Chapter 16

552 61 32
                                    


"Darimana kau tau aku ada di apartemen Jungkook?" tanya Jimin yang kelewat santai. Atau terkesan cuek, bodo amat, dan tidak peduli ya? Sepertinya itu.

Jihyun masih diam mematung. Matanya memicing lurus kearah satu pandangan. Dia seolah sedang mencoba mengintimidasi objek tersebut, membuat sang kakaknya meraup kasar wajah Jihyun, "Kenapa kau melihat bayiku seperti itu, sialan?" sewotnya tak terima.

"Ba-bayimu? Dengan Jungkook-hyung?"

"Tidak!" sahut Jimin cepat, "Aku membelinya kemarin lusa." lanjutnya. Dia terkikik pelan saat tangan mungilnya digenggam lebih erat oleh tangan yang lebih mungil. Ah, imutnya!

"Mwo? Membeli?!" Jihyun yang tak sengaja mengeluarkan suara keras langsung saja dijitak oleh Jimin, karena sudah membuat bayinya tersentak kaget.

Merasa sia-sia jika tanya kepada Jimin, ia beralih menatap manusia bongsor yang tepat berada disamping Jimin dengan tatapan menuntut, "Hey, bung! Jelaskan! Ada apa ini? Sekalian juga kau harus menjelaskan kepadaku kenapa kau membuang noona— aish, intinya jelaskan!" tuntutnya sinis.

Jungkook— pria tampan itu menghela nafas kasar. Tubuh besarnya disandarkan pada sandaran sofa, sedangkan sudut matanya melirik atensi Jimin disebelahnya yang sedang menggendong bayi pembeliannya itu. Sesekali gadis itu terkikik menggemaskan sembari mencium pipi bayinya dengan gemas. Jungkook mendesah gemas dalam hati Tuhan, ingin punya anak bersama Jimin! Besok sudah jadi, bisa tidak sih?

"Aku juga tidak paham dengan jalan pikiran noonamu!" terang Jungkook akhirnya.

Jihyun mengernyit.

Jungkook pun duduk tegak kembali, berusaha menjelaskan, "Kemarin saat aku pulang kantor, tiba-tiba sudah ada bayi dalam kamarku. Karena di apartemen hanya ada noonamu, aku menanyakan ini bayi siapa kepadanya. Dan kau tau apa jawabannya? Aku membelinya, kook!" jelasnya sedikit kesal juga sedikit menirukan saat bibir Jimin berbicara seperti itu.

"Tapi kalian belum menikah, bagaimana bisa mengadopsi—?"

"Haish, anak bodoh! Memangnya membeli bayi harus orang yang sudah menikah? Huh, otak udang!" sahut Jimin kasar, "Lagipula aku tidak membelinya untuk kugunakan terus kok!" dia mendesah bingung, "Aduh, ini salahku kemarin saat menjelaskan pada Jungkook. Lagian pria ini kemarin tiba-tiba mengeluarkan aura tidak sedap, kan aku gugup. Aku jadi reflek mengatakan aku membeli bayi ini. Padahal kan aku menyewanya!" lanjutnya cepat.

"APA?!"

"JANGAN KERAS-KERAS! BAYIKU KAGET LAGI! DASAR PRIA-PRIA TIDAK PEKA!"

^^^

"Kemarin itu aku kan berencana pergi ke New York—"

"Apa? Kau mencoba kabur?!" potong Jungkook langsung yang langsung mendapat lemparan sandal tersayang milik Jimin.

"Diam dulu, brengsek! Aku mau menjelaskan!"

Jungkook melotot kesal dan Jiminpun kembali melanjutkan penjelasannya.

"Ternyata saat sampai di bandara, aku lupa membawa koper. Tidak masalah sih kalau kopernya hanya berisi baju, tapi hampir semua barang-barangku ada disana. Pasport, tiket, dan lain-lainnya. Jadi aku memutuskan untuk kembali saja ke apartemen. Ditengah perjalanan, jalan mana ya, ah aku lupa. Jalan yang ada disebelah sana itu loh, kook!" dahi gadis itu terlihat berlipat-lipat karena dia sedang mencoba mengingat nama jalan, dia bahkan menepuk-nepuk gemas paha Jungkook, bahkan tanpa sadar sampai meremasnya! Tetap saja, Jimin lupa!

"Ahh— Ji- hh tanganmuh- huh!"

Secepat kilat, tangannya langsung disingkirkan dari sana, "Tidak sengaja, jadi tidak usah terangsang!"

"Kenapa kalian malah membicarakan hal-hal tak senonoh didepan bocah polos sepertiku?" sergah Jihyun kesal.

Keduanya tak menggubris, karena Jimin mulai kembali melanjutkan penjelasannya, "—dari kejauhan, aku melihat seorang wanita dan pria sedang menaruh box besar dipinggir jalan yang sepi. Awalnya aku tidak peduli, tapi saat mereka akan pergi, wanita itu mengangkat sesuatu dari dalam box yang ternyata adalah seorang bayi, kemudian ia menciumnya dan menaruh kembali bayi ini kedalam box. Sebelum mereka benar-benar pergi, tentu saja aku langsung mencegat keduanya karena sudah meninggalkan bayi itu sendirian dipinggir jalan. Gini-gini jiwa simpatiku sangat besar tau!"

"Berawal dari simpati, aku menjadi empati karena mendengar penjelasan keduanya. Bayi ini tidak bersalah tentu saja! Mereka membuangnya karena merasa belum mampu untuk menghidupi bayi ini, lagipula mereka juga belum menikah, mereka hanya anak sekolah! Dan saat itulah perjanjian ku dengan mereka dimulai!" jelas Jimin menggebu-gebu.

"Perjanjian?"

Jimin mengangguk.

"Aku membiayai mereka berdua sekolah hingga tamat. Tidak lama, mengingat mereka sudah akan lulus SMA. Katanya mereka di drop out, tapi karena aku ini Park Jimin, semuanya sudah clear. Mereka bisa melanjutkan sekolahnya dan mengikuti ujian akhir hingga lulus!" ucapnya bangga sembari menatap kedua pria didepannya dengan pongah.

"Selagi mereka bersekolah sampai menemukan pekerjaan, aku akan merawat bayi ini. Tenang saja, masalah membiayai sekolah tadi pakai uang tabunganku. Tapi, kalau masalah mengurus bayi ya— uang Jungkookie, hehe! Bagaimana, sangat mulia dan dermawan kan aku?"

Jungkook mencibir, lalu menyentil kening gadis itu pelan, "Percuma dermawan tapi pamrih!"

Yang dibalas Jihyun dengan sorakan penuh kesetujuan atas ucapan Jungkook barusan.

Jimin bersidekap dada dengan wajah menekuk dan bibir mengerucut, "Awas saja ya!"

^^^

"Eomma! Appa!"

Dantae dan Sooryeon yang sedang berdebat diruang tamu langsung menoleh. Mata keduanya memicing tajam, "Kau pulang, Park Jimin?"

Jimin menggeleng, "Salah salah. Aku mampir, bukan pulang!"

"Mwo?"

"Reaksi kalian itu, seperti tidak memata-matai ku saja! Kalian pasti tau kan aku sudah pulang dari Swiss?" tanya Jimin tersenyum remeh.

Dantae melangkah mendekatinya dengan hentakan kaki yang kuat serta menampilkan raut wajah memerah penuh kegeraman, "Kau benar-benar seatap dengan Jeon Jungkook?" tangan besarnya mencengkram erat pundak sempit Jimin.

Jimin berdecih, matanya dengan berani bersitatap langsung dengan mata sang appa, "Kenapa? Tinggal dengan Jungkook enak tau! Gratisan, hehe." cengir Jimin.

Plak

Cengirannya luntur bersamaan dengan tubuhnya yang jatuh kelantai. Dia berdiri dan memegangi pipinya yang terasa berdenyut dan perih. Mulutnya mengeluarkan decihan tak suka, "Aku sudah tidak merepotkan kalian lagi! Apakah ini balasan kalian?"

"APAKAH DEFINISI TIDAK MEREPOTKAN MENURUTMU ADALAH DENGAN MENJADI PENGEMIS RENDAHAN?!" teriak Dantae marah.

Mengetahui situasi semakin panas, Sooryeon mendekat, "Kau sudah membuat malu keluarga Park, Jimin! Apakah kau sudah tidak peduli dengan eomma dan appamu?" tanya Sooryeon beruntun, "Kau bahkan mengadopsi anak dengannya? Itu menjijikkan, Jimin! Tidakkah kau mengerti aturan keluarga?!" jerit Sooryeon marah.

Sang anak perempuan hanya merespon dengan tenang dan datar, "Tidak peduli? Tidak mengerti? Aku tidak tau mengapa aku bisa seperti itu, mungkinkah aku sedang meniru sikap kalian?" tanyanya pura-pura bingung.

Dantae maju selangkah, "Apa maksudmu?"

Jimin menggaruk pelipisnya yang tak gatal, "Mungkinkah karena aku sudah tidak mempunyai hati?" tanyanya lagi.

Pandangannya menyorot tajam tepat pada manik kedua orangtuanya. Sebelum berlalu, dia bahkan sempat mendesis, "Ya, aku menemukan jawabannya. Itu semua kulakukan karena aku sudah tidak memiliki hati lagi. Kalian juga, kan?"

Plak









semoga ntar malem bisa up ya, mengingat habis ini pada nonton konser bities, kan? 🥰💜

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang