Chapter 1

1K 91 8
                                    


Jimin berjalan pelan setelah keluar dari ruangan direktur utama rumah sakit tempatnya bekerja. Jas putih miliknya sudah terpasang kembali ditubuh mungilnya, tapi sayang sekali jas itu sudah sangat kusut seperti ekspresi wajah pemiliknya.

Disepanjang lorong, banyak orang dikenalnya yang menyapa dan bertanya-tanya, "Dokter, ada apa dengan wajahmu? Sedang patah hati kah?"

Jimin dibuat mendengus mendengar pertanyaan tersebut. Dengan senyum dipaksakan, Jimin menjawab "Jangan pikirkan aku. Cukup khawatirkan keadaanmu saja."

Mereka hanya mengangguk seadanya dan langsung menyingkir untuk memberi jalan dokter muda tersebut yang sepertinya sedang berada dalam mood yang sangat buruk. Jimin pun berusaha mati-matian agar bibirnya tetap melengkung keatas.

Sesampainya di ruangannya sendiri, Jimin segera mendudukkan dirinya dikursi kerjanya dan langsung menyandarkan punggungnya disana. Dia merasakan otot-otot di punggungnya yang tadi menegang sudah sedikit melemas dan ia pun sudah sedikit rileks, tak se-emosional seperti tadi.

"Aish, sial. Si tua beruban itu sungguh menyebalkan!" gumamnya pelan saat kejadian tadi terlintas kembali di pikirannya.

Jimin dibuat kesal lagi saat melirik mejanya yang sudah ada tumpukan beberapa benda tipis berwarna putih yang didalamnya ada banyak coretan dari tinta, "Sejak kapan pekerjaanku menumpuk seperti itu?"

Jimin melirik jam dinding yang bertengger diruangannya, "Tidak ada salahnya kan makan siang dulu? Aku sampai melupakan sarapanku tadi!" monolognya.

Gadis itu mengambil ponselnya yang berada disaku jas nya untuk menghubungi seseorang. Jimin yakin, pasti temannya diseberang sana sedang senggang. Mungkin juga dia sedang bermesraan dengan kekasihnya diruangannya. Setelah mendapat sahutan dari seseorang yang ditelpon, Jimin pun beranjak meninggalkan ruangannya, "Eoh, eonnie? Waktunya makan siang!" ucapnya riang.

^^^

Jimin mendengus jengah melihat apa yang ada didepannya. Dia memotong daging dengan brutal hingga menimbulkan suara keras dari gesekan antara pisau dan piring. Pastinya tindakannya tersebut mengundang perhatian dari beberapa pasang mata.

"Ada apa denganmu?"

Jimin mengerang kesal, "Aku mengajak eonnie makan siang bersama teman-teman yang lain! Kenapa eonnie malah mengajak-" ucapannya tersebut langsung dipotong oleh salah satu gadis cantik disana.

"Lalu apa masalahnya jika kita mengajak kekasih masing-masing, jiminie?" godanya.

"Jinie eonnie~" rengek Jimin.

Sedangkan, Seokjin langsung tertawa lebar sambil memukuli pundak lebar kekasihnya yang duduk tepat disampingnya. Menurutnya, Jimin sangat menggemaskan saat merengek.

"Berhenti bertingkah seperti anak kecil, Jimin. Dasar menggelikan!" bukan hanya Seokjin yang menggoda, kini kekasihnya- Namjoon pun ikut menggoda amarah juniornya tersebut.

"Oppa! Aish, sial! Dasar jelek!"

"Yang penting aku sudah memiliki kekasih!" jawab Namjoon membuat sepasang kekasih yang lainnya menyemburkan tawanya, tak lupa ikut mengolok-olok Jimin yang notabennya adalah dia yang termuda disana.

"Dasar perawan tua!" ucapan serentak dari Jennie dan Jong-in semakin membuat suasana dimeja itu menjadi riuh. Bahkan mereka yang berlalu lalang menatap kumpulan para dokter itu dengan aneh.

Jimin menatap datar mereka, "Lihat wajahku! Apakah aku terlihat peduli?"

^^^

Selepas makan siang tadi, mereka segera kembali ke ruangan masing-masing karena jam istirahat akan habis. Kini Jennie, Jimin, dan Seokjin sedang berjalan beriringan dengan Namjoon dan Jong-in yang berjalan dibelakang mereka.

"Bukankah kau ada janji dengan pasienmu nanti siang, Jiminie?" tanya Seokjin.

Jimin mengangguk membenarkan, "Mungkin aku sedikit mengundur jamnya."

"Kenapa? Apa gara-gara kau telat?"

"Ya. Si tua Bang beruban itu bahkan menceramahiku hingga dua jam tadi! Menyebalkan."

Jennie yang mendengarnya pun sedikit iba, telapak tangannya dibawa untuk menepuk kepala Jimin pelan, "Kau seharusnya menghabiskan saja semua soju kemarin malam!"

Jimin mengerucutkan bibirnya kedepan. Gadis cantik itu hendak membalas perkataan Jennie, tapi teriakan seseorang diujung lorong sana menghentikan ucapan serta langkahnya.

"YAK! PARK JIMIN?! APA YANG KAU LAKUKAN DISANA DISAAT ADA SESEORANG YANG SEDANG MEMBUTUHKANMU YANG LAMBAN SEKALI INI?!" teriakan penuh amarah itu berhasil menciutkan nyali kelima dokter muda tersebut, apalagi Jimin karena namanya tadi disebut dengan jelas oleh CEO rumah sakit ini.

"Apa lagi salahku sekarang?" gumam Jimin pelan yang hanya didengar oleh keempat temannya.

"Kau masih sempat meratapi hari sialmu, Park?! CEPAT BERGERAK DAN SELAMATKAN PASIEN MALANG ITU YANG SIALNYA HARUS DIBANTU DOKTER SEPERTIMU!"

Jimin melototkan matanya dan menatap CEO Bang tersebut sengit, "Aku akan membeli rumah sakit ini jika kau berhenti jadi CEO disini, Bang! Sialan, berhenti merendahkanku!" cibirnya sebelum berlalu dari hadapan sang direktur utama rumah sakit ini.

"Yak! Park Jimin! Aku akan mengadukanmu pada Dantae!"

Dari kejauhan, Jimin hanya membalas dengan mengangkat tangan kanannya dan mengeacungkan jari tengahnya ke udara.

Keempat temannya yang masih berdiam ditempatnya dibuat terkekeh geli.

"Aku tidak tau apa yang terjadi, sampai rumah sakit terbesar di Swiss ini menerima gadis ceroboh seperti Jimin!"

^^^

"Apa jadwalku selanjutnya?"

"Tidak ada, Sajangnim!"

Mengetahui jawaban dari sang sekertaris, CEO muda tersebut langsung menganggukkan kepalanya mengerti.

"Kalau begitu, kosongkan jadwalku selama seminggu kedepan! Aku akan menyusul adikku ke Swiss!" perintah tersebut terdengar sangat seenaknya dan arogan. Tapi yang bisa dilakukan sang sekertaris hanya membungkukkan badannya sopan.

"Baik, Sajangnim. Ada perlu lagi?"

Jika tidak ada jawaban lagi, itu artinya sang CEO tersebut sudah tidak membutuhkannya dan secara tidak langsung sikapnya tersebut menyuruhnya untuk segera meninggalkan ruangan kebesarannya.

"Saya permisi, Sajangnim."

Pemuda tampan itu segera menghubungi asisten pribadinya untuk menyiapkan jet pribadi keluarga agar ia bisa langsung terbang ke Swiss sekarang juga. Baru saja meletakkan gagang telpon ketempatnya, suara dering handphonenya berbunyi sedikit nyaring.

"Nee?" gumamnya pelan.

"Jungkook-ah? Sepertinya kau harus cepat kesini!" suara di seberangnya membuat Jungkook mengernyit. Kenapa ibunya terdengar sangat antusias?

"Ada yang salah dengan eomma?"

"Yak! Anak nakal! Jimin-mu ada disini! Dia dokter yang menangani adikmu sekarang! Cepat kemari!"

Tut

Dasar menyebalkan. Bahkan Jungkook belum menjawab apapun, tetapi eommanya dengan tega memutuskan sambungan telpon begitu saja. Jungkook sudah berusaha menghubungi kembali, tetapi sepertinya sang eomma sengaja mematikan ponselnya.

Jungkook melipat bibir tipisnya kedalam. Tangannya berkacak pinggang sambil menatap sebuah bingkai foto dimeja kerjanya dengan perasaan tak menentu.

"Setelah sepuluh tahun, akhirnya aku menemukanmu, gadis peliharaan menyebalkan!"











haha🤣

tau nggak? 🙏😂

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang