27

23 13 10
                                    

Happy reading guys...💗



*****

Sesuai tawaran Anggara, mereka kini belajar bersama. Dengan telaten Anggara menjelaskan materi yang tidak Salsa pahami. Di bawah pohon mangga di taman kompleks tempat biasa Salsa menemui senja, disini mereka sekarang.

"Ini ribet banget astaga nyerah gue." Titah Salsa.
"Yang mana?" Anggara memajukan kepalanya untuk memeriksa buku catatan Salsa yang sudah penuh dengan coretan.
"Nih yang ini, gue gak paham-paham heran ini rumus apaan sih." Kesal Salsa menunjuk rumus yang tidak ia pahami.
"Kalo belajar jangan uring-uringan harus sabar Sa!" Peringat Anggara.
"Iya." Jawab Salsa malas.

Anggara mengambil kertas kosong dan sebuah bolpoin hitam.

"Sini! Gue ajarin." Ucap nya.
"Ok." Jawab Salsa.

Anggara menjelaskan materi yang Salsa tak pahami. Tenang, teliti, dan serius, begitu lah Anggara menjelaskan materi itu pada Salsa. Sedangkan Salsa, perhatiannya di beberapa detik pertama memang fokus pada coretan Anggara sedangkan telinganya ia fokuskan untuk mendengar kata-kata Anggara, namun detik berikutnya perhatian Salsa beralih. Dirinya fokus memperhatikan Anggara dalam diamnya ia tersenyum mengagumi Anggara yang masih saja menjelaskan tanpa menyadari tingkah Salsa.

"Paham gak?" Anggara menoleh yang sontak membuat Salsa gelagapan dan salah tingkah.
"Hah? A—apa? Iya iya paham." Salsa segera memalingkan wajahnya malu.
"Kalo belajar perhatiin penjelasannya bukan gurunya! Ini beneran paham nggak?" Tanya Anggara lagi.
"Sebenernya enggak." Salsa nyengir dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Udah gue duga, makanya fokus sa!"
"Iya fokus."

Beberapa menit mereka fokus pada kegiatan belajar mereka.

"Lu pinter jadi enak cepet paham gue ngajarinnya gak susah." Ujar Anggara saat mereka sama-sama sibuk membereskan buku-bukunya.
"Woiya jelas Salsa gitu loh." Balas Salsa bangga.

"Yaudah yok pulang." Ajak Anggara.
"Duluan aja." Balas Salsa.
"Udah sore, lagian tadi gue yang bawa lu jadi gue harus anterin lu pulang ke rumah."
"Gue masih mau disini." Titah Salsa.

"Yaudah gue tungguin." Anggara yang tadinya berdiri dan bersiap pulang kini kembali duduk di samping Salsa.
"Gak usah lu pulang aja keburu malem nanti." Cegah Salsa.
"Oh ngusir? Gue mau temenin lu disini." Anggara menatap kosong ke depan.
"Yaudah terserah."

Hening, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Lu sering kesini?" Anggara membuka suara.
"Iya." Jawab Salsa singkat.
"Banget?"
"Tiap hari."
"Ngapain?" Anggara menoleh dan menatap penuh tanya pada Salsa.
"Ketemu senja." Jawab Salsa lalu ia tersenyum riang.
"Senja? Siapa?" Anggara menoleh kanan kiri lalu kebelakang, ia mencari seseorang yang ia pikir senja yang Salsa maksud.
"Bodoh, ini kita lagi liatin senja." Salsa tertawa kecil setelahnya.
"Owh gue kira senja nama orang."

Salsa menatap lurus ke depan, entah apa yang ia fikirkan sekarang.

"Sejak kapan lu lakuin ini sa?" Tanya Anggara lagi.
"Sejak gue umur 5 tahun, ayah gue setiap sore selalu bawa gue kesini dan disini gue ngabisin waktu sama ayah. Ayah bilang kalo gak ada orang yang bisa gue percaya ceritain aja masalahnya ke senja, dia akan menjaga rahasia gue." Jelas Salsa.
"Ayah lu sayang banget sama lu ya sa."
"Dari dulu ayah paling ngerti gue, ayah gak pernah nuntut gue harus ini itu, kata ayah gue berhak milih jalan dan tugas ayah mantau gue kalo jalan gue salah ayah yang akan lurusin. Gak tau kenapa tapi gue rasa ayah gue adalah ayah terbaik di dunia. Gue bangga punya ayah seperti beliau, bahkan gue mau suatu saat nanti gue nemu sosok lelaki yang kayak ayah gue. Tapi gue yakin gada yang bisa nyaingin ayah gue." Ungkap Salsa panjang lebar.

ANGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang