24 | Lantai 40

237 24 35
                                    

Tepat pukul 3 petang, Malvin tiba di tempat kost Tamara. Dirinya bergegas keluar dari mobil dan memperhatikan betapa sepinya rumah ini.

"Tamara!" seru Malvin.

"Mara!"

"Tamaraaa main yuk!"

Kembali ia menghubungi nomor gadis itu, tetapi hasilnya masih sama. Malah operator yang menjawab panggilannya, bukan Tamara dan hal itu justru membuatnya semakin kesal.

Tok! tok! tok!

"Tamara lo di dalam gak? Gue kangen!" teriak Malvin lalu mengintip dari jendela. Memang tidak ada tanda-tanda rumah ini sedang dihuni karena lampunya mati.

"Nyari siapa ya, Nak?" tanya salah satu warga sekitar yang menghampiri Malvin.

"Saya lagi nyari temen yang yang tinggal di sini, Bu," ujar Malvin sembari menunjuk pintu kost Tamara.

"Oh, neng cantik yang rambutnya panjang itu ya?"

"Iya, Ibu tahu gak dia pergi kemana?"

"Dari tadi pagi dia udah pergi, Nak. Setahu Ibu dia pergi ke kampus," jawab wanita tersebut.

"Saya temen sekampusnya, dia gak ada di kampus hari ini," Malvin berkata.

"Oh gitu ya? Saya kurang tahu pula."

"Gak ada tanda-tanda dia mau pergi kemana gitu, Bu?" ucap Malvin hanya ingin sekedar memastikan.

"Gak ada, Nak. Dia mah agak pendiam anaknya, bicara sama saya aja cuma sekali," balas ibu itu.

"Kalo gitu saya pergi pamit pulang aja ya, Bu. Nanti kalo Tamara udah pulang tolong bilang ke dia kalo saya nyariin," lafal Malvin.

"Oh iya, Nak. Hati-hati ya!" pesan ibu tersebut sambil melambai ramah kearah mobil Malvin.

Tamara lo di mana?

•   •   •   •

Walaupun masih mengenakan seragam sekolah, 4 siswa dan 6 siswi dari sekolah yang sama itu duduk anteng di restoran mewah milik ayah Carlos. Mereka sedang memilih menu yang cocok untuk mengisi perut mereka.

"Gue pesen ini aja deh!" ujar Blake sembari menunjuk sebuah tulisan di menu yang berukuran lebih besar.

"Itu bukan menu tolol, tapi nama restorannya!" balas Jordan seraya menoyor kepala Blake, berharap temannya yang satu ini dapat berpikir jernih sekali saja.

"Oh gitu ya."

"Dasar anak kampung! Kaya gak pernah kesini lo," celetuk Arsen.

"Cepetan anjir, gue udah lapar!" desak Carlos menunggu teman-temannya yang rusuh ini memilih menu. Mereka berakting seolah baru pertama kali ke sini padahal, hutang mereka sudah banyak di restoran ini bahkan beberapa pelayan sudah muak melihat mereka.

"Lo bantuin dong milih makanannya 'kan lo yang punya restoran!" kata Blake.

"Pilih sendiri lah!" cetus Carlos lalu beralih pada perempuan imut dihadapannya. "Kamu udah pilih menunya?"

Ailee mengangguk pelan. "Udah!"

"Yaelah, palingan strawberry smoothie kalo gak makanan manis lain," ucap Helen yang sudah mengenal Ailee sejak orok.

"Tuh lo tahu," sahut Ailee.

"Diabetes baru tahu rasa lo!" timpal Cheryl lagi.

MALEVOLENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang