Chapter 17

518 69 12
                                    


Jungkook sudah mencoba beberapa kali untuk menelpon Jimin. Dan dari sekian puluhan telepon dari Jungkook, tak satupun panggilannya yang diangkat oleh gadis itu. Tidak biasanya perempuan yang dicintainya itu pulang terlambat seperti saat ini. Biasanya dia pulang paling lambat adalah siang hari, dan sekarang langit sudah menggelap sejak tadi.

Pukul 20.57.

Dia tidak bisa untuk tidak merasakan gusar, "Kemana dia?" tanyanya seraya mondar-mandir diruang tamu dengan handphonenya yang berulang kali ditempelkan ditelinga kirinya, barangkali Jimin akhirnya menjawab teleponnya.

"Tadi pagi dia bilang akan ke mansion Park menemui eomma dan appa. Memang dasarnya Noona itu sangat menyebalkan! Kemarin lusa dia ingin aku merawatmu yang sedang sakit dan sekarang dia ingin aku menjaga bayinya ini!" protes Jihyun.

"Ke mansion Park?" tanya Jungkook mengulangi.

Jihyun hanya mengangguk seadanya dan kembali mengotak-atik handphonenya, sama seperti yang dilakukan Jungkook tadi. Dia mendesah kesal, "Aku akan mencoba menelpon nomor mansion, barangkali dia masih disana dan tidak melihat handphonenya sama sekali."

Barulah itu, Jungkook dapat sedikit bernapas lega. Dia menatap Jihyun yang sepertinya sedang berbicara langsung dengan salah satu maid di mansion Park. Lelaki itu terus menatap Jihyun tajam, berusaha bertanya ada apa lewat tatapan matanya. Sedangkan Jihyun, masih memberikan isyarat padanya untuk diam, mulutnya terbuka dan bergumam tanpa suara Ini Eommaku.

Jungkook mengangguk mengerti.

"Eomma, Noona ke mansion kan hari ini?" tanya Jihyun berusaha sopan.

"Ya." Jihyun bisa mendengar jika eommanya itu seperti sedang malas berbicara, terbukti dari ia yang hanya menggumam tak jelas.

"Dia menginap disana?"

"Tidak."

Tut.

"Eoh? Dimatikan?" bingung Jihyun. Ia menatap layar handphonenya yang sudah meredup hingga kemudian hanya menampilkan warna hitam.

"Kenapa?" Jungkook tentu saja langsung bertanya dengan tidak sabaran.

Jihyun masih asik dengan lamunannya, dia menggabungkan peristiwa demi peristiwa yang terjadi hari ini. Jimin pamit pergi ke mansion dan eommanya tau, itu artinya gadis itu benar-benar kesana. Tapi, sampai saat ini gadis itu belum pulang dan ia menanyakan keberadaan kakaknya pada sang eomma, tapi yang ia dapati malah jawaban dingin, datar, nan ketus milik Sooryeon. Apakah?

"Hyung, sepertinya mereka bertengkar lagi! Aish!"

^^^

"Noona? Kau dimana?"

Jihyun langsung bertanya saat detikan dilayar handphonenya mulai berjalan. Tapi yang terdengar dari seberang sana hanya suara angin yang berhembus kencang.

"Noona? Kau mendengarku?" tanya Jihyun lagi, kali ini nadanya dipaksa untuk tidak terlihat panik. Dia berusaha tak melihat Jungkook yang sedang menatapnya dengan tatapan cemas. Nanti dia malah ikut panik.

Dapat Jihyun dengar, Jimin dengan susah payah menarik napasnya yang tersendat dan menghembuskannya secara perlahan. Hilang sudah ketenangan Jihyun, dengan panik dia bertanya lagi, namun lebih hati-hati, "Kau menangis? Kau dimana? Aku akan menjemputmu!" dia bergegas mengambil kunci mobilnya, tapi dihentikan oleh seorang pemuda lainnya.

Jungkook dengan kasar merebut handphone yang masih berada dalam genggaman Jihyun. Dia baru saja akan bersuara, tetapi tawa renyah dari belah bibir Jimin mengudara dan memasuki indra pendengarnya.

"Aku akan pulang, Saeng. Cie, mengkhawatirkanku, ya? Senangnya, ada yang mengkhawatirkanku, hehe. Bye, aku dalam perjalanan pulang."

Dan sambungan berakhir sampai disana.

Jungkook terpekur ditempatnya sembari melihat Jihyun yang sedang mengusap wajahnya kasar.

^^^

"Ah, bayiku! Kau sudah tidur duluan dan meninggalkanku? Uh teganya." ucap Jimin pelan. Jari-jemarinya mengusap pelan pipi lembut si bayi.

"Noona, berhenti!" Jihyun menarik lembut bahu Jimin agar gadis itu segera menghadapnya, dan itu berhasil namun hanya sesaat. Karena, dengan gerakan lebih cepat, Jimin kembali membawa tubuhnya untuk berjongkok dipinggir ranjang sang bayi.

"Haruskah aku memarahi adikku? Aku akan memarahinya jika baby ku ini memintanya."

"NOONA?!" bentak Jihyun. Tak ada kelembutan lagi, dia dengan keras menarik Jimin dan memaksa gadis itu untuk menatap tepat pada matanya.

Sontak saja matanya membulat saat Jimin benar-benar menatapnya, "Apa yang terjadi?!" teriaknya frustasi.

Jimin menyentak pegangan tangan Jihyun kasar hingga terlepas, "Sekali lagi saja kau menunjukkan raut wajah seperti itu, aku tidak akan pernah muncul dihadapanmu!"

Gadis itu berlalu. Di ambang pintu ia bertemu Jungkook yang sedang tergesa-gesa mungkin untuk bertemu dengannya.

Jungkook mematung dengan mata membulat.

Jimin berdecih pelan dan pergi dari hadapan kedua pria disana.

^^^

"Jimin! Park Jimin! Yak!"

Jimin mengatur nafasnya yang memburu, "Biarkan aku pergi!" jeritnya. Perempuan itu berjongkok dan mengusap surainya kasar, "Gila. Ini semua membuatku gila!" gumamnya lagi.

"Ada apa denganmu? Bangun, Jimin!"

"Aku sangat membenci tatapan semua orang itu padaku." lirihnya. Matanya dipejamkan saat ia merasa tubuhnya diangkat dengan mudah oleh Jungkook.

Jungkook membaringkan Jimin di sofa ruang tamu. Dia meneliti wajah gadis itu dengan seksama, mulai dari matanya yang dipejamkan dengan paksa, kening mengernyit,  nafas yang memburu, serta ada luka sobek kecil pada pinggir bibir kirinya. Jika diperhatikan dengan jelas, pipinya juga memerah, mungkin akan lebam jika Jungkook tak segera mengompresnya.

Pelan-pelan, Jungkook menempelkan handuk yang sudah ia celup pada air es ke luka Jimin. Dia tidak mendesis apapun. Alih-alih kesakitan, ia malah berucap "Hatiku merasa lebih baik jika fisikku sedang terluka."

Deg

"Apa yang kau katakan?" Jungkook sangat pemaksa. Dia membuka paksa mata Jimin yang terpejam, namun si empu pemiliknya juga tak kalah pemaksa. Ia lebih merapatkan pejaman matanya lagi.

"Jangan pernah melakukan hal bodoh! Kau dengar aku, Park Jimin? Yak!"

Tangannya menekan dadanya yang terus berdenyut, "Aku sudah tidak memiliki hati, kau tau kan? Bukankah seharusnya orang yang tidak mempunyai hati tidak akan merasakan sakit? Tapi, kenapa ini—sakit sekali?" racaunya melantur.

Jungkook memeluk erat tubuh mungil itu. Didekapnya gadis itu sembari berbisik pelan, "Kumohon menangislah, Jimin!"

"Aku— tidak bisa. Bukankah aku sudah berkali-kali bilang kalau aku tidak mempunyai hati?" ucapannya sungguh tak sinkron dengan getaran hebat pada tubuhnya.

Jungkook mengusap teratur punggung kecil Jimin juga berkali-kali mencium pucuk kepalanya, "Tidak apa."

Kau tidak pernah berubah, eomma appa!











🥰

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang