26 | Kekhawatiran

191 23 35
                                    

Bersama empat reserse kriminal yang telah terpilih dalam memecahkan kasus ini, Franklin membagi tugas mereka masing-masing agar berpencar demi mempersingkat waktu.

"Della dan Toran kalian periksa akses masuk dan keluar sekaligus lift dan tangga pada gedung ini!"

Mereka berdua mengangguk dan melempar pandang satu sama lain.

"Bery dan Famil aku mau kalian memeriksa kembali semua ruang cctv dan temukan tanda sidik jari yang mungkin masih berbekas di sana. Apakah benar Tamara mematikan cctv terlebih dahulu atau tidak."

Kedua lelaki itu mengangguk paham.

"Dan aku akan memeriksa bagian roof top. Pastikan kalian memakai masker dan sarung tangan dengan benar. Jalankan perintah!" ujar Franklin.

"Siap!" sahut mereka di waktu yang sama.

Sesuai hasil interogasi pihak kepolisian dengan Malvin kemarin malam, Franklin mendapat gambaran kejadian tersebut walaupun tidak seratus persen sama dengan kejadian sesungguhnya. Beberapa barang yang ia temukan seperti ikat rambut yang pastinya milik Tamara, beberapa helai rambut panjang berwarna hitam, serta gelang hitam yang memiliki logo M ditengahnya yang diyakini sebagai milik Malvin.

Franklin berjalan ke ujung tembok pembatas setinggi 90 cm lalu melihat kebawah. Sangat menyeramkan sebenarnya jika membayangkan bagaimana Tamara melompat dari gedung setinggi ini tepat di depan Malvin.

Lapor, Pak! Hasil kamera cctv menunjukkan seorang gadis yang diyakini adalah Tamara memang telah mematikan akses cctv di seluruh bagian gedung. Dia terlihat memasuki ruangan ini pukul 6.10 sore dan melambai ke arah kamera sebelum kamera cctv mati seluruhnya.

"Salin file-nya!" ucapnya melalui intercom sebagai sarana penghubung mereka.

Kini Franklin sedang berpikir bagaimana cara untuk menyelidiki kronologi kejadian ini agar lebih jelas. Arah pandangnya teralih pada sebuah gedung yang tak kalah tinggi yang terletak tepat di sebelah kanan. Gedung itu terlihat megah dan canggih dari luar, tidak mungkin mereka tidak menyediakan satupun kamera pengawas yang mengarah ke gedung ini. Sedikit harapan muncul di benaknya, ia berbalik badan hendak turun menuju lantai dasar, namun ada sesuatu yang menghentikan pergerakannya. Franklin tidak sengaja menginjak sesuatu berwarna hitam yang terlihat seperti pakaian.

Ia mengangkat benda itu yang ternyata adalah sebuah jubah, kemudian mengibaskannya guna menghilangkan debu yang menempel di sana. Franklin mulai menebak-nebak pemilik dari jubah itu. Seingatnya Malvin tidak punya pakaian seperti ini, dan Malvin tidak akan pernah memakainya jika mengingat fashion khas pemuda itu.

Franklin membalikkan jubah itu untuk menelitinya lebih lanjut, sebuah logo berwarna putih yang menghiasi bagian belakang jubah ini menjadi sorot pandangnya sekarang.

"Logo apa ini?"

Bentuknya sedikit aneh dan sulit ditebak. Ahh, mungkin ini hanya corak baju yang sedang trend sekarang. Pikir Franklin tak ingin ambil pusing.

Semua objek atau barang-barang yang pria itu dapatkan segera diamankan olehnya untuk dibawa ke ruang laboratorium.

Lapor, Pak! Telah ditemukannya bukti bahwa Tamara masuk ke dalam gedung ini dengan menggunakan akses kartu beratasnamakan Malvin Alistear. Ini juga didukung oleh penglihatan kamera cctv di lobby utama di mana gadis tersebut menggenggam kartu berwarna kuning yang persis dengan kartu akses masuk gedung ini.

"Laporan diterima!"

Sejauh ini, Franklin sudah dapat menyimpulkan bahwa aksi bunuh diri Tamara bukan semata karena cintanya pada Malvin, melainkan sudah dirancang sejak jauh hari. Itu sebabnya prosedurnya begitu mulus dan terencana. Tinggal satu tahap lagi yang harus ia lakukan sebelum Malvin dinyatakan hanya sebatas saksi bukan tersangka.

MALEVOLENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang