Tungkai kaki indahnya yang dibaluti high heels mahal melangkah dengan tergesa menyusuri sepanjang lorong yang cukup ramai. Kakinya yang terkesan sedikit pendek membuatnya berdecak kesal karena dia harus menambah lagi kecepatan jalannya, ya dia sepertinya harus berlari. Peluh-peluhnya menetes dari dahi hingga ke leher jenjangnya yang terekspos karena dua kancing teratas kemejanya terbuka. Dia tidak sengaja, sungguh.Malam tadi dia datang ke pesta tunangan salah satu temannya, Kim Jennie. Dan sialnya, dia mabuk saat itu. Dia merutuki dirinya sendiri, sudah berulang kali minum, tetapi kenapa tubuhnya seakan tidak mau menolerir minuman itu. Dia benar-benar payah dalam hal ini. Setelah puas mengacau dan mengoceh tidak jelas di acara itu, salah satu temannya akhirnya mengantarkan dirinya kembali ke apartemennya dini hari tadi. Dia rasanya seperti orang mati, bahkan alarm sudah berbunyi tiga puluh kali, tapi dia justru semakin menggelungkan tubuhnya ke selimut tebal.
Dan inilah akibatnya, dia kesiangan. Tidak hanya kesiangan, dia sudah telat rapat yang sudah dimulai dari pukul 6.30 pagi tadi. Dan lihat sekarang pukul berapa? 9.27 pagi.
"Bodoh, kau bodoh! Apa yang kulakukan, Tuhan?!" gerutunya, hampir menangis.
Brak
"Eoh? Dokter Park? Membutuhkan sesuatu?" seorang office boy yang sedang membersihkan ruangan langsung bertanya saat dilihatnya dokter muda tersebut tengah mengatur nafasnya sembari memegang dada seolah dia sedang asma.
"Di—dimana yang lain?" tanyanya cemas.
"Yang lain?" gumamnya. Office boy itu terlihat kebingungan, sedetik kemudian dia menjentikkan jarinya keras, "Maksudmu rapat antara dokter dan pemilik rumah sakit?"
Yang ditanya langsung mengangguk berkali-kali.
"Mereka telah menyelesaikan rapatnya satu setengah jam yang lalu." jawabnya dengan tersenyum sopan.
Mendengar jawaban itu, dia menghentakkan kakinya kesal, jas putihnya yang sudah melingkari tubuh mungilnya langsung dibuang ke lantai begitu saja, kemudian punggungnya langsung disandarkan ke tembok terdekat dan merosotkan tubuhnya kelantai, tidak peduli jika itu nanti bisa saja mengotori pakaian mahalnya.
Dia melengkungkan bibirnya ke bawah, "Matilah kau Park Jimin!"
^^^
Di gedung yang lainnya, nampak beberapa orang yang sedang berlalu lalang di lorong megah tersebut. Suasananya begitu mencekam, karena pemilik perusahaan yang terkenal pemarah. Mereka semua dipekerjakan dengan banyak aturan, salah satunya harus serius dan jangan banyak bercanda.
Gaji yang diberikan pun tidak sedikit, setidaknya gaji diperusahaan ini lebih banyak dari perusahaan lainnya. Dan untuk ukuran seseorang yang sangat membutuhkan uang, mereka rela menghabiskan enam harinya untuk tidak menampilkan senyuman. Entah apa yang dilakukan para pegawai kantor itu dihari Minggunya, mungkinkah mereka akan tersenyum sepanjang hari? Ah, konyol.
Lantai 50 adalah letak gedung khusus sang CEO perusahaan ini. Temboknya yang terbuat dari kaca memudahkannya untuk langsung melihat apa yang terjadi dijalan raya tersebut.
Pagi tadi, dia sudah menyuruh sekertaris pribadinya untuk membuatkan kopi seperti biasa untuknya. Dan sekarang dia sedang menikmati minuman hitam yang hampir mendingin itu dengan menatap arus jalan raya serta bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Dia berdiri dari kursi kebesarannya, memasukkan tangan kirinya kedalam saku celana. Pandangannya menerawang jauh kesana. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Suara telpon yang berdering berhasil merenggut kembali kesadarannya. Dia segera menekan angka nomor satu agar panggilan tadi terhubung, panggilan yang terhubung langsung dengan sekertarisnya yang berada dilantai 49. Tanpa mengatakan apapun, sekertarisnya yang berada diseberang sana langsung mengeluarkan suaranya.
"Sajangnim? Nona Yoongi kembali datang dan ingin menemuimu!"
"Apakah aku perlu menjawab untuk pertanyaan yang pasti jawabannya akan sama?" tanyanya balik dengan dingin.
"Ah, maaf Sajang—" "YAK! JEON JUNGKOOK! BIARKAN AKU MENEMUIMU, SIAL—"
Tut
Tanpa perasaan, dia langsung memutus kabel telpon tersebut dan membuang telponnya langsung ke tempat sampah. Mendengar suara tadi membuat emosinya memuncak begitu saja. Ditariknya pelan-pelan nafasnya guna menenangkan diri.
"Aku merasa muak jika bertemu kalian! Dan aku lebih muak pada diriku sendiri yang bersikap pengecut!"
hehe😁
suka nggak? 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔
Fanfiction[ BOOK 2 DARI I'M YOU ] Jimin dan Jungkook tidak tau, sebenarnya apa salah mereka? Mengapa mereka sangat sulit untuk bersama? Semua masalah mereka lalui dan semua usaha juga sudah mereka lakukan. Lantas, apa lagi yang kurang? Jadi, sebenarnya siapa...