Chapter 8

725 73 12
                                    


Jimin mendudukkan dirinya dengan nyaman di pesawat. Dia memainkan ponselnya terlebih dahulu guna menyingkirkan kebosanan. Tak sengaja matanya melirik jam diponselnya yang menunjukkan pukul 20.11 waktu Swiss.

Jimin mendesah lelah. Perjalanan ini pasti akan memakan waktu sekitar 10 jam. Dan sepertinya ia akan sampai di Seoul pukul 13.00, karena perbedaan waktu yang lebih cepat di Korea 7 jam.

Tangannya merogoh asal tas selempangnya hanya untuk menemukan benda berwarna kuning cerah yang digunakan sebagai penutup mata.

"Ah, lebih baik kugunakan waktu berharga ku ini untuk tidur." gumamnya pelan. Dia mulai mengatur kursinya menjadi single bed agar ia bisa berbaring dengan nyaman. Tapi, tetap saja, cara tidur Jimin pasti meringkuk walaupun tempat tidurnya sebesar trampolin.

Sekitar 10 menit kemudian, gadis itu merasakan pergerakan dari kursi didepannya. Mata Jimin perlahan terbuka, tapi ia masih senantiasa memakai penutup matanya. Dirinya lumayan terganggu, karena orang yang menempati tempat didepannya ini terdengar sangat rusuh. Tadinya, Jimin pikir tempat itu kosong.

Jimin sudah berada dititik kemarahannya sekarang, ia berniat menegur orang didepannya ini yang tidak bisa diam sedari tadi. Sedang melakukan apa, sih? pikir Jimin kesal.

Akhirnya, Jimin mendudukkan dirinya kembali dengan mulut yang tak berhenti menggerutu. Baru saja akan melepas penutup matanya, seseorang didepannya ini mengeluarkan suaranya, "Terganggu? Baguslah, dengan begitu kau bangun juga."

Jimin pun buru-buru melepas benda yang menutupi matanya, kemudian ia terpekik kaget saat mendapati Jeon Jungkook didepannya sedang tertawa meremehkan melihatnya.

"Apa yang kau lakukan disini?!" pekik Jimin pelan, takut mengganggu penumpang lainnya.

Jungkook menyentil pelan dahi Jimin, "Hm, itu pertanyaan paling bodoh yang pernah kudengar." jawabnya santai.

"Aku serius, bodoh!" nada suaranya naik setengah oktaf.

Jungkook malah menatapnya tak mengerti, "Bukankah yang kulakukan sekarang sama seperti yang kau lakukan sekarang? Kita sedang naik pesawat, kan? Apalagi?"

Jimin bergidik ngeri saat mendengar Jungkook mengucapkan kata kita.

"Maksudku, kau mau kemana, tuan paling pintar? Kau mengikutiku, ya?" gertak Jimin. Matanya melotot, dia bersiap mengobrak-abrik pesawat ini jika saja dugaannya tadi benar.

Jungkook sudah membuka mulut, hendak mengeluarkan suara, tapi terhenti karena ponselnya bergetar terus menandakan ada telpon masuk.

"Yeobseo, eomma?"

"KAU KEMANA, JUNGKOOK?!"

"Aku mau pulang ke Seoul." jawabnya tanpa beban. Dia memberi isyarat pada Jimin untuk tidak bersuara. Lagipula, Jimin juga tidak berniat bersuara. Malas meladeni sikap tak tau malu milik Jungkook.

"Kau gila?! Adikmu masih disini menjalani kemoterapi, dan kau sudah mau pergi? Bukankah kau sudah minta cuti satu minggu?!"  omel Yoonhee panjang lebar. Jimin saja sampai meringis mendengarnya.

"Eomma, aku harus menyelesaikan masalahku dengan Jimin. Mumpung dia mau bertemu denganku!" Jungkook langsung membungkam mulut Jimin yang hendak protes.

Jimin semakin melotot, tatapan matanya seolah menyiratkan siapa yang mau bertemu denganmu?!

"Dia sudah tidak peduli denganmu! Berhenti berhalu, Jungkook!!! KAU MAU KUKIRIM KE PSIKIATER, HAH?!" Diseberang sana Yoonhee tengah mengatur napasnya. Jungkook bahkan mendengar suara appanya yang ikut merapalkan kata-kata manisnya agar sang istri melunak.

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang