19 | Jealousy

429 28 28
                                    

Mereka menjadi sorot perhatian di lorong rumah sakit sekarang. Ada yang melihat mereka hanya sekilas dan ada juga yang memperhatikan mereka secara detail.

"Lewat sini!" ucap Laura seraya mengarahkan Franklin ke ruang dokter miliknya. Di pintu sudah jelas tertulis nama lengkap dan gelarnya beserta dengan kalimat, Ahli Spesialis Kandungan.

Franklin langsung merebahkan diri di tempat tidur pasien karena lelah mengemudi tadi.

"Kau hamil, Frank?" tutur Laura.

"Apa?" sahut Franklin.

"Tempat tidur itu untuk orang hamil," kata Laura.

Pria itu melompat dari ranjang dengan ekspresi yang lucu, Laura sendiri terkekeh melihatnya.

Wanita itu melipat kedua tangannya dan berjalan mendekati pria berusia 32 tahun itu. "Jadi apa yang bisa aku bantu, Tuan Franklin Rajendra?"

Franklin malah tertawa kecil mendengarnya, logat Laura yang unik ini sangat disukai olehnya. "Aku mencari data seorang pria yang kecelakaan 5 hari lalu, dia sempat dirawat di rumah sakit ini selama 2 hari. Apa kau bisa membantuku?"

Laura menengadahkan bola matanya keatas seakan sedang meningkat sesuatu, kemudian menjentikkan jarinya kegirangan. "Aku tahu orangnya bahkan aku punya sedikit datanya!"

Perempuan itu mendekati meja dan membuka layar laptopnya. Franklin juga ikut mendekati layar pipih bercahaya itu. Lelaki tersebut begitu serius menatapnya hingga tak sadar bahwa jarak dirinya dan Laura begitu dekat.

Sedangkan Laura menyadarinya, ia bahkan dapat merasakan nafas Franklin yang menghembus lehernya. Keringat dingin membasahi tangannya, jantungnya juga tidak berdetak dengan normal, bahkan bernafas saja terasa sulit. Sudah lama Laura tidak merasakan sensasi ini. Walaupun begitu, ia tetap menormalisasi tubuhnya untuk bertingkah sewajarnya.

"I-ini data yang kau cari, 'kan?" Laura bertanya dengan gugup.

"Ya, ini dia!" cetus Franklin lalu menggeser laptop itu mengarah padanya. Dia membaca dengan teliti, jangan sampai ada kesalahan. "Apa kau punya data yang lebih detail?"

Laura bisu, ia tak mendengar suara Franklin yang bertanya kepadanya. Arah matanya memang tertuju pada pria itu, tetapi pikirannya melayang jauh.

"Laura!" panggil Franklin lagi.

"Ya?" sahut Laura kaget.

"Kau punya data lebih detailnya?" ulang pria itu.

"Aku minta ke resepsionis sebentar,"

Ditengah langkah kakinya keluar dari ruangan, sesuatu yang licin mengganggu keseimbangannya. Kaki Laura tidak dapat bertumpu lebih lama, ia tergelincir dan siap merasakan hantaman dari bawah.

Namun tidak ada benturan yang ia terima. Dapat dirasakan olehnya sesuatu yang kuat dan kekar melingkar sempurna di pinggangnya. Dibukanya kedua matanya perlahan dan menemukan sosok pria yang berhasil menahan dirinya dari kerasnya lantai. Begitu tampannya pria ini sampai Laura tak dapat memalingkan pandangan. Mata mereka bertemu kembali, seolah rotasi bumi berhenti agar mereka saling memandang.

"Kau tidak apa-apa?"

Pertanyaan itu berhasil memecahkan lamunan Laura. Ia memposisikan dirinya kembali berdiri tegak, menetralisasi wajahnya yang memerah. Malu rasanya bila Franklin melihat wajah merahnya. "Aku gak apa-apa, terima kasih!" ujarnya lalu  segera meninggalkan ruangan.

Kejadian apa itu tadi? Bahkan jantungnya masih berdetak kencang. Perasaan malu dan bahagia di hatinya kini bercampur aduk hingga tak terkontrol. Franklin benar-benar membuatnya gila.

MALEVOLENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang