tidak ada yang ingat bahwa dirinya berulang tahun, hanya ayah dan bundanya selebihnya tidak ada yang tau. "Tadi kaka ke rumah Caca eh Caca gak ada, kaka pikir mungkin disini dan ternyata bener. Kaka mau kasih langsung kado ini ke Caca bukan dititip." Jelas pria itu. "Ya tapi kan jadi repot kaka harus kesini." Terlihat dari ekspresinya gadis ini merasa tidak enak hati, mungkin karena ia sudah paham sesibuk apa pria ini saat SMA, karena beberapa kali dirinya pernah mendengarkan pria SMA ini bercerita padanya tentang kesibukannya di sekolah atau di rumah menyelesaikan tugas sekolah.
"Gak papa gak repot kok, kaka mau tau aja ekspresi Caca gimana." Pria itu tertawa ringan dan diikuti oleh si gadis. "Makasih ya ka." Gadis itu menyunggingkan senyum manis. "Dibuka aja sekarang gak papa." Ucap pria SMA itu. "Caca buka nih?" Tampak dari raut wajahnya gadis ini ragu untuk membuka. "Iya coba aja." Pria itu tersenyum meyakinkan.
Gadis SMP itu mencoba membuka kotak kecil yang ia dapat, ia tersenyum saat melihat isinya. Sebuah kalung dengan bandul huruf S. "Bagus ka." Gadis itu tentu merasa sangat senang sekarang, pria ini sepertinya memang sosok kaka yang baik baginya. Meskipun bukan kaka kandung tapi gadis ini senang memiliki kaka sepertinya.
"Caca suka?" Tanya pria itu yang dibalas anggukan antusias oleh si gadis. "Yaudah sini kaka pakein." Pria ini mengambil kalung itu dan melingkarkannya di leher si gadis yang hari ini berulang tahun. "Nah udah jangan diilangin yah?" Pria itu mengacak rambut si gadis gemas. "Hehehe siap kapten." Mereka berdua tertawa keras seperti tidak ada beban.
"Caca sekarang kelas berapa?" Tanya pria itu tiba-tiba. "Kelas 3 ka, tapi ka Caca bingung abis ini mau kemana." Gadis itu menatap si pria dengan tatapan lesu. "Ikut sekolah di tempat kaka aja, kualitasnya bagus." Ajaknya. "Eum nanti Caca tanyain bunda aja ka." Jawab gadis itu seadanya, gadis itu bukan menolak hanya saja ia harus mendengar keputusan orang tuanya. Ia akan diberikan pilihan tapi pada akhirnya orang tuanya yang menentukan.
"Iya deh, eh tadi Caca dapet surprise gimana di kelas?" Nampaknya pria ini penasaran. "Enggak ka gak ada surprise." Gadis itu tersenyum hambar. "Biasanya kalo ada yang ulang tahun di kasih surprise ca. Beneran gak ada apa gitu?" Pria ini sepertinya masih penasaran dan memastikan bahwa si gadis hanya bercanda.
"Gak ada. Mungkin karena mereka gak tau ultah Caca?" Gadis itu menaikkan alisnya sebelah. "Mungkin, emang Caca gak pernah bilang ke mereka kalo Caca ultah tanggal sekian gitu?" Tanya pria itu dan di jawab gelengan pelan oleh si gadis.
Gadis yang tertutup, bahkan hari ulang tahunnya saja ia tak berani mengumbar pada yang lain. Menurutnya ini tidak penting, meskipun temannya tidak tau dia ulang tahun itu tidak jadi masalah.
"Eum yaudah ca kita pulang yuk udah mau gelap." Pria itu menatap ke langit yang mulai menghitam. "Eh iya ayok ka." Si gadis beranjak dari duduknya dan disusul oleh si pria.
Di jalan mereka berjalan beriringan, dengan si gadis yang tampak malu-malu dan si pria yang terus mengawasi dalam diam si gadis yang ia anggap sebagai adiknya sendiri. "Udah sampe, masuk sana kaka pulang dulu yah?" Pamit pria itu yang hanya di jawab anggukan pelan serta senyum manis oleh si gadis.
"Bye ca." Pria itu melambaikan tangan dan pergi meninggalkan si gadis. Caca adalah nama kecilnya, dan hanya orang-orang tertentu yang memanggilnya seperti itu, namun seiring berjalannya waktu nama itu memudar. Ia tak pernah mendengar dirinya dipanggil seperti itu lagi oleh orang-orang yang sering menggunakan panggilan itu.
****
Kini Salsa kembali pada senja, seperti biasa ia akan duduk dengan posisi ternyaman di bawah pohon mangga. Ia menatap senja yang mulai menyingsing.
"Senja, ingat dengan orang yang dulu pernah memberikan kado ulang tahun padaku disini?" Tanya Salsa pada senja, sedetik kemudian ia menunduk lesu namun beberapa detik kemudian ia mengangkat lagi kepalanya dan kembali menatap senja. "Sekarang dia udah jauh, jauuuuh banget. Sampe caca gak bisa gapai dia." Salsa tersenyum hambar. "Dia kayaknya udah suka sama orang deh dan," Salsa menghentikan ucapannya lalu menghembuskan nafas pelan.
"Senja Caca salah yah kalo Caca suka sama dia? Dia anggep Caca sebagai adek tapi Caca suka dia." Salsa menatap kosong ke depan. "Caca tadi pagi liat dia becanda sama cewek, Caca pikir kalo satu sekolah bakal lebih deket ternyata enggak. Eh senja jangan panggil Caca lagi yah panggil aja Salsa ok?" Salsa tersenyum dan memberi acungan jempol pada senja.
"Yaudah Salsa pulang dulu yah selamat jalan senja." Salsa melambaikan tangan pada senja dan tersenyum.
Seperti ini Salsa selalu bercerita pada senja, entah sejak kapan tapi ia lebih percaya pada senja dari pada kepada orang lain seperti teman atau bahkan kaka perempuannya.
Hehehe sorry slow up, authornya sibuk wkwkwk Tapi jangan bosen baca yah, jangan lupain votment nya hehehe Lope yu sekebon buat readers💗💗