(Dirga)
Masih kusadari permainan Secret Santa adalah sebuah kekonyolan. Itu sama saja seperti barter hadiah. Kalau mau sesuatu, beli saja dengan uang saku, atau menabunglah. Tapi untuk tahun ini, aku sengaja ke toko bunga pagi-pagi, membeli sebuket bunga mawar putih yang masih segar dengan embun yang menuruni kelopaknya, memakai kemeja biru dongker dan menata rambut dengan gel yang sama sekali bukan aku, lalu memesan tempat di restoran pizza terdekat. Aku sudah merencanakan semuanya, namun dengan bodohnya, kutinggalkan buket bunga itu di meja kopi saat pergi gereja. Selesai gereja, hujan turun. Benar-benar apes.
Aku ketemu Nola saat sedang menunggu hujan selesai. Dia memakai jaket merah bulu kotak-kotak dibalik terusan putih selututnya. Jadi, dia belum pulang.
Kuajak dia pulang sama-sama. Aku bermaksud meneruskan rencanaku. Restoran pizza masih tiga puluh menit lagi tutup dan buket bunga bisa kukasih pas kuantar dia di depan rumah.
"Kamu beneran mau nyatain cinta sama Nola hari ini?" tanya Febby. Kami ketemu di halaman belakang dan dia mengikutiku keluar mengambil motor. Dia memayungiku agar aku bisa mengeluarkan motor dari barisan depan kemudian aku memayunginya ke mobil. Untungnya dia membawa dua payung jadi satunya bisa kupinjam.
Aku memarkirkan motorku dekat pohon, akhirnya bisa mengeluarkannya dari dua motor yang menghimpit. "Iya. Kamu sendiri yang bilang jangan tinggalkan dia begitu saja."
"Kalau aku tarik kata-kata itu sekarang, apa kamu masih mau nyatain?"
Aku berkedip tidak mengerti. Bahasa bisa kupahami namun maksud kata-katanya belum bisa kutangkap. Dia pun mengerti kebingunganku, kemudian menyediakan jawabannya.
"Aku masih menyukaimu," jawabnya, akhirnya.
Aku terdiam. Suara air jatuh menyiprat-nyiprat di bawah kaki mengambil alih bahasa kami, baik aku maupun dia tahu apa yang sedang terjadi.
Make up Febby yang kala itu memudar, membuat wajahnya pucat saat tersenyum. "Kamu diam. Ternyata, kamu tahu."
"Di awal, nggak. Aku kira kamu cuma memanfaatkanku dan aku juga baik-baik saja dengan itu. Lalu, aku sadar kalau kita jadi terlalu dekat dan kamu menjauh dari teman-temanmu. Jadi, kupikir pasti ada alasannya."
"'Ah, cewek ini menyukaiku, aku harus bagaimana menyingkirkannya?' begitu?"
"Nggak sekejam itu, kupikir kamu teman yang cukup baik." Wah, kedengarannya barusan brengsek sekali. "Maaf," kataku, terdengar lebih pantas.
"Aku kelihatan kayak cewek tolol sekali ya? Mendukung orang ketika aku sendiri suka sama orang itu. Aku kira setelah lama sama-sama dan mulai menganggapmu teman, aku akan baik-baik saja kalau melihatmu sama orang lain. Tapi ternyata sama sekali nggak. Aku menggali kuburanku sendiri."
Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada yang keluar seakan semuanya tersangkut di tenggorokan.
Febby mendongak, payung yang dipegangnya lebih tinggi sebelah hingga air kurasakan air menitik membasahi kemeja belakangku. "Jangan berwajah seperti itu, dong. Aku jadi merasa semakin menyedihkan. Mana Dirga yang selalu menanggapi kata-kataku dengan ketus, atau mengusirku tiap kali ke kelasnya? Aku tahu kamu suka orang lain dan aku menerimanya."
"Maaf," kataku, sekali lagi. Benar-benar tidak enak hati.
Febby tersenyum. Rambut cokelat gelapnya diluruskan, ia memakai atasan kuning berleher rendah yang sangat sesuai di kulitnya yang putih. "Kalau kamu benar-benar merasa bersalah, apa aku boleh memelukmu untuk terakhir kali? Pelukan perpisahan, kalau kamu nggak terlalu keberatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Not A Good Love Story [COMPLETED]
Teen Fiction🌸 Wattys Winner 2021 kategori "Young Adult" 🌸 Cerita pilihan @WattpadYoungAdultID Juni 2022 Dalam kisah Romeo dan Juliet, kita diajarkan bahwa cinta butuh pengorbanan. Dalam kisah The Notebook, cinta diibaratkan sebuah rumah, walau berkali-kali me...